Kemenag dan MUI Berebut Stempel Halal

Selasa, 04 Maret 2014 – 06:00 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Perdebatan tentang kewenangan pengelolaan sertifikasi produk halal antara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kementerian Agama (Kemenag) masih alot. Kedua pihak masih merasa paling pas untuk mengelola sertifikasi produk halal itu.

Menag Suryadharma Ali (SDA) menyangkal adanya kisruh hak pengelolaan sertifikasi produk halal antara Kemenag dan MUI. “Yang terjadi adalah perdebatan. Khususnya terkait dengan pembahasan RUU Jaminan Produk Halal (JPH, Red),” kata SDA Senin (3/3).

BACA JUGA: Kemenag-MUI Rebutan Kelola Sertifikasi Produk Halal

Menurut SDA, MUI memiliki konsep bahwa pencatatan atau pelabelan halal adalah wajib. Alasan MUI, label halal itu dapat memenuhi hak konsumen.

Sementara itu, pemerintah menyebut hanya sukarela. Alasan pemerintah, pewajiban pelabelan halal tersebut dikhawatirkan memukul pelaku usaha kecil dan mikro. “Usaha-usaha kecil akan tersandung permasalahan hukum karena tidak memiliki label halal,” kata menteri yang juga ketua umum PPP itu.

BACA JUGA: Menteri Nikmati Asuransi Kombinasi

Akibatnya, kata SDA, ke depan usaha kecil dan mikro bisa jadi memilih gulung tikar. “Kemenag tidak mau gara-gara aturan tersebut, roda ekonomi terganggu,” jelas SDA.

Perdebatan berikutnya adalah siapa yang berhak mengeluarkan sertifikat label halal. Perdebatan saat ini mengarah pada pemerintah atau MUI yang menjalankan pelabelan itu. Posisi saat ini, kata SDA, pemerintah berpendapat, pihaknya yang berhak. Sebaliknya, MUI mengklaim hal serupa.

BACA JUGA: Polisi Sempat Kepung Persembunyian Kelompok Santoso

SDA mengatakan, pemerintah merasa paling berhak menangani sertifikasi halal karena berposisi sebagai pelaksana UU. Pemerintah juga memandang bahwa MUI adalah organisasi massa (ormas). Jika nanti MUI ditetapkan sebagai pelaksana pelabelan halal, bisa timbul kecemburuan di ormas-ormas yang lainnya.

Menurut SDA, bila pelabelan halal ditangani pemerintah, peran MUI tetap ada. Di antaranya, MUI yang mengeluarkan rekomendasi halal atau tidak terhadap produk tertentu. Tetapi, badan pengujinya ada di bawah komando pemerintah.

Mengenai biaya pelabelan halal, SDA mengatakan, pemerintah melalui Kemenag nanti tetap menariknya. Tetapi, uang tersebut masuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Sementara itu, yang terjadi saat ini, MUI tidak perlu mempertanggungjawabkan pelabelan halal kepada pemerintah karena lembaga tersebut sejenis swasta alias di luar institusi pemerintah.

Sebelumnya, Ketua Bidang Produk Halal MUI Amidhan menegaskan bahwa sertifikasi produk halal merupakan domain ulama. Sebab itu, dia mengaku heran dengan inisiatif Kemenag yang akan ikut-ikutan mengurus stempel halal. “Kami kurang sependapat kalau sertifikat halal diambil alih pemerintah,” jelas Amidhan.

Menurut dia, fungsi MUI dalam peran sertifikasi halal itu sangat penting. Alasannya, halal tidaknya sebuah produk dihasilkan dengan apa yang disebut fatwa tertulis yang sudah dibahas bersama ormas-ormas Islam.

Amidhan menegaskan, MUI lebih berhak mengeluarkan sertifikat halal karena merupakan lembaga yang menaungi beragam organisasi umat Islam, yang terlibat aktif ada NU, Muhammadiyah, Persis dan ormas Islam lainnya. “MUI berharap setiap keputusan yang dikeluarkan MUI soal sertifikasi halal bisa diterima semua umat,” jelas Amidhan. (wan/c10/agm)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ahok Masuk Bursa Cawapres Prabowo


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler