KUPANG--Pembantaian atas empat warga NTT oleh kelompok bersenjata di LP Cebongan Sleman-Jogjakarta menyisakan duka bagi keluarga korban yang berada di Kupang ibukota Provinsi NTT. Duka mendalam ini masih dirasakan keluarga korban hingga kini karena aksi ini dinilai tidak manusiawai alias biadab.
Kamis (4/4), para keluarga korban menuntut aparat penegak hukum untuk mengadili para pelaku di Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). Pasalnya, tindakan yang dilakukan oleh para pelaku merupakan kejahatan kemanusiaan bahkan masuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.
Tuntutan ini disampaikan Vicktor Manbait, kakak kandung dari Yohanes Juan Manbait kepada Timor Express (Grup JPNN) melalui telepon selulernya, Kamis (4/4) malam tadi usai mendapat informasi pengakuan TNI tentang keterlibatan oknum anggota TNI (Kopassus) dalam penyerangan terhadap LP Cebongan yang menewaskan empat warga asal NTT itu.
"Peristiwa yang terjadi itu adalah kejahatan kemanusiaan dan merupakan pelanggaran HAM. Sehingga para pelaku harus diadili di Pengadilan HAM," tegas Victor melalui pesan singkatnya.
Sebelumnya, siang kemarin keluarga dari empat korban penembakan tersebut terus berupaya menggalang dukungan mendesak pemerintah pusat agar mengungkap kasus ini hingga tuntas. Mereka menyampaikan pernyataan sikap langsung kepada Presiden RI, Soesilo Bambang Yudhoyono.
Dan, sebelum bersurat, keluarga telah bertemu dengan pemuka agama di Provinsi NTT, yakni Ketua Sinode GMIT, Uskup Agung Kupang, Ketua MUI NTT serta menemui Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) guna menyampaikan isi hati mereka. Selain itu, pada sore hari kemarin, keluarga didampingi sejumlah LSM dan rohaniawan menggelar mimbar bebas di Taman Nostalgia Kupang dan membacakan pernyataan yang akan diberikan kepada Presiden SBY.
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan Yani Rohi Riwu, adik kandung Gamaliel Yermianto Rohi Riwu menuntut tiga hal, yakni pentingnya segera Presiden SBY membentuk dan memimpin Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) atas kasus penyerangan di LP Cebongan 23 Maret 2013. Kedua, menuntut pertanggungjawaban Kepala Kepolisian Daerah DIJ atas kebijakan dan ketidakmampuannya memberi perlindungan kepada para tahanan di LP Cebongan yang juga merupakan tahanan titipan Polda DIJ. Keluarga menilai Kapolda DIJ patut diperiksa oleh TGPF yang dibentuk presiden karena indikasi pembiaran atas ancaman yang telah diketahuinya.
Ketiga, meminta Presiden SBY sebagai Panglima Tertinggi TNI memerintahkan kepada pimpinan TNI membuka diri dan bekerjasama dengan TGPF dan segera memerintahkan kepada panglima TNI untuk membubarkan Tim Investigasi Internal TNI yang dibentuk Kasad. Karena keluarga menilai tim internal TNI yang terbentuk, tidak mampu memberi kebenaran atas peristiwa yang terjadi karena faktor independensi dalam penyelidikan.
"Sebagai warga negara, kami merasakan negara telah absen dalam peristiwa LP Cebongan, tempat dimana seharusnya setiap warga negara merasakan aman di bawah perlindungan aparaturnya. Kami kecewa karena negara tiadk hanya gagal melindungi, namun pembiaran yang terjadi sudah dimaksudkan sebagai bentuk keterlibatannya membantai warga negaranya sendiri," tandas Yani.
Yani yang didampingi keluarga korban lainnya yakni Viktor Manbait, Albert Yohanes dan Yohanes Lado menegaskan, pihak keluarga menyambut baik pembentukan Tim Investigasi oleh Kasad dan Komnas HAM. Mereka tetap menilai respon yang diberikan sangat lamban. Padahal, peristiwa tersebut menurutnya sebagai kejahatan kemanusiaan yang merendahkan nilai-nilai dan martabat kemanusiaan.
"Kami keluarga kemudian ragu atas kerja profesional tim yang dibentuk. Karena berbagai informasi dan dokumen penyelidikan yang seharusnya dijaga kerahasiaannya, justru beredar dan menjadi bahan provokasi publik," tandasnya.
Sementara itu, Ketua FKUB Provinsi NTT, Romo Agustinus Pareira yang didampingi sejumlah pengurus dan anggota FKUB pada kesempatan itu mendukung penuh upaya yang dilakukan keluarga korban. Bahkan FKUB langsung menyiapkan konsep pernyataan sikap yang akan diserahkan kepada Presiden RI.
Dalam pernyataan sikapnya itu, FKUB NTT mengutuk pelaku penyerangan yang menewaskan empat orang tahanan karena tindakan yang dilakukan tidak manusiawi. Selain itu, FKUB menyesalkan tindakan sweeping terhadap warga NTT di JOgjakarta yang menyebabkan ketidaknyamanan warga dalam beraktivitas. Pada butir kelima, FKUB meminta Presiden RI untuk membentuk Tim Investigasi Independen yang harus didahului dengan pembubaran Tim Investigasi bentukan TNI.
"Kami setuju bahwa ini bukan penembakan tapi pembantaian karna pelaku penembakan membawa senjata, sementara korban berada di dalam terali besi. Dan, ini serangan terhadap kewibawaan pemerintah. Lalu, dimana pemerintah? Karena sudah tidak ada lagi tempat pengayoman terhadap rakyatnya. FKUB juga ada tim independen yang dipimpin langsung oleh presiden," tandas Romo Agus yang didampingi Ketua Parisada Hindu Dharma provinsi NTT, I Gusti Made Putra Kusuma, Pdt. Yeheskial Hede, Simon Satu serta pendamping keluarga lainnya, Pdt. Yusuf Boboy.
Hal senada juga diungkapkan anggota FKUB, Abdul Kadir Makarim yang juga Ketua MUI NTT bahwa pengungkapan kasus tersebut secara independen dan profesional. Abdul Kadir juga mendukung adanya tim gabungan pencari fakta independen yang dibentuk Presiden RI. Bahkan saat mendampingi keluarga di Taman Nostalgia, Abdul Kadir Makarim mengaku siap mendampingi keluarga menemui presiden di istana negara. "Kami dari FKUB siap mendampingi keluarga untuk bertemu presiden kalau memang itu yang diinginkan," tandasnya.
Sementara itu, Wakil Koordinator Kontras, Syamsul Alam Agus yang mendampingi keluarga korban meminta semua elemen masyarakat untuk mengawal kasus tersebut. Pasalnya, banyak kasus serupa yang "tenggelam" setelah ditangani aparat hukum. Sehingga semua masyarakat, pemerintah dan juga media diminta untuk terus mengawal dan memberikan dukungan agar kasus tersebut dapat terungkap dan diproses sesuai aturan yang berlaku. "Ini kejahatan luar biasa, sehingga penyelesaiannya juga harus dengan cara yang luar biasa," ujar Syamsul.(mg-9/vit)
Kamis (4/4), para keluarga korban menuntut aparat penegak hukum untuk mengadili para pelaku di Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). Pasalnya, tindakan yang dilakukan oleh para pelaku merupakan kejahatan kemanusiaan bahkan masuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.
Tuntutan ini disampaikan Vicktor Manbait, kakak kandung dari Yohanes Juan Manbait kepada Timor Express (Grup JPNN) melalui telepon selulernya, Kamis (4/4) malam tadi usai mendapat informasi pengakuan TNI tentang keterlibatan oknum anggota TNI (Kopassus) dalam penyerangan terhadap LP Cebongan yang menewaskan empat warga asal NTT itu.
"Peristiwa yang terjadi itu adalah kejahatan kemanusiaan dan merupakan pelanggaran HAM. Sehingga para pelaku harus diadili di Pengadilan HAM," tegas Victor melalui pesan singkatnya.
Sebelumnya, siang kemarin keluarga dari empat korban penembakan tersebut terus berupaya menggalang dukungan mendesak pemerintah pusat agar mengungkap kasus ini hingga tuntas. Mereka menyampaikan pernyataan sikap langsung kepada Presiden RI, Soesilo Bambang Yudhoyono.
Dan, sebelum bersurat, keluarga telah bertemu dengan pemuka agama di Provinsi NTT, yakni Ketua Sinode GMIT, Uskup Agung Kupang, Ketua MUI NTT serta menemui Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) guna menyampaikan isi hati mereka. Selain itu, pada sore hari kemarin, keluarga didampingi sejumlah LSM dan rohaniawan menggelar mimbar bebas di Taman Nostalgia Kupang dan membacakan pernyataan yang akan diberikan kepada Presiden SBY.
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan Yani Rohi Riwu, adik kandung Gamaliel Yermianto Rohi Riwu menuntut tiga hal, yakni pentingnya segera Presiden SBY membentuk dan memimpin Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) atas kasus penyerangan di LP Cebongan 23 Maret 2013. Kedua, menuntut pertanggungjawaban Kepala Kepolisian Daerah DIJ atas kebijakan dan ketidakmampuannya memberi perlindungan kepada para tahanan di LP Cebongan yang juga merupakan tahanan titipan Polda DIJ. Keluarga menilai Kapolda DIJ patut diperiksa oleh TGPF yang dibentuk presiden karena indikasi pembiaran atas ancaman yang telah diketahuinya.
Ketiga, meminta Presiden SBY sebagai Panglima Tertinggi TNI memerintahkan kepada pimpinan TNI membuka diri dan bekerjasama dengan TGPF dan segera memerintahkan kepada panglima TNI untuk membubarkan Tim Investigasi Internal TNI yang dibentuk Kasad. Karena keluarga menilai tim internal TNI yang terbentuk, tidak mampu memberi kebenaran atas peristiwa yang terjadi karena faktor independensi dalam penyelidikan.
"Sebagai warga negara, kami merasakan negara telah absen dalam peristiwa LP Cebongan, tempat dimana seharusnya setiap warga negara merasakan aman di bawah perlindungan aparaturnya. Kami kecewa karena negara tiadk hanya gagal melindungi, namun pembiaran yang terjadi sudah dimaksudkan sebagai bentuk keterlibatannya membantai warga negaranya sendiri," tandas Yani.
Yani yang didampingi keluarga korban lainnya yakni Viktor Manbait, Albert Yohanes dan Yohanes Lado menegaskan, pihak keluarga menyambut baik pembentukan Tim Investigasi oleh Kasad dan Komnas HAM. Mereka tetap menilai respon yang diberikan sangat lamban. Padahal, peristiwa tersebut menurutnya sebagai kejahatan kemanusiaan yang merendahkan nilai-nilai dan martabat kemanusiaan.
"Kami keluarga kemudian ragu atas kerja profesional tim yang dibentuk. Karena berbagai informasi dan dokumen penyelidikan yang seharusnya dijaga kerahasiaannya, justru beredar dan menjadi bahan provokasi publik," tandasnya.
Sementara itu, Ketua FKUB Provinsi NTT, Romo Agustinus Pareira yang didampingi sejumlah pengurus dan anggota FKUB pada kesempatan itu mendukung penuh upaya yang dilakukan keluarga korban. Bahkan FKUB langsung menyiapkan konsep pernyataan sikap yang akan diserahkan kepada Presiden RI.
Dalam pernyataan sikapnya itu, FKUB NTT mengutuk pelaku penyerangan yang menewaskan empat orang tahanan karena tindakan yang dilakukan tidak manusiawi. Selain itu, FKUB menyesalkan tindakan sweeping terhadap warga NTT di JOgjakarta yang menyebabkan ketidaknyamanan warga dalam beraktivitas. Pada butir kelima, FKUB meminta Presiden RI untuk membentuk Tim Investigasi Independen yang harus didahului dengan pembubaran Tim Investigasi bentukan TNI.
"Kami setuju bahwa ini bukan penembakan tapi pembantaian karna pelaku penembakan membawa senjata, sementara korban berada di dalam terali besi. Dan, ini serangan terhadap kewibawaan pemerintah. Lalu, dimana pemerintah? Karena sudah tidak ada lagi tempat pengayoman terhadap rakyatnya. FKUB juga ada tim independen yang dipimpin langsung oleh presiden," tandas Romo Agus yang didampingi Ketua Parisada Hindu Dharma provinsi NTT, I Gusti Made Putra Kusuma, Pdt. Yeheskial Hede, Simon Satu serta pendamping keluarga lainnya, Pdt. Yusuf Boboy.
Hal senada juga diungkapkan anggota FKUB, Abdul Kadir Makarim yang juga Ketua MUI NTT bahwa pengungkapan kasus tersebut secara independen dan profesional. Abdul Kadir juga mendukung adanya tim gabungan pencari fakta independen yang dibentuk Presiden RI. Bahkan saat mendampingi keluarga di Taman Nostalgia, Abdul Kadir Makarim mengaku siap mendampingi keluarga menemui presiden di istana negara. "Kami dari FKUB siap mendampingi keluarga untuk bertemu presiden kalau memang itu yang diinginkan," tandasnya.
Sementara itu, Wakil Koordinator Kontras, Syamsul Alam Agus yang mendampingi keluarga korban meminta semua elemen masyarakat untuk mengawal kasus tersebut. Pasalnya, banyak kasus serupa yang "tenggelam" setelah ditangani aparat hukum. Sehingga semua masyarakat, pemerintah dan juga media diminta untuk terus mengawal dan memberikan dukungan agar kasus tersebut dapat terungkap dan diproses sesuai aturan yang berlaku. "Ini kejahatan luar biasa, sehingga penyelesaiannya juga harus dengan cara yang luar biasa," ujar Syamsul.(mg-9/vit)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kinerja Kepolisian Ungkap Kasus Cebongan Dikritisi
Redaktur : Tim Redaksi