Kemarau Mulai Melanda, BPBD Yogyakarta Antisipasi Krisis Air Bersih

Senin, 10 Mei 2021 – 15:51 WIB
BPBD Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan sejumlah langkah antisipasi terhadap kekeringan, khususnya distribusi air bersih. Foto: Istimewa/Antara

jpnn.com, YOGYAKARTA - Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan sejumlah langkah antisipasi terhadap kekeringan, khususnya distribusi air bersih.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunung Kidul Edy Basuki di Gunung Kidul menyatakan akan melakukan koordinasi dengan sejumlah instansi untuk membahas strategi mengantisipasi kekeringan.

BACA JUGA: Antisipasi Kekeringan, MTT dan Lazismu Bangun Sumur Bor untuk Warga

Menurutnya, dalam waktu ini, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan berbagai instansi, mulai dari pemerintah desa, kecamatan, PDAM, dan Paguyuban Air Minum Masyarakat Yogyakarta (Pamaskarta).

"Setiap instansi akan menyiapkan langkah mengatasi kekeringan sesuai penugasan masing-masing. Langkah tersebut juga disiapkan sesuai kemampuan tiap instansi," kata Edy, di Yogyakarta, Senin (10/5).

BACA JUGA: Ditjen PSP Kementan Bantu Petani Bangkalan Atasi Kekeringan dengan Embung

Edy mengatakan BPBD juga pemetaan wilayah rawan kekeringan juga dilakukan bersama kecamatan.

Berdasarkan hasil koordinasi dan kesepakatan bersama telan menetapkan indikator untuk menentukan potensi dampak kekeringan tersebut. Indikator mulai dari ketersediaan air di penampungan air hujan, penyaluran air bersih dari PDAM hingga potensi sumber mata air di wilayah setempat.

BACA JUGA: Antisipasi Kekeringan, Kementan Sarankan Petani Kulon Progo Asuransikan Lahan Pertaniannya

"Biasanya yang berpotensi kekeringan adalah wilayah yang belum ada jaringan PDAM dan Pamaskarta, hanya mengandalkan tampungan air hujan. Wilayah itu akan menjadi prioritas distribusi air bersih," katanya.

Selain itu, kata Edy, BPBD Gunung Kidul sudah menyiapkan anggaran sebesar Rp 700 juta untuk penanganan kekeringan tahun ini. Anggaran mayoritas digunakan untuk kebutuhan penyaluran air bersih. Pada 2020, serapannya hanya sekitar Rp 350 juta hingga Rp 400 juta karena musim keringnya cenderung pendek.

"Besaran anggaran penanganan bencana kekeringan setiap tahunnya hampir sama. Namun, penggunaan anggaran tersebut bergantung kebutuhan hingga lamanya dampak kekeringan yang timbul," katanya.

Sebelumnya, Kepala Stasiun Klimatologi (Staklim) BMKG Yogyakarta Reni Kraningtyas menyebut musim kemarau sudah memasuki Gunung Kidul sejak akhir April lalu.

"Kondisi itu terutama dirasakan di wilayah selatan dan timur wilayah Gunung Kidul," kata Reni. (antara/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler