Kemenag Petakan Strategi Pengentasan Kemiskinan Melalui Program Zakat

Rabu, 07 Agustus 2024 – 18:58 WIB
Kemenag memetakan strategi pengentasan kemiskinan dengan optimalisasi program zakat. Foto: Kemenag

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Kemenag) Kamaruddin Amin mengatakan, zakat memiliki potensi besar untuk menjadi solusi utama dalam mengatasi kemiskinan di Indonesia.

Dengan optimalisasi pengelolaan zakat, kita tidak hanya dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat, tetapi juga memberikan kontribusi signifikan dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja.

BACA JUGA: Kemenag Ajak Mahasiswa Jadi Agen Cegah Perkawinan Anak di Kalangan Generasi Muda

"Kerja sama dan sinergi antara berbagai pemangku kepentingan sangat diperlukan untuk mencapai tujuan ini," ujar Kamaruddin, dalam keterangannya, Rabu (7/8).

Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Waryono Abdul Ghafur mengungkapkan, potensi zakat di Indonesia mencapai Rp327 triliun per tahun.

BACA JUGA: Kemenag Berdayakan Ekonomi Umat, Mulai dari Kampung Zakat hingga Kota Wakaf

Potensi ini, menurutnya, masih sangat mungkin ditingkatkan. Saat ini, terdapat 512 Badan Amil Zakat, 49.132 Unit Pengumpul Zakat (UPZ), 145 Lembaga Zakat, dan 10.124 amil.

Meski proses penghimpunannya belum optimal, Waryono tetap optimistis pengelolaan hingga pendistribusian zakat bisa maksimal dengan kolaborasi dan pemetaan strategi program.

BACA JUGA: Kemenag Buka 4 Program Bantuan Zakat dan Wakaf 2024

"Salah satu upaya mengoptimalkan pengelolaannya adalah pemetaan strategi melalui sinergitas dan program, baik Kampung Zakat maupun KUA Pemberdayaan Ekonomi Umat agar penyalurannya tepat sasaran serta berdampak dalam pengentasan kemiskinan," ujar Waryono.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan masih terdapat 25,9 juta penduduk miskin di Indonesia, dengan lima persen di antaranya masuk kategori miskin ekstrem.

Waryono menekankan bahwa kemiskinan tidak hanya terkait ekonomi, tetapi juga mencakup akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja.

"Jika zakat bisa difokuskan pada urusan ekonomi atau gizi masyarakat, sementara negara fokus terhadap pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja, tentu bukan hal yang mustahil pengentasan kemiskinan bisa dilakukan dengan cepat," paparnya.

Lebih lanjut, Waryono menjelaskan bahwa salah satu persyaratan dalam KMA Nomor 333 Tahun 2015 adalah adanya batasan penghimpunan dana minimal Rp50 miliar untuk Jumlah Lembaga Amil Zakat (LAZ) Nasional, Rp 20 miliar untuk LAZ Provinsi, dan Rp 3 miliar untuk LAZ Kabupaten/Kota.

"Jika LAZ Nasional ada 48 lembaga dengan minimal pengumpulan Rp 50 miliar, dari zakat nasional saja sudah Rp 2,4 triliun. Kemudian, LAZ Provinsi 40 lembaga dengan minimal pengumpulan Rp 20 miliar, berarti total Rp 800 miliar, LAZ kabupaten/kota jumlahnya 89 lembaga dengan minimal pengumpulan Rp 3 miliar berarti total Rp 267 miliar. Jika ditotal sekitar Rp 3,467 triliun setiap tahunnya," jelas Waryono.

Waryono menegaskan, jika jumlah ini konsisten, maka urusan ekonomi dan perbaikan gizi masyarakat bisa teratasi hanya dengan LAZ.

"Kita belum menghitung potensi dari BAZNAS dan Unit Pengumpul Zakat (UPZ), karenanya kita perlu menyelaraskan kolaborasi hingga target capaian program," tambahnya. (jlo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler