jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus mendorong pemerintah daerah melaksanakan sistem zonasi pendidikan. Upaya ini, antara lain, dilakukan dengan membentuk Tim Satuan Tugas (Satgas) Implementasi Zonasi Pendidikan.
Tim Satgas Implementasi Zonasi Pendidikan terbagi atas delapan klaster dengan koordinator berasal dari pemangku kepentingan Kemendikbud Pusat, dengan pembagian klaster, sebagai berikut: Klaster I, koordinator Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kemendikbud, meliputi Provinsi DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, dan Papua.
BACA JUGA: Warga Binaan Lapas Perempuan Kota Tangerang Dapat Bekal Ilmu Tata Kecantikan
Klaster II, koordinator Inspektorat Jenderal Kemendikbud, meliputi Jawa Barat, Kep. Bangka Belitung, Aceh, dan Sulawesi Barat. Klaster III, koordinator Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud, meliputi Provinsi Banten, Maluku Utara, Kalimantan Barat, dan Gorontalo.
Klaster IV, koordinator Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Kemendikbud, meliputi Provinsi Jawa Tengah, Maluku, dan Kalimantan Timur. Klaster V, koordinator Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud, meliputi Provinsi Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Utara, dan Papua Barat.
BACA JUGA: 3 Kesalahan Kemendikbud Dalam Penerapan PPDB Sistem Zonasi
BACA JUGA: Jangan Karena Mau Menolong Honorer, Lantas Berbuat Zalim ke Orang Lain
Klaster VI, koordinator Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, meliputi Provinsi Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, D.I. Yogyakarta, Sumatera Barat, dan Bengkulu.
BACA JUGA: TNI - Kemendikbud Bekerja Sama Sukseskan Program PLS
Klaster VII, koordinator Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, meliputi Provinsi Sumatera Utara, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, Bali dan Lampung; Klaster VIII, koordinator Sekretaris Jenderal Kemendikbud, meliputi Sumatera Selatan, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan Tengah.
Mendikbud Muhadjir Effendy menjelaskan sistem zonasi merupakan langkah strategis untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan secara simultan. Menurutnya, kebijakan ini sebagai rangkaian proses kebijakan pendidikan terdahulu, yakni pendidikan karakter.
"Ini adalah serangkaian proses kebijakan dan puncaknya adalah kebijakan zonasi ini. Jadi, ini titik akhirnya adalah titik zonasi ini," jelas Menteri Muhadjir, saat membuka Rapat Koordinasi Satgas Implementasi Zonasi Pendidikan, di Jakarta, Selasa (2/7).
Kebijakan zonasi pendidikan merupakan kebijakan penetapan wilayah layanan pendidikan dengan acuan titik lokasi satuan pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas.
Metode ini dengan menggunakan radius terdekat dengan titik pusat zona pada masing-masing jenjang pendidikan yang memenuhi akreditasi A atau B di atas rata-rata nasional. Kemendikbud telah memetakan sebanyak 2.580 zona di 34 provinsi seluruh Indonesia.
Selanjutnya, Menteri Muhadjir mengungkapkan kebijakan zonasi akan langsung berintegrasi untuk pemerataan standar layanan pendidikan di Indonesia.
"Zonasi itu untuk pemerataan pendidikan, PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) itu awalnya. Dengan pemerataan pendidikan yang berkualitas mencakup penataan dan pemerataan guru, pemerataan infrastruktur, berbagi sumber daya, integrasi pendidikan formal dan non-formal," terang Menteri Muhadjir.
Sekretaris Jenderal Kemendikbud, Didik Suhardi, menjelaskan pembentukan satgas bertujuan untuk membantu Pemda dalam mengimplementasikan kebijakan zonasi di daerah. Sehingga, penentuan wilayah layanan pendidikan atau zona akan berdasarkan zona yang sudah ditetapkan Pemda.
"Kami ikuti zona yang digunakan oleh provinsi, itu yang akan kami pakai, dan itu yang sudah digunakan PPDB. Kalau tahun depan, zona itu bisa direvisi lagi," jelas Sesjen Didik. Jadi, lanjutnya, zona layanan pendidikan akan berdasarkan pembagian yang telah ditentukan di dalam Surat Keterangan (SK) Pemda, yaitu Dinas Pendidikan dan SK Gubernur.
"Ini yang dipergunakan (zona) adalah yang sudah di SK-kan oleh Dinas Pendidikan dan SK Gubernur, dalam monitoring akan dianalisis sesuai dengan Permen termasuk peran sekolah swasta," ujar Didik.
Catharina Muliana Girsang, Staf Ahli Mendikbud Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan, berharap agar Pemda dapat proaktif untuk bekerjasama antarlintas institusi dalam menerapkan kebijakan zonasi pendidikan.
Dia menjelaskan zonasi melibatkan peranan kementerian/lembaga, guna mendukung tata kelola pendidikan. Adapun kementerian dan lembaga yang terlibat mencakup Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mengkoordinasikan kepala daerah dalam menyusun kebijakan pendidikan; Kementerian Agama untuk memastikan satuan pendidikan formal dan non-formal yang berada di bawah kewenangannya yang diikutkan ke dalam zonasi pendidikan.
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, untuk peninjauan sistem penerimaan mahasiswa baru dan menyinkronkan lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan sesuai dengan kebutuhan guru nasional.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk membangun infrastruktur pendidikan berbasis zonasi. Kementerian Keuangan untuk penguatan tata kelola penganggaran pendidikan termasuk transfer daerah.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk menyusun tata ruang wilayah terkait bidang pendidikan sesuai zonasi pendidikan.
"Sehingga, pemerintah daerah harus proaktif untuk bekerjasama antarlintas institusi agar dapat menentukan zonasi pendidikan. Penghitungan resource layanan pendidikan yang dimiliki oleh pemerintah daerah," ujar Chatarina.
Menurutnya, sosialisasi harus terus menerus dilakukan kepada sekolah dan masyarakat agar mendapatkan pemahaman yang menyeluruh mengenai zonasi. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penerapan Sistem Zonasi demi Pemerataan Pendidikan
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad