Kemendikbud: Dunia Industri Butuh 250 Ribu Talenta di Bidang Artificial Intelligence

Rabu, 14 Oktober 2020 – 22:30 WIB
Dirjen Dikti Nizam. Foto: tangkapan layar

jpnn.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidkan dan Kebudayaan meluncurkan Konsorsium Riset Artificial Intelligence (kecerdasan buatan).

Konsorsium tersebut merupakan salah satu usaha membangun daya saing bangsa berbasis artificial intelligence, baik di bidang pangan, kesehatan, keamanan, manufaktur, maupun transportasi.

BACA JUGA: Kemendikbud Buka Lagi Lowongan Guru Penggerak, Buruan Daftar, Kuotanya Banyak

“Dunia industri membutuhkan sekitar 250 ribu talenta di bidang artificial intelligence dalam 5 tahun ke depan. Itu bisa dipenuhi dengan bergotong royong antara dunia pendidikan, dunia penelitian, dan dunia perindustrian,” kata Dirjen Dikti Kemendikbud RI Nizam, Rabu (14/10).

Ia menyampaikan setiap revolusi industri selalu ditandai dengan hilangnya kompetensi lama.

BACA JUGA: Diduga Lakukan Pelecehan Seksual, RK Dicopot dari Posisi Ketua Muda-Mudi Demokrat

Hal itu dapat dilihat pada revolusi industri pertama, di mana tenaga kasar manusia tergantikan oleh mesin uap dan mesin pintal.

Pada revolusi industri kedua ditandai dengan elektrifikasi. Sementara revolusi industri ketiga ditandai dengan otomasi.

BACA JUGA: Kemendikbud-Satgas COVID-19 Gandeng Mahasiswa jadi Agen Perubahan Perilaku

Perubahan tersebut memberikan dampak pada hilangnya berbagai pekerjaan, tetapi bersamaan dengan itu juga lahir jutaan pekerjaan yang levelnya lebih tinggi.

Perbedaan signifikan yang terjadi pada teknologi di akhir abad ke-20 dengan teknologi yang ada sekarang, adalah melakukan pendekatan dengan sistem logic biasa dan dimasukkan ke dalam mesin sehingga mesin tersebut menganalisa dengan pola pikir linear mesin.

Sedangkan sekarang sudah menggunakan pendekatan dengan neural networks, deep learning, artificial intelligence sehingga mesin yang muncul akan lebih canggih.

“Salah satu contoh pemanfaatan artificial intelligence pada dunia kesehatan yaitu untuk mendiagnosis penyakit," ucapnya.

"Artificial intelligence mampu mendiagnosis  berbagai penyakit secara cepat dibanding dokter spesialis yang mungkin sudah berpengalaman selama 10 atau 20 tahun."

Nantinya, kata Nizam, pengembangan Artificial Intelligence lebih baik dilakukan dengan pendekatan bottom up karena akan jauh lebih sustainable dibanding pendekatan top down.

Hal tersebut sesuai dengan agenda nasional yang besar, maka dibutuhkan resource yang besar agar transformasi tersebut terjadi.

“Kolaborasi dengan berbagai mitra strategis yang berjalan dengan baik seperti dengan Nvidia, Google, Amazon Web Service, Huawei. Jika semua pihak saling bergandengan tangan maka talenta digital dapat terwujud,” pungkasnya. (esy/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler