Keluarga Perkarakan Hasil Otopsi Polri

Siap Mengadu ke Komnas HAM Pekan Depan

Minggu, 29 April 2012 – 03:48 WIB

JAKARTA - Dugaan praktek jual beli organ yang dialami ketiga jenazah TKI asal Lombok sudah dimentahkan polisi. Jajaran korp Bhayangkara itu mengklaim organ-organ jenazah utuh. Namun, pihak keluarga tidak percaya begitu saja dengan klaim polisi tadi. Mereka siap membawa laporan pembanding ke Komnas HAM.

Sikap keluarga ketiga TKI yang terkesan tidak percaya dengan hasil otopsi polisi itu disampaikan oleh Direktur Migrant Care Anis Hidayah. Dia menegaskan, meskipun polisi sudah mengeluarkan hasil otopsi dan akhirnya menyangkal telah terjadi praktek jual beli organ, pihak keluarga korban memiliki pandangan dan kesimpulan yang berbeda. Keluarga almarhum tetap bersikukuh ada yang tidak beres dengan kondisi jasad Herman, Abdul Kadir Jaelani, dan Mad Noor.

Seperti diketahui sehari sebelum polisi mengumumkan hasil otopsi pada Jumat lalu (27/4), keluarga Herman, satu diantara ketiga TKI tadi, ikut langsung dalam proses otopsi. Dari pantauan langsung pihak keluarga, mereka melihat ada kejanggalan. Yaitu ada jahitan di mata dan setelah dibuka bola matanya hilang.

"Pandangan keluarga ini akan kami jadikan laporan pembanding (hasil otopsi polisi, Red)," ujar Anis di Warung Daun, Jakarta kemarin (28/4). Selain urusan bola mata yang raib, Anis mengatakan adanya bekas jahitan horizontal di perut bagian bawah yang akan dipersoalkan.

Anis mengatakan, jika tidak ada halangan laporan pembanding dari keluarga almarhum tiga TKI itu akan dilayangkan ke Komnas HAM Selasa pekan depan (1/5). Kebetulan, kata Anis, Komnas HAM juga membentuk tim investigasi atas kematian TKI asal Lombok yang bekerja di Malaysia itu.

Pada intinya, dalam penyampaian laporan pembanding itu pihak keluarga akan menyampaikan tiga keberatan. Pertama adalah keberatan keluarga terhadap hasil otopsi versi polisi. Karena tidak seusai dengan harapan mereka, pihak keluarga menilai hasil otopsi versi polisi tidak benar.

Keberatan yang kedua terkait dengan proses penanganan pemerintah yang terlambat. Dengan alasan apapun, pemerintah tidak boleh terlambat mengetahui kabar meninggalnya WNI di negeri orang. Apalagi, kematian tersebut disebabkan oleh penembakan polisi.

Kondisi ini memang cukup janggal. Laporan penembakan TKI oleh oknum polisi Malaysia yang terlambat, sangat berlawanan dengan kuatnya hubungan kerjasama kepolisian kedua negara. Penembakan WNI oleh polisi Malaysia adalah kejadian serius, dan seharusnya harus diberitahukan langsung hari itu juga ke perwakilan Indonesia.

Seperti diketahui, kejadian penembakan ketiga TKI ini terjadi pada 25 Maret di kawasan Port Dickson, Negeri Sembilan. Sementara perwakilan Indonesia di Kuala Lumpur baru mengetahui kasus ini pada 2 April. Itu artinya, ada jeda sembilan hari jenazah ketiga TKI itu tidak diketahui nasibnya oleh pemerintah Indonesia.

Terkait keterlambatan ini, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menjadikan pengakuan pihak Malaysia sebagai tameng. Juru Bicara Kemenlu Michael Tene mengatakan, pihak Malaysia sudah meminta maaf karena telah terlambat memberitahukan kabar penembakan tiga TKI itu ke perwakilan Indonesia di Kuala Lumpur.
 
Tidak Mempengahuri Pencabutan Moratorium
Kasus serius penembakan tiga TKI di Malaysia, ternyata tidak mempengahuri kebijakan pencabutan moratorium pengiriman TKI ke negeri Jiran. Kabar ini disampaikan oleh Staf Khusus Kemenakertrans Dita Indah Sari. Dia menyatakan, kasus yang menimpa tiga TKI asal Lombok ini masuk kategori non-labour case. "Tetapi ini adalah kasus kriminalitas. Bukan sengketa atau kejahatan perburuhan," kata dia.

Dengan kondisi ini, maka kasus yang menimpa tiga TKI tadi tidak serta merta membuat pencabutan moratorium pengiriman TKI ke Malaysia ditangguhkan. Dita menegaskan, meski moratorium pengiriman TKI ke Malaysia sudah dicabut, tetapi sampai saat ini masih belum ada pengiriman TKI informal seperti pembantu rumah tangga ke Malaysia.

Dita menuturkan, moratorium pengiriman TKI berpeluang dijalankan lagi andai kata terjadi kejahatan perburuhan yang luar biasa. Misalnya penyiksaan, gaji tidak bayar, atau dibayar tetapi dalam jumlah yang sedikit sekali.

Terkait hak-hak ketiga TKI yang tewas tertembus peluru polisi Malaysia itu, Dita menyatakan masih belum ada kepastian. Dita memastikan, ketiga TKI tadi berangkat bekerja ke Malaysia tidak sesuai prosedur atau ilegal. "Mereka tidak dilengkapi KTKLN (Kartu Tenaga Kerja Luar Neger, red)," katanya. Karena tidak memiliki KTKLN, ahli waris ketiga TKI tadi tidak akan mendapatkan asuransi. (wan)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rusli Zainal Digarap KPK Pekan Depan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler