KENDARI - Hawa panas kembali membayangi konstalasi politik di Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Ini menyusul putusan pengadilan tata usaha negara (PTUN) Kendari yang menganulir hasil pemilihan bupati periode 2012-2017. Keputusan ini secara otomatis menganulir kemenangan Umar Samiun-La Bakri yang kini telah menjabat sebagai Bupati dan Wakil Bupati Buton.
Putusan PTUN ini adalah kesimpulan majelis hakim dari materi gugatan pasangan calon bupati-wakil bupati Buton, Abdul Hasan Mbou-Ahmad Buton yang diusung oleh PAN didiskualifikasi KPUD setempat pada pemungutan suara ulang (PSU) yang lalu.
Singkatnya, Hasan Mbou menang dengan keluarnya putusan PTUN yang membatalkan keputusan KPUD tentang penetapan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Buton pada PSU tahun 2012 lalu. Seperti diketahui pada PSU, KPU Buton menetapkan Umar Samiun-La Bakri sebagai pemenang Pilkada.
"Keputusan KPU Buton nomor 31/Kpts/KPU-KAB/PSU-PKD/IV/2012 tertanggal 25 April 2012 tentang penetapan pasangan calon, pasca penetapan MK nomor 91-92/PHPU.D-IX/2011 yang digugat oleh klien kami di PTUN Kendari. Hasilnya, PTUN membatalkan keputusan tersebut. Dengan demikian, berarti belum ada pasangan calon sah," ungkap kuasa hukum Abdul Hasan Mbou, Mai Indrady SH dari Law Office Jon Mathias SH Associates seperti yang dilansir Kendari Pos (Jawa Pos Group), Jumat (26/4).
Mai Indrady mengklaim, dengan keputusan PTUN tersebut membuktikan bahwa pelaksanaan PSU Buton cacat hukum dan belum ada pasangan yang sah dalam PSU.
Keputusan PTUN kata dia, telah inkrah. "Keputusannya telah ditetapkan 4 Desember 2012. Ketentuannya, jika dalam 14 hari setelah pembacaan putusan, tidak ada upaya hukum yang dilakukan oleh pihak tergugat, maka keputusan tersebut dinyatakan inkrah. Salinan putusannya telah dikirimkan kepada semua pihak," ujarnya.
Lalu apa konsekuensi dari putusan PTUN tersebut? Ia menilai, pihaknya menuntut agar keputusan tersebut dilaksanakan sebagai wujud kepatuhan terhadap pelaksanaan undang-undang. Dengan dilaksanakannya keputusan tersebut menandakan pemilihan ulang di Buton harus dilaksanakan.
"Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan atau sanksi administrastif. Ketentuannya diatur dalam undang-undang," jelasnya.
Pihaknya pun sudah kali kedua mengajukan permohonan ke PTUN Kendari untuk melaksanakan eksekusi. Pada permohonan pertama, kata dia, PTUN telah melakukan pemanggilan kepada tergugat (KPU Buton) untuk memberikan klarifikasi atau jawaban atas pelaksanaan eksekusi tersebut, tapi tidak diindahkan.
"Permohonan kedua, hari ini (kemarin, red). Kuasa hukum KPU Buton hadir di PTUN untuk memberikan klarifikasinya. Jawabannya sih, tergugat bukannya eksekusi tidak bisa dilakukan, namun tidak bisa dilaksanakan dengan alasan pendanaan untuk Pilkada ulang dan semacamnya. Namun bagi kami, pelaksanaan eksekusi atas putusan tersebut harus dilaksanakan," ungkapnya.
"Jika keputusan tersebut tidak dilaksanakan oleh tergugat, maka kami akan melakukan upaya hukum lainnya dengan melaporkannya ke Mapolda Sultra sebagai tindakan melawan hukum," lanjutnya.
Kuasa Hukum KPUD Buton, Abd Rahman MH mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum menerima pemberitahuan dan salinan putusan PTUN tersebut. Ia pun berdalih bahwa, keputusan PTUN merupakan eksekusi yang tidak dapat dilaksanakan atau non eksekutable.
"Saya sudah ajukan keberatan ke PTUN tentang hal itu. Tadi, saya sudah menghadap ke PTUN. Keputusan KPU Buton telah disahkan oleh Mahkamah Konsitusi. Keputusan MK bersifat final dan mengikat. Sementara keputusan PTUN Kendari, non eksekutable," ungkap Abd Rahman.(aka/KP)
Putusan PTUN ini adalah kesimpulan majelis hakim dari materi gugatan pasangan calon bupati-wakil bupati Buton, Abdul Hasan Mbou-Ahmad Buton yang diusung oleh PAN didiskualifikasi KPUD setempat pada pemungutan suara ulang (PSU) yang lalu.
Singkatnya, Hasan Mbou menang dengan keluarnya putusan PTUN yang membatalkan keputusan KPUD tentang penetapan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Buton pada PSU tahun 2012 lalu. Seperti diketahui pada PSU, KPU Buton menetapkan Umar Samiun-La Bakri sebagai pemenang Pilkada.
"Keputusan KPU Buton nomor 31/Kpts/KPU-KAB/PSU-PKD/IV/2012 tertanggal 25 April 2012 tentang penetapan pasangan calon, pasca penetapan MK nomor 91-92/PHPU.D-IX/2011 yang digugat oleh klien kami di PTUN Kendari. Hasilnya, PTUN membatalkan keputusan tersebut. Dengan demikian, berarti belum ada pasangan calon sah," ungkap kuasa hukum Abdul Hasan Mbou, Mai Indrady SH dari Law Office Jon Mathias SH Associates seperti yang dilansir Kendari Pos (Jawa Pos Group), Jumat (26/4).
Mai Indrady mengklaim, dengan keputusan PTUN tersebut membuktikan bahwa pelaksanaan PSU Buton cacat hukum dan belum ada pasangan yang sah dalam PSU.
Keputusan PTUN kata dia, telah inkrah. "Keputusannya telah ditetapkan 4 Desember 2012. Ketentuannya, jika dalam 14 hari setelah pembacaan putusan, tidak ada upaya hukum yang dilakukan oleh pihak tergugat, maka keputusan tersebut dinyatakan inkrah. Salinan putusannya telah dikirimkan kepada semua pihak," ujarnya.
Lalu apa konsekuensi dari putusan PTUN tersebut? Ia menilai, pihaknya menuntut agar keputusan tersebut dilaksanakan sebagai wujud kepatuhan terhadap pelaksanaan undang-undang. Dengan dilaksanakannya keputusan tersebut menandakan pemilihan ulang di Buton harus dilaksanakan.
"Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan atau sanksi administrastif. Ketentuannya diatur dalam undang-undang," jelasnya.
Pihaknya pun sudah kali kedua mengajukan permohonan ke PTUN Kendari untuk melaksanakan eksekusi. Pada permohonan pertama, kata dia, PTUN telah melakukan pemanggilan kepada tergugat (KPU Buton) untuk memberikan klarifikasi atau jawaban atas pelaksanaan eksekusi tersebut, tapi tidak diindahkan.
"Permohonan kedua, hari ini (kemarin, red). Kuasa hukum KPU Buton hadir di PTUN untuk memberikan klarifikasinya. Jawabannya sih, tergugat bukannya eksekusi tidak bisa dilakukan, namun tidak bisa dilaksanakan dengan alasan pendanaan untuk Pilkada ulang dan semacamnya. Namun bagi kami, pelaksanaan eksekusi atas putusan tersebut harus dilaksanakan," ungkapnya.
"Jika keputusan tersebut tidak dilaksanakan oleh tergugat, maka kami akan melakukan upaya hukum lainnya dengan melaporkannya ke Mapolda Sultra sebagai tindakan melawan hukum," lanjutnya.
Kuasa Hukum KPUD Buton, Abd Rahman MH mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum menerima pemberitahuan dan salinan putusan PTUN tersebut. Ia pun berdalih bahwa, keputusan PTUN merupakan eksekusi yang tidak dapat dilaksanakan atau non eksekutable.
"Saya sudah ajukan keberatan ke PTUN tentang hal itu. Tadi, saya sudah menghadap ke PTUN. Keputusan KPU Buton telah disahkan oleh Mahkamah Konsitusi. Keputusan MK bersifat final dan mengikat. Sementara keputusan PTUN Kendari, non eksekutable," ungkap Abd Rahman.(aka/KP)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 74 Telur Komodo Menetas di Kebun Binatang
Redaktur : Tim Redaksi