jpnn.com, SURABAYA - Musim kemarau diperkirakan 2017 bakal panjang. Hal tersebut memicu kekhawatiran menurunnya pasokan air layak pakai untuk Surabaya.
Bukan hanya soal kuantitas yang bakal diterima rumah tangga dan industri yang menurun, kualitas air pun akan ngedrop.
BACA JUGA: Hadapi Arus Mudik, AirAsia Siapkan 24 Ribu Kursi Tambahan
Saat ini pengelola sumber air Kali Surabaya, Perum Jasa Tirta I, berupaya mencegahnya.
Kepala Divisi Jasa Air dan Sumber Air Wilayah Sungai Brantas II Viari Djajasinga menegaskan bahwa musim kemarau tahun ini diperkirakan cukup panjang.
BACA JUGA: Wow, Alangkah Senangnya Bos AirAsia Pakai Kaus Damn I Love Indonesia
Otomatis, debit air sungai diperkirakan mengering.
"Saat ini wilayah kami punya kewajiban menyediakan 14.175 liter/detik. Itu terdiri atas konsumsi PDAM Surabaya 10.500 liter, PDAM Gresik 1.340 liter, dan air baku industri di Surabaya 2.355 liter per detik," terangnya di kantor Perum Jasa Tirta di wilayah Karah, Surabaya.
BACA JUGA: Dewan Pelanggan Geram Sistem Manajemen Buruk PDAM Surabaya
Apabila kemarau panjang tidak segera berakhir, pasokan air dari Kali Surabaya bisa hanya mencapai 15 meter kubik per detik.
Hal itu merupakan situasi paling kritis. Apalagi, selama ini Surabaya menjadi wilayah dengan kualitas air paling buruk sepanjang bantaran Sungai Brantas.
Selama lima tahun terakhir, jumlah dissolved oxygen di Kali Surabaya tercatat hanya sekitar 3-4 miligram per liter (mg/l).
Turun jauh dari pasokan air di wilayah-wilayah hulu yang mencapai 5 mg/l.
"Jadi, kalau ada kasus ikan-ikan teler karena kurang oksigen, kami langsung gelontorkan air dari Waduk Sutami. Yang jadi masalah, pada momen kemarau, kami tidak bisa sembarangan buang air," jelasnya.
Karena itu, Viari mengajak setiap pemangku kepentingan untuk bisa menjaga kualitas air.
Saat ini turunnya kualitas air justru disebabkan pembuangan limbah yang tak bertanggung jawab, baik industri maupun domestik.
Soal problem tersebut, perwakilan yang datang belum bisa menemukan solusi.
Mereka yang hadir dalam pertemuan itu adalah Badan Lingkungan Hidup Jatim, Dinas Lingkungan Hidup Surabaya, Balai Besar Wilayah Sungai Brantas, dan dinas lain yang terkait.
Mereka masih terpaku pada kesulitan pembuatan instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) komunal yang seharusnya dipasang di wilayah permukiman bantaran sungai.
"Dari target 98 IPAL komunal, baru 16 yang direalisasikan. Padahal, 65 persen pencemaran sungai berasal dari limbah domestik," terang Direktur LSM Konsorsium Lingkungan Hidup Imam Rochani.
Penertiban limbah domestik pun diakui lebih susah daripada limbah industri.
Jika limbah industri, pemerintah bisa saja langsung memberikan surat peringatan atau sanksi administrasi.
Sementara itu, warga tidak mungkin diberi sanksi. Satu-satunya jalan adalah sosialisasi atau pembuatan fasilitas IPAL yang layak.
"Semua jajaran seharusnya segera turun tangan mengubah kebiasaan warga-warga, terutama yang tempatnya di bantaran sungai," tegasnya.
Dikonfirmasi soal keresahan kualitas air layak pakai di rumah tangga, Direktur PDAM Surabaya Mujiaman menjamin hal tersebut tidak akan terjadi.
Menurut dia, pihaknya bakal terus menyesuaikan tingkatan pengolahan sumber daya air sesuai dengan kualitas yang diterima Perum Jasa Tirta meski pada akhirnya biaya pengolahan air bakal meningkat.
"Tentu kami berharap ada solusi terhadap kualitas bahan baku air yang kami terima. Tapi, penyediaan air layak bagi warga merupakan tanggung jawab kami juga. Jadi, kami tentu bakal menyesuaikan pelayanan," jelasnya. (bil/c25/git/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lagi, Koper Rizky Febian Jebol
Redaktur & Reporter : Natalia