Keluarga Korban Sukhoi Yakin Ada Mukjizat

Jumat, 11 Mei 2012 – 03:18 WIB

TONDANO - Tidak ada pemandangan luar biasa di rumah panggung berukuran 7x9 meter di Kelurahan Rerewokan  Kecamatan Tondano Barat, milik  keluarga Kamagi-Rantik. Halaman yang berukuran cukup luas itu  tampak terparkir sebuah mikrolet jalur Tondano. Saat  koran  ini berkunjung sekitar pukul 14.00 Wita, keluarga sudah bersiap-siap akan menuju ke Bandara Sam Ratulangi untuk kemudian terbang ke Jakarta mencari tahu lebih jauh nasib yang dialami Steven Kamagi.

Walau  sebagian barang yang akan di bawah mulai dinaikkan di mikrolet, namun pihak keluarga tetap melayani koran ini. Memanggil masuk, Jhon Kamagi  (Ayah Steven Kamagi) korban yang turut dalam penerbangan perdana Sukhoi Jet Super 100 yang jatuh di kawasan Gunung Salak, bersama istri tercinta Evi Rantik dan Bima Kamagi (Anak dari Steven Kamagi) kemudian mengambil posisi  di kursi sofa warna hijau.

Menurut Jhon Kamagi, dirinya terakhir bertemu dengan Steven  dua minggu lalu. “Steven memang sempat datang ke rumah di Rerewokan namun hanya berselang beberapa hari saja tinggal di sini dirinya kemudian balik ke Jakarta karena perusahaan dimana dirinya bekerja (PT Bangun Suka red) memanggpilnya,” ujar Jhon.

Lanjutnya, tidak ada tanda-tanda saat Steven berkumpul dengan kami sekeluarga disini. “Terus terang saya juga bingung mengapa  Steven  berada di pesawat tersebut, padahal setahu kami, dirinya akan ke Bali. Saya cukup terkejut ketika melihat manifes penumpang dan nama Steven Kamagi ada disitu,”ujar Jhon sembari menghapus air matanya yang mulai membasahi pipi.

Jhon menjelaskan, kepastian nama itu benar-benar anak bungsunya, tidak lain setelah cucunya Bima Kamangi (14) memperlihatkan foto ayahnya berada dalam pesawat SUKHOI dan menuliskan pesan terakhir di FB-nya dengan tulisan ‘Ku dambakan terbang bersama bisa’.

Ibunda Steven, Evi Rantik yang duduk di sebelah suaminya sesekali terisak seakan belum percaya akan kepergian anak bungsunya. “Selaku ibu yang membesarkannya, saya berharap Steven  ditemukan dalam keadaan hidup. Tuhan pasti menunjukkan kuasa-Nya kepada kami sekeluarga. Kalaupun sudah tiada, kami berharap jasad-nya masih utuh  sehingga muda di kenali,”ujar Evi sembari menghapus air matanya yang turun dengan selendang putih hitam yang dikenakan-nya.

Evi yang sesekali berdiri  sembari menatap langit-langit plafon rumahnya dengan nada sedikit  terisak bercerita, dirinya tidak pernah ada firasat buruk dan mimpi aneh sebelum kepergian Steven. “Semuanya begitu cepat, baru kemarin rasanya tertawa ria bersama Steven. Tuhan lebih menyayangi  Steven,”ungkap Evi.

Raut wajah sedih juga tampak dari muka Bima Kamagi (14) anak dari Steven. Menurut pengakuan siswa  Kelas 3 SMP Advent Tondano, terakhir kali dirinya berbicara dengan ayahnya dua Minggu lalu tepatnya (26/5). “Hari ini merupakan Hut ayah dan saya sempat berbicara walau tak lama. Ayah berpesan  agar saya rajin belajar dan  dengar-dengar sama Oma dan Opa. Itu pesan terakhir yang ayah berikan,’ujar Bima. Seperti diketahui Steven Kamagi sendiri menikah dengan Anarwana  dan dikaruniakan 3 orang anak masing-masing Bima Kamagi (14), Tasya Kamagi (10) dan Oliv Kamagi (6).   

Jarum jam yang saat itu mulai  menunjukkan pukul 15.00 Wita,  lima orang dari keluarga Kamagi-Rantik  kemudian bergegas menuju bandara.  Sebelum berangkat Glenn Dien yang merupakan paman dari Steven kemudian memimpin ibadah singkat yang intinya minta bimbingan dan pertolongan Tuhan agar bisa dilindungi sampai ke Jakarta. Usai berdoa satu persatu keluarga kemudian masuk di Mikrolet yang akan mengantar mereka ke Bandara Sam Ratulangi. Keluarga Kamagi-Rantik sendiri menggunakan penerbangan Lion 743 dan berangkat sekitar pukul 18.30 Wita. (ylo)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Umat Budha tak Dapat Remisi Waisak, Walubi Siap Perjuangkan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler