Kemenag Masih Mencari Solusi Kekurangan Guru Agama

Minggu, 03 Desember 2017 – 21:02 WIB
Bu Guru dan siswi. Ilustrasi Foto: JPG/dok.JPNN.com

jpnn.com, SURABAYA - Kekurangan guru agama Islam di Indonesia masih menjadi masalah cukup serius.

Hingga saat ini, Kementerian Agama belum memberikan keputusan terkait dengan masalah tersebut.

BACA JUGA: Daerah Ini Masih Kekurangan Tenaga Guru untuk 3 Bidang Studi

Para guru tidak tetap (GTT) harus bersabar lagi.

Hal itu diungkapkan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam kongres nasional Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) di JX International.

BACA JUGA: Indonesia Sangat Kekurangan Guru Agama

Menurut dia, pemerintah masih berupaya mencari formula yang paling tepat.

''Kami masih terus pertimbangkan, salah satunya dengan meminta pertimbangan dari stakeholder,'' tuturnya.

Lukman mengatakan, pengangkatan guru PNS bukan hal yang sederhana.

Selama ini, ada dua instansi yang menangani pendidikan. Selain Kemenag, ada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Sebab, agama dan pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Hal tersebut berkaitan pula dengan kebijakan otonomi daerah. Pendidikan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari desentralisasi.

Karena itu pula, terjadi pembagian kewenangan. SD dan SMP berada di tangan pemerintah daerah, sedangkan SMA-SMK ditangani pemerintah provinsi.

Di sisi lain, agama menjadi hal yang tidak dapat dibagikan dalam otonomi daerah.

Hukum, keuangan, dan kewenangan yang berkaitan dengan agama harus tetap berada di pemerintah pusat.

''Termasuk guru agama berada di irisan antara pemerintah daerah dan pusat,'' terangnya.

Bagi guru yang diangkat oleh Kemenag, kesejahteraan dan pembinaan berasal dari instansi tersebut.

Untuk guru yang diangkat oleh kepala daerah, berarti kesejahteraannya ditanggung pemerintah daerah.

Namun, pembinaan tetap berada di Kemenag. Hal itu sering menjadi masalah karena ada dua matahari di tubuh mereka.

Meski demikian, Lukman belum bisa memastikan jawaban atas keluhan para guru terkait dengan dua kepemimpinan itu.

Banyak hal yang harus dipertimbangkan. Salah satunya berkaitan dengan kesejahteraan.

Jika seluruh guru agama dialihkan ke Kemenag, berarti lembaga tersebut harus menerapkan kebijakan yang merata kepada guru-gurunya se-Indonesia.

Padahal, selama ini ada guru yang diangkat oleh pemerintah daerah dan kesejahteraannya melebihi guru Kemenag.

Nah, fenomena tersebut membuat Kemenag berhati-hati dalam menentukan pilihan.

Kebijakan yang diambil tidak boleh malah merugikan. Langkah yang bisa diambil saat ini adalah mengajak para kepala daerah untuk meningkatkan kesejahteraan para guru.

''Karena setiap daerah memiliki kekuatan yang berbeda-beda,'' imbuhnya.

Selama ini, Kemenag mengalirkan dana sekitar Rp 5,3 triliun setiap tahun untuk pendidikan.

Terutama dalam memenuhi kesejahteraan guru agama. Saat ini pun mereka mengupayakan pelunasan utang inpassing sejak 2014.

Sementara itu, Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf mengungkapkan, 10 tahun lalu jumlah guru agama di Jatim 35 ribu orang.

Saat ini jumlahnya tinggal 28 ribu. Dari total itu, yang sudah tersertifikasi baru 18 ribu.

Bisa jadi, 10 tahun ke depan jumlah guru agama semakin berkurang.

Karena itu, pria yang akrab disapa Gus Ipul itu mendorong Kemenag segera membuka pengangkatan guru agama.

''Tolong, Pak Menteri, segera dibuka. Ada sekolah yang mengangkat guru agama tanpa koordinasi dengan AGPAII, kalau salah mengajar, bisa beda makna,'' paparnya.

Gus Ipul menjelaskan, saat ini pemerintah berupaya mengubah status GTT di sekolah negeri menjadi pegawai pemerintah dengan kontrak kerja.

Untuk GTT di sekolah swasta, dia berharap pemerintah pusat menetapkan standardisasi upah agar tidak ada lagi guru dengan gaji tidak layak.

''Sehingga, guru yang di negeri maupun swasta sama-sama diurus pemerintah,'' tandasnya. (ant/c19/oni/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler