Kemendikbud Halalkan Pungutan di Eks Sekolah RSBI

Selasa, 22 Januari 2013 – 07:03 WIB
JAKARTA--Pembubaran sekolah berlabel rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) yang berbandrol mahal oleh Mahkamah Konstitusi (MK), ternyata hanya berjalan formalitas. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akhirnya tetap menghalalkan sekolah bekas RSBI memungut biaya pendidikan.

Keputusan jajaran Kemendikbud ini keluar dari hasil pertemuan mereka dengan seluruh kepala dinas pendidikan provinsi se-Indonesia di Jakarta kemarin. Sekilas keputusan Kemendikbud menghalalkan pungutan di sekolah bekas RSBI ini, bertentangan dengan putusan MK. Sebab putusan MK itu berawal dari gugatan masyarakat yang mengeluhkan biaya sekolah di RSBI sangat mahal.

Sejak putusan MK soal penghapusan RSBI ini keluar beberapa pekan lalu, muncul polemik soal pungutan SPP di SDN dan SMPN bekas RSBI. Polemik muncul karena SDN dan SMPN non RSBI tidak boleh memungut SPP kepada siswa, karena masuk program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun (wajar dikdas).

Di sela pertemuan Mendikbud Mohammad Nuh menegaskan, semua pungutan yang sudah dirancang sekolah bekas RSBI dan masuk dalam rancangan kegiatan dan anggaran sekolah (RKAS) tetap dijalankan. "Maksimal hingga tahun ajaran 2012-2013 selesai, yakni sekitar April nanti," kata dia.

"Yang jelas proses pembelajaran di RSBI membutuhkan sumber daya, lebih kongkrit lagi sumber dana," ucap dia.

Mantan rektor ITS itu mengatakan, pungutan yang sudah masuk di RKAS ini banyak ragamnya. Selain SPP juga ada pungutan-pungutan lain yang istilahnya menjadi wewenang sekolah masing-masing. Nuh mengatakan jika pungutan yang sudah berjalan dan masuk dalam RKAS ini dihapus, dia khawatir proses pembelajaran di sekolah bekas RSBI akan limbung.

"Semangat kita kan terus menjaga kualitas pembelajaran di sekolah bekas RSBI supaya tidak turun," katanya. Nuh juga terus berpegang pada kesepakatannya dengan Ketua MK Mahfud M.D. yang berujung perlu masa transisi dalam pembubaran RSBI ini.

Nuh lantas menegaskan, Kemendikbud dan seluruh dinas pendidikan provinsi telah sepakat melarang sekolah bekas RSBI membuat ketentuan pungutan baru. "Jadi saya tegaskan yang tidak boleh itu jika ada pungutan baru pasca putusan MK (soal RSBI, red)," kata dia.

Mantan Menkominfo ini tidak mengikuti pertemuan hingga tuntas. Di saat jeda pertemuan penting ini, Nuh bergegas meluncur untuk mengikuti kegiatan lain di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidyatullah, Jakarta. Pimpinan rapat kemudian diambil alih Wamendikbud Bidang Pendidikan Musliar Kasim.

Usai rapat Musliar mengatakan, memang benar segala pungutan yang sudah ditetapkan sekolah bekas RSBI tetap berjalan hingga akhir tahun ajaran 2012-2013 nanti. Mantan rektor Universitas Andalas (Unand) itu mengatakan, kebijakan ini semata-mata untuk menjaga kualitas pembelajaran di RSBI yang jelas tidak bisa lepas dari keberadaan anggaran.

Misalnya, untuk menggaji guru honorer yang khusus mengajar mata pelajaran baru sebagai konsekuensi adanya kurikulum internasional di RSBI. Jika pungutan SPP dihentikan, Musliar khawatir guru khusus ini tidak bisa mengajar lagi. Ujungnya, pembelajaran di RSBI akan menurun kualitasnya.

Persoalan krusial lain yang dibahas dalam forum ini adalah pengalihan aset RSBI. Musliar mengatakan, ada sejumlah sekolah RSBI yang sudah dialihfungsikan dari aset pemkab atau pemkot menjadi aset pemprov. Selain bangunan atau sarana fisik lain, pengalihfungsian ini juga merembet status PNS gurunya.

"Pengalihfungsian aset saja tidak sebentar. Apalagi pengalihan status gurunya," tutur Musliar.

Dia mengatakan, persoalan teknis RSBI pasca putusan MK akan terjawab dari panduan teknis yang akan dilansir Kemendikbud. Panduan teknis ini tertuang dalam surat edaran (SE) Mendikbud. "Ini drafnya sudah jadi. Tetapi saya harus laporkan dulu ke Pak Menteri," pungkasnya.

Kebijakan Kemendikbud yang tetap menghalalkan pungutan di RSBI ini direspon negatif oleh ICW selaku unsur penggungat RSBI di MK. Peneliti ICW Febri Hendri mengatakan, Kemendikbud terlalu khawatir belebihan soal penghapusan RSBI ini.

"Buktinya mereka masih menghalalkan pungutan di sekolah bekas RSBI. Dalihnya supaya proses pembelajaran tetap berlangsung," tandasnya.

Febri mengatakan, sejatinya sekolah RSBI itu rumus pendiriannya adalah sekolah standar nasional (SSN) plus kurikulum internasional. "Yang diharamkan MK kan kurikulum internasionalnya, SSN-nya tidak," katanya. Jadi meskipun kurikulum internasional di sekolah bekas RSBI dihapus, sekolah itu tetap jalan karena masih berstandar SSN. Kualitas pendidikan di sekolah berstandar SSN ini tidak terlalu jelek.

Menurut Febri, penghapusan kurikulum internasional di sekolah bekas RSBI juga bisa menekan cost sekolah. Sehingga sekolah tidak perlu menarik biaya lagi dari masyarakat. Baik itu melalui pungutan SPP atau sejenisnya. (wan)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ijazah - Rapor yang Hilang Akan Diganti

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler