JAKARTA – Dua DirekturJenderal (Dirjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dipastikan akan turun ke Aceh pada Senin (1/4) mendatang. Yaitu Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Djohermansyah Djohan dan Dirjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Tarmizi A Karim, yang merupakan birokrat asal Aceh.
Mereka akan menyampaikan hasil klarifikasi dan koreksi atas Peraturan Daerah (Qanun) Nomor 3 Tahun 2013, tentang Bendera dan Lambang Daerah Aceh, pada Pemerintah Provinsi Aceh.
Demikian disampaikan Pelaksana Harian Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Reydonnyzar Moenek di Jakarta, Kamis (28/3).
Menurutnya langkah dilakukan setelah Kemendagri menerima salinan Qanun tersebut pada Rabu (27/3) kemarin. Tim yang ada kemudian mengkaji materi isi yang terkandung di dalamnya.
“Surat klarifikasi kepada Pemprov Aceh akan disampaikan Senin besok. Klarifikasi terkait muatan kesubstansian kebijakan dan bagaimana mekanisme pemasangan logo bendera dan lambang daerah,” ujarnya.
Meski belum dapat menyampaikan isi materi dari klarifikasi dan koreksi yang disampaikan nantinya, pria yang akrab disapa Donny ini melihat ada beberapa hal yang menjadi catatan penting. Di antaranya bahwa dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2007, disebutkan lambang daerah tidak boleh memiliki persamaan dengan disain lambang organisasi terlarang atau organisasi separatis di Indonesia.
“Dalam Bab Penjelasan Pasal 6 ayat 4 jelas dicontohkan logo dan bendera daerah tidak boleh memunyai persamaan dengan logo dan lambang gerakan separatis, seperti logo bendera bulan sabit yang digunakan separatis Aceh. Juga logo Bintang Kejora. Jadi dengan dasar itu klarifikasi atas Qanun dilakukan,” ujarnya.
Staf Ahli Mendagri Bidang Hukum, Politik dan Hubungan Antarlembaga ini berharap pada saat klarifikasi dan koreksi nantinya diserahkan, Pemprov Aceh dapat mengikuti dan menjalankannya.
Karena walau bagaimana pun, Qanun tidak boleh melanggar peraturan yang berada di atasnya. Baik itu PP Nomor 77 Tahun 2007 maupun Undang-Undang Nomor 32/2004 dan PP 79/2005 Tentang Pemerintahan Daerah. Selain itu juga UU Nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, Permendagri Nomor 53/2011 dan UU Nomor 12/2011 tentang pedoman peraturan perundang-undangan.
“Intinya kita minta supaya diindahkan. Tapi misalnya tidak diindahkan, presiden punya kewenangan untuk mencabutnya,” ujar Donny.
Sebagaimana diberitakan, Pemprov Aceh resmi mengesahkan Qanun Bendera dan Lambang Daerah Aceh, Senin (25/3). Sejak saat itu pula, pengibaran bendera yang disebut-sebut mirip dengan bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tersebut dilakukan sekelompok warga di sejumlah daerah di Aceh.(gir/jpnn)
Mereka akan menyampaikan hasil klarifikasi dan koreksi atas Peraturan Daerah (Qanun) Nomor 3 Tahun 2013, tentang Bendera dan Lambang Daerah Aceh, pada Pemerintah Provinsi Aceh.
Demikian disampaikan Pelaksana Harian Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Reydonnyzar Moenek di Jakarta, Kamis (28/3).
Menurutnya langkah dilakukan setelah Kemendagri menerima salinan Qanun tersebut pada Rabu (27/3) kemarin. Tim yang ada kemudian mengkaji materi isi yang terkandung di dalamnya.
“Surat klarifikasi kepada Pemprov Aceh akan disampaikan Senin besok. Klarifikasi terkait muatan kesubstansian kebijakan dan bagaimana mekanisme pemasangan logo bendera dan lambang daerah,” ujarnya.
Meski belum dapat menyampaikan isi materi dari klarifikasi dan koreksi yang disampaikan nantinya, pria yang akrab disapa Donny ini melihat ada beberapa hal yang menjadi catatan penting. Di antaranya bahwa dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2007, disebutkan lambang daerah tidak boleh memiliki persamaan dengan disain lambang organisasi terlarang atau organisasi separatis di Indonesia.
“Dalam Bab Penjelasan Pasal 6 ayat 4 jelas dicontohkan logo dan bendera daerah tidak boleh memunyai persamaan dengan logo dan lambang gerakan separatis, seperti logo bendera bulan sabit yang digunakan separatis Aceh. Juga logo Bintang Kejora. Jadi dengan dasar itu klarifikasi atas Qanun dilakukan,” ujarnya.
Staf Ahli Mendagri Bidang Hukum, Politik dan Hubungan Antarlembaga ini berharap pada saat klarifikasi dan koreksi nantinya diserahkan, Pemprov Aceh dapat mengikuti dan menjalankannya.
Karena walau bagaimana pun, Qanun tidak boleh melanggar peraturan yang berada di atasnya. Baik itu PP Nomor 77 Tahun 2007 maupun Undang-Undang Nomor 32/2004 dan PP 79/2005 Tentang Pemerintahan Daerah. Selain itu juga UU Nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, Permendagri Nomor 53/2011 dan UU Nomor 12/2011 tentang pedoman peraturan perundang-undangan.
“Intinya kita minta supaya diindahkan. Tapi misalnya tidak diindahkan, presiden punya kewenangan untuk mencabutnya,” ujar Donny.
Sebagaimana diberitakan, Pemprov Aceh resmi mengesahkan Qanun Bendera dan Lambang Daerah Aceh, Senin (25/3). Sejak saat itu pula, pengibaran bendera yang disebut-sebut mirip dengan bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tersebut dilakukan sekelompok warga di sejumlah daerah di Aceh.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Cuti Kampanye, Atribut Pejabat Negara Harus Dilepas
Redaktur : Tim Redaksi