Kemendagri Izinkan Pemda Hapus Pajak Progresif dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

Minggu, 14 Agustus 2022 – 16:43 WIB
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuda Kemendagri Agus Fatoni. Foto: Humas Kemendagri

jpnn.com, PADANG - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengatakan daerah dapat menghapus Pajak Progresif dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Atas Kendaraan Bekas (BBN 2) untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuda Kemendagri Agus Fatoni saat memberi arahan sekaligus membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2022 di The ZHM Primer Hotel, Padang, Sumatera Barat (12/8/2022).

BACA JUGA: IPW Singgung Keberadaan Kombes Dedy & Irjen Slamet di Timsus Polri, Mereka Ternyata

Fatoni menyampaikan hal ini penting dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan BBN 2 guna mendapatkan data potensi kendaraan bermotor yang akturat.

"Kami sudah sampaikan ke beberapa Gubernur, pada prinsipnya setuju," ujar Fatoni secara daring melalui aplikasi zoom meeting yang disiarkan melalui kanal YouTube Ditjen Bina Keuangan Daerah, Jumat (12/8/2022).

BACA JUGA: AD Ajak Pelajar SMP Jalan-Jalan, Ternyata Cuma Modus Belaka, Sontoloyo

Fatoni menyampaikan, pemerintah daerah (pemda) dapat menghapus Pajak Progresif Kendaraan Bermotor dan BBN 2. Sebab, kewenangan untuk melakukan penghapusan tersebut merupakan kewenangan provinsi.

"Tujuan dihapuskannya BBN 2 adalah untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat mengurus administrasi balik nama kendaraan yang telah membeli kendaraan bermotor dari pihak lain," tutur Fatoni.

BACA JUGA: Siswa SD Dibunuh saat Belajar di Kelas, Teman Korban Histeris, Motif Pelaku Bikin Bergeleng

Fatoni menilai pemilik kendaraan justru enggan melakukan balik nama atas kendaraan bermotor yang diperoleh. Penyebabnya adalah, adanya kebijakan BBN 2. Sementara dampaknya, selain tidak mendapatkan pendapatan dari BBN 2, pemda juga kehilangan potensi dari PKB.

"Jika BBN 2 ini dihapuskan dampaknya tidak terlalu signifikan terhadap pendapatan daerah karena tarifnya hanya 1 % dari Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB)."

"Itupun banyak masyarakat yang tidak segera melakukan balik nama terhadap kendaraan bekas yang dibelinya. Karena itu, pemda juga tidak mendapatkan pendapatan dari BBN 2 dan data kepemilikan kendaraan bermotor juga tidak akurat, karena sudah berpindah tangan, tetapi tidak terdata," jelas Fatoni.

Lebih lanjut, Fatoni menyampaikan, sebagaimana amanah Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD), sudah mengatur penghapusan BBN 2. Pada pasal 12 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD, menyebutkan, objek Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) hanya untuk penyerahan pertama atas kendaraan bermotor.

Dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD juga sudah tidak mengenal penyerahan kedua artinya untuk BBN 2 ini sudah dibebaskan atau tidak dikenakan tarif.

Walaupun ketentuan untuk PKB dan BBNKB ini menurut UU ini berlaku 3 tahun sejak UU ini ditetapkan.

"Namun, pemerintah provinsi dapat segera melakukan pembebasan ini karena pemerintah provinsi mempunyai kewenangan untuk memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak," tutur Fatoni.

Fatoni berharap penghapusan pajak progresif akan meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak. Strategi yang dilakukan adalah menertibkan data kendaraan bermotor.

Hal ini dikarenakan, selama ini pemerintah provinsi sering memberikan keringanan berupa pemutihan. Namun, justru tidak efektif, mengingat masyarakat cenderung menunda pembayaran pajak karena menunggu pemutihan.

Karena masyarakat yang mempunyai kendaraan lebih dari satu biasanya cenderung tidak mendaftarkan kepemilikan tersebut atas namanya, tapi menggunakan nama/ KTP orang lain (untuk menghindari pajak progresif) sehingga pemda tidak mendapatkan hasil dari pajak progresif tersebut.

BACA JUGA: Kasus Kematian Brigadir J Ditangani Bareskrim, IPW Tegas Bilang Begini, Singgung Kapolri

"Selain itu, data regident kendaraan bermotor juga menjadi tidak akurat sehingga berpengaruh terhadap pendataan jumlah potensi data kendaraan bermotor," kata Fatoni.(dkk/jpnn)


Redaktur : Budianto Hutahaean
Reporter : Muhammad Amjad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler