Kemenag Terbitkan PMA Terbaru, Jangan Sembarangan Merayu & Bersiul

Kamis, 13 Oktober 2022 – 23:15 WIB
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau Menag Gus Yaqut. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com.

jpnn.com, JAKARTA - Kemenag telah menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) terbaru, yaitu PMA Nomor 73 Tahun 2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.

PMA ini ditandatangani Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 5 Oktober 2022 dan mulai diundangkan sehari setelahnya.

BACA JUGA: Kabar Gembira dari Kemenag untuk Guru Honorer, Alhamdulillah

“Setelah melalui proses diskusi panjang, PMA tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama akhirnya terbit dan diundangkan per 6 Oktober 2022,” kata Juru Bicara (Jubir) Kemenag Anna Hasbie di Jakarta, Kamis (13/10).

Sesuai namanya, PMA ini mengatur soal upaya penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di satuan pendidikan pada Kemenag.

BACA JUGA: Peringatan Keras dari Sekjen Kemenag bagi yang Berani Menyunat Gaji PPPK

Satuan pendidikan itu mencakup jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal serta meliputi madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan.

PMA ini terdiri atas tujuh bab, yaitu ketentuan umum; bentuk kekerasan seksual; pencegahan; penanganan; pelaporan, pemantauan, dan evaluasi; sanksi; serta ketentuan penutup. Total ada 20 pasal.

BACA JUGA: Kabar Baik dari Kemenag, Tunjangan Guru Madrasah bukan PNS Sudah Bisa Dicairkan

PMA ini, kata Anna, mengatur bentuk kekerasan seksual mencakup perbuatan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi. 

Setidaknya ada 16 klasifikasi bentuk kekerasan seksual, termasuk menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban.

“Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban juga termasuk bentuk kekerasan seksual," ujar Anna 

Termasuk menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman.

Sebagai upaya pencegahan, PMA ini mengatur satuan pendidikan, antara lain, harus melakukan sosialisasi, pengembangan kurikulum dan pembelajaran, penyusunan SOP pencegahan, serta pengembangan jejaring komunikasi. 

Satuan pendidikan dapat berkoordinasi dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, perguruan tinggi, satuan pendidikan lain, masyarakat, dan orang tua peserta didik.

“Terkait penanganan, PMA ini mengatur tentang pelaporan, pelindungan, pendampingan, penindakan, dan pemulihan korban,” tegas Anna.

Mengenai sanksi, PMA ini mengatur pelaku yang terbukti melakukan kekerasan seksual berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dikenai sanksi pidana dan administrasi,” ucapnya.

Dengan terbitnya PMA ini, lanjut Anna, Kemenag segera menyusun sejumlah aturan teknis, baik dalam bentuk Keputusan Menteri Agama (KMA), pedoman, atau SOP agar peraturan ini bisa segera dapat diterapkan secara efektif.

Anna berharap terbitnya PMA ini akan menjadi panduan bersama seluruh stakeholder satuan pendidikan Kemenag dalam penanganan dan pencegahan kekerasan seksual.

“Semoga ke depan tidak terjadi lagi kekerasan seksual di satuan pendidikan,” ujarnya. (esy/jpnn)


Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler