jpnn.com - Lagu Ibu Pertiwi yang dinyanyikan Iwan Fals dan Once Mekel melantun indah di atrium Surabaya Town Square, Jumat (9/8) malam. Menandai berlangsungnya gala premiere film Bumi Manusia. Sebelumnya, saat siang, digelar gala premiere Perburuan. Dua film itu diadaptasi dari novel karya Pramoedya Ananta Toer. Keduanya mulai tayang di bioskop pada 15 Agustus mendatang.
Para cast dan filmmaker dua film tersebut juga hadir dan memeriahkan acara. Kehadiran ''rombongan'' dua tim produksi film itu menjadi magnet tersendiri bagi warga Surabaya.
BACA JUGA: Bumi Manusia Tayang Perdana di Surabaya
Bumi Manusia yang disutradarai Hanung Bramantyo memasang Iqbaal Ramadhan (sebagai Minke), Mawar de Jongh (sebagai Annelies), dan Sha Ine Febriyanti (sebagai Nyai Ontosoroh) sebagai bintang utama. Sementara itu, Perburuan yang disutradarai Richard Oh dibintangi Adipati Dolken (sebagai Hardo) dan Ayushita (sebagai Ningsih).
Menurut Iqbaal, memerankan Minke adalah tanggung jawab yang sangat besar. ''Tiap hari, mulai hari pertama saya terpilih, 3 bulan workshop, 2 bulan syuting, dan 2 tahun produksi, rasanya unforgettable,'' ujar bintang film Dilan 1990 itu.
BACA JUGA: Besok, Iwan Fals dan Puluhan Artis Bakal Meriahkan Surabaya
BACA JUGA: Iwan Fals Sempat Takut Dipenjara Gegara Buku Bumi Manusia
Akting Iqbaal mendapat pengakuan dari Hanung. Meski awalnya Hanung tidak setuju jika Iqbaal memerankan Minke. ''Begitu nama Iqbaal jadi kandidat, saya orang yang paling menolak,'' terang Hanung saat dijumpai di Hotel Majapahit Surabaya kemarin sore.
BACA JUGA: Nakal saat Remaja, Hanung: Hanya Alkohol Saja
Penolakan Hanung perlahan runtuh ketika dia menyaksikan akting Iqbaal dalam Dilan 1990. Menurut dia, Iqbaal sangat pintar dalam menyampaikan dialog agar tidak cheesy.
Keyakinan tersebut semakin kuat ketika Hanung bertatap muka dengan sang aktor. Saat itu, suami Zaskia Mecca tersebut hanya memberikan satu pertanyaan. ''Saya tanya, kamu tahu Bumi Manusia enggak?'' cerita Hanung. Dengan mantap, Iqbaal menjawab bahwa dirinya pernah meresensi novel Bumi Manusia dalam bahasa Inggris sebagai tugas sekolahnya di Amerika Serikat.
''Dia bercerita kalau gurunya minta bikin resensi novel sastra apa pun. Dia memilih sastra Indonesia. Di antara sastra lain, dia memilih Bumi Manusia. Pas ditanya kenapa, dia jawab, 'Enggak tahu. Catchy aja menurutku','' ucap Hanung.
Hanung menambahkan, Iqbaal memahami apa yang dirasakan Minke. Sebab, Iqbaal adalah minoritas di negara tempatnya belajar. ''Itulah Minke. Minke menjadi minoritas,'' jelasnya. ''Usianya 19 tahun, sama seperti Minke. Dia juga cerdas. Jadi, enggak ada alasan buat enggak memilih dia,'' imbuhnya.
Cerita lain datang dari Adipati Dolken dan Ayushita. Di antara semua scene film, keduanya kompak mengatakan bahwa adegan saat Hardo dan Ningsih duduk di tengah sawah dan berbicara tentang masa depan Indonesia adalah yang paling memorable. ''PDKT-nya digambarin beda sama film drama lain. Ideologi Pak Pram dikeluarin di situ semua,'' papar Adipati yang biasa disapa Dodot.
Ayushita menambahkan, scene tersebut seolah menggambarkan perasaan Pram dan pasangannya saat itu. Mereka terpisah jarak yang cukup jauh. ''Seperti Hardo dan Ningsih. Padahal, cintanya besar untuk satu sama lain,'' katanya.
Keluarga Pramoedya Ananta Toer yang kemarin ikut hadir mengaku puas dengan kerja keras para cast dan kru film. Menurut Angga Okta Rahman, cucu Pram, film itu merupakan bentuk edukasi sejarah kepada masyarakat Indonesia.
''Kalau dirunut ke belakang, kami sekeluarga dan sejarawan zaman dulu suka berpencar ke sekolah-sekolah. Tujuannya, mengedukasi soal sejarah. Tapi, kan skalanya terlalu kecil. Makanya, kami setuju dua novel itu difilmkan supaya langsung tersebar dan skalanya besar, satu Indonesia,'' tuturnya. (adn/c18/jan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Iwan Fals Sempat Takut Dipenjara Gegara Buku Bumi Manusia
Redaktur & Reporter : Adil