jpnn.com - jpnn.com - Klaim polisi yang menyebutkan Rawindra alias Rawi ditangkap di sebuah hotel dan melakukan perlawanan, dibantah keluarga Rawi.
Radika, adik kandung Rawi mengkalim, abangnya itu ditangkap di rumahnya, Jalan Waru, Medan Petisah, saat sedang tidur.
BACA JUGA: Pengusaha Tambang Ini Bantah Order Pembunuh Bayaran
Saat itu, kata Radika, tak ada tanda-tanda Rawi akan ditembak mati oleh petugas. Atas hal itu, ia menyayangkan tindakan yang dilakukan kepolisian dengan menembak mati abang kandungnya tersebut.
"Kami ikhlas, kalau dia jahat. Tapi kan ada hukuman seumur hidup. Tak apa-apa bagi kami kalau dipenjara, asalkan kami masih bisa lihat muka dia," ucap Radika terisak-isak saat ditemui di RS Bhayangkara Brimob Polda Sumut, Jalan KH Wahid Hasyim, Medan.
Menurutnya, Rawi ditembak dengan bekas tiga luka tembak , dua di dada dan satu di perut. "Abangku sudah mati dibunuh orang ini. Harusnya mereka menangkap dan dijebloskan dalam penjara. Bukan dibunuh. Kita sudah enggak punya orang baik lagi. Di rumah, mamak pingsan itu."
"Inikah keadilan namanya. Kami minta keadilan," tambah dia.
Menurutnya, Rawi meninggalkan tiga orang anak. Sehari-hari, Rawi bekerja sebagai seorang juru parkir. Selama ini, keluarga Rawi dibiayai adiknya yang nomor dua. Rawi merupakan sulung dari lima bersaudara.
“Kalaulah dia bersalah, ada hukuman yang pantas. Kenapa harus ditembak mati. Di mana keadilan? Sudah puas kalian, sudah kasih mati? Mungkin jantungnya mau diambil sama orang ini, mau dijual. Apa nyawa harus dibayar nyawa? Di mana keadilan? Darimana uang Rp300 juta. Uang saja di ATM dia enggak ada," teriaknya histeris.
Kuasa hukum PHDI Sumut sekaligus Rawindra, Zulheri Sinaga, yang datang ke Mapolrestabes Medan, menilai ada kejanggalan dalam penembakan Rawi yang disebut-sebut salah satu tersangka penembakan Kuna.
Kejanggalan ini muncul ketika polisi menangkap Rawi di rumahnya dengan posisi tangan terborgol di belakang.
Dia juga mempertanyakan juga keterangan Kapoldasu yang menyebut Ketua PHDI Sumut, SRJ merupakan otak penembakan.
“Kita semua pasti sudah melihat bersama-sama, ada foto Rawindra tersebar di internet tertangkap dengan tangan terborgol.”
“Bagaimana orang yang terborgol bisa melarikan diri? Apa hukum di negara ini seperti itu, main mati-matikan orang. Kalau memang begitu bubarkan saja pengadilan. Semuanya kan harus dibuktikan di pengadilan,” kata Zulheri Sinaga kepada Sumut Pos (Jawa Pos Group) kemarin sore.
Menurut Zulheri, polisi menyatakan Rawi tersangka penembakan Kuna karena memiliki bukti-bukti menyatakan dia membagi-bagikan uang dan membelikan senjata untuk kedua pelaku penembakan.
“Begitupun itu harus dibuktikan lagi di pengadilan. Tapi kalau sudah mati begini, bagaimana membuktikannya? Saya dengar ini tadi, rumah Rawindra sedang digeledah petugas untuk mencari bukti tambahan. Tadi saya sudah suruh adik Rawindra untuk mengawal proses penggeledahan,” sebutnya.
Zulheri Sinaga tidak membantah kalau orang yang disebut-sebut polisi sebagai otak pelaku penembakan Kuna, SRJ merupakan Ketua PHDI Sumut. Dia mengakui kliennya itu tengah berada di Jambi.
Diketahui, polisi melakukan penggeledahan di rumah Rawi untuk mengumpulkan bukti-bukti lain dalam kasus penembakan tersangka Kuna. Begitu juga rumah Ketua PHDI Sumut di Jalan Abdullah Lubis, SRJ yang disebut-sebut otak aksi penembakan juga digeledah.
Kuasa hukum Ketua PHDI Sumut, Marcos Kaban juga menyatakan sangat menyesalkan mekanisme kerja polisi dalam pengungkapan kasus penembakan Kuna. Menurut dia, kliennya tersebut siap untuk bekerjasama bila dibutuhkan.
“Kami sangat menyayangkan sikap kepolisian. Kalau memang Rawi melawan atau hendak melarikan diri, lakukan tindakan pelumpuhan dengan menembak kaki misalnya dan bukan mematikan. Ini yang sangat kita sayangkan,” tegas Marcos.
Terkait tudingan polisi bahwa kliennya SRJ merupakan otak pelaku, Marcos menyatakan itu hak aparat kepolisian. “Itu hak Pak Kapoldasu, tinggal nanti bagaimana pembuktiannya,” pungkas Marcos. (ted/mag-1/adz)
Redaktur & Reporter : Budi