jpnn.com - JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sedang melakukan kajian dengan kementerian terkait terhadap Qanun Pertambangan Mineral dan Batubara yang diterbitkan oleh Pemerintah Aceh.
Kepala Biro Hukum Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh menjelaskan, qanun dimaksud sudah dimasukkan ke kemendagri untuk proses supervisi, sejak medio Februari 2014.
"Sudah masuk di Kemendagri sekitar pertengahan Februari lalu," ujar Zudan saat dihubungi wartawan.
BACA JUGA: Mal Tak Bisa Jual 80 Persen Lokal
Hanya saja, birokrat bergelar profesor itu mengaku belum mau menyebutkan bagaimana hasil supervisi. "Saya belum tahu hasilnya seperti apa. Menunggu Pak Menteri,” ujar Zudan.
Sebelumnya, Mendagri Gamawan Fauzi memastikan bahwa pihaknya belum memberikan persetujuan qanun tersebut karena masih harus dibahas lintas kementerian, yakni Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan.
BACA JUGA: KAI Usut Adanya Oknum Dalam dalam Perampasan Aset di Medan
“Memang betul, Kemendagri yang mengeluarkan keputusan. Namun, sampai saat ini, qanun tersebut masih dibahas lintas kementerian. Yang saya tahu, masih di Pak Jero Wacik (Kementerian ESDM),” ujar Gamawan saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Senin (3/3).
Seperti diberitakan qanun dimaksud memberatkan para pengusaha tambang di Aceh. Pasalnya, harga batubara di kawasan tersebut saat ini hanya US$ 29 per ton. Sedangkan biaya produksinya mencapai lebih US$20 per ton.
BACA JUGA: Jika Terbukti Terlibat, Direksi KAI Dipecat
Kondisi ini yang dikeluhkan oleh Forum Komunikasi Pengusaha Tambang Aceh. Karena akan semakin memberatkan, jika pemerintah pusat benar-benar akan menaikan royalti yang rencananya sebesar 13,5 persen.
“Bisa dipastikan tidak ada pengusaha tambang yang bisa bertahan. Lantas kami mau makan apa," ujar Ketua Bidang Umum Forum Komunikasi Pengusaha Tambang Aceh Zen Zaeni Ahmad.
Dijelaskan Zen, harga pasaran batubara yang diekspor ke India tersebut jauh dari harapan pengusaha. Setidaknya jika ingin menaikan royalti, tunggu sampai harga batubara di atas US$ 100 per ton.
"Apalagi kualitas batubara di Aceh termasuk batubara yang berkalori rendah, jadi sulit jika ingin bersaing," jelas Zen. Karena itu, pemerintah sebaiknya mempertimbangkan kembali rencana menaikan royalti tersebut.
Lebih lanjut dikatakan, mereka tidak keberatan dengan Qanun Pertambangan Minerba Pemerintahan Aceh berkaitan dengan royalti pertambangan sebesar 3,5 sampai 6 persen diterapkan. Dengan syarat, pemerintah pusat tidak menaikan royalti dari 5 persen menjadi 13,5 persen. "Prinsipnya kita setuju Qanun, tapi kita minta pemerintah pusat jangan menaikan royalti," ujar Zen.
Sebagaimana diketahui, pemerintah pusat berencana menaikan royalti sama dengan kontraktor PKP2B sebesar 13,5 persen. “Alih-alih menciptakan situasi yang semakin kondusif. Rencana ini akan semakin menambah beban royalti pengusaha batubara di Aceh," jelas Zen.
Sehingga jika kedua aturan ini diterapkan, maka royalti yang dibayarkan pengusaha bisa mencapai 20,5 persen. Hal ini, lanjutnya, akan sangat memberatkan para pengusaha. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dirut KAI: Kereta Cepat Shinkansen Belum Perlu
Redaktur : Tim Redaksi