Kemendikbud Lirik Gerakan Warga NU

Mendirikan Sekolah untuk Anak TKI di Arab Saudi

Sabtu, 27 Oktober 2012 – 08:20 WIB
JAKARTA - Akses pendidikan anak-anak tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri memang masih kecil. Terlebih jika hanya mengandalkan sekolah-sekolah formal yang didirkan pemerintah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengapresiasi sejumlah kalangan yang mendirikan sekolah untuk anak TKI.

Diantara pendirian sekolah oleh masyarakat Indonesia yang membuat Kemendikbud adalah yang dijalankan oleh komunitas warga Nahdlatul Ulama (NU) di Arab Saudi. Setelah berjalan sekitar dua tahun, jumlah sekolah yang didirkan oleh warga NU ini berjumlah dua unit yang terletak di Jeddah dan Makkah. Dari dua unit sekolah ini, diperkirakan menampung anak para TKI hingga seribu siswa.

Keberadaan dua unit sekolah yang didirikan komunitas warga NU ini, melengkapi jumlah sekolah Indonesia di Arab Saudi menjadi tiga unit. Sebelumnya pemerintah Indonesia sudah mendirikan sekolah serupa di kawasan Riyadh. Diperkirakan jumlah anak TKI yang harus disekolahkan mencapai 2.000 jiwa lebih.

Staf Ahli Mendikbud Bidang Kerjasama Internasional Kacung Marijan kemarin menuturkan, sekolah-sekolah swasta yang didirikan masyarakat Indonesia di luar negeri ini mempunyai hak untuk dilayani pemerintah Indonesia layaknya sekolah serupa di tanah air.

"Sekolah-sekolah masyarakat di luar negeri ini juga meneriam dana BOS dan bantuan-bantuan lain. Seperti komputer dan laboratorium," ujar guru besar Universitas Airlangga (Unair) itu. Dengan perhatian yang besar ini, Kacung berharap lebih banyak lagi sekolah-sekolah khusus untuk anak-anak TKI di luar negeri yang dibangun oleh masyarakat.

Pejabat yang sehari-hari tinggal di mess Kemendikbud itu menuturkan, pihaknya sedang menggodok surat keputusan bersama (SKB) sejumlah menteri untuk membantu pendirian sekolah oleh masyarakat Indonesia di luar negeri. Diantara ini dari SKB ini, nantinya delegasi Indonesia di luar negeri akan membantu pengurusan segala macam perizinan pendirian sekolah.

Khusus untuk di Arab Saudi, Kacung mengatakan ada aturan baku untuk pendirian sekolah oleh masyarakat negara lain. Termasuk juga oleh warga Indonesia yang ada di sana.

Aturan baku itu adalah, sekolah yang didirikan warga luar negeri harus menginduk ke sekolah milik pemerintah Arab Saudi. Pada prakteknya, sekolah yang didirikan warga Indonesia ini tidak hanya menginduk ke sekolah milik Arab Saudi. "Tetapi dalam proses menginduk ini, pemerintah Arab Saudi juga meminta fee. Tidak bisa ujug-ujug mendiirkan," ujar Kacung. Sayang dia tidak tahu pasti besaran upeti tersebut.

Permintaan upeti ini terkadang membuat niat warga Indonesia di Arab Saudi untuk membangun sekolah khusus untuk anak-anak TKI di situ luntur. Dengan terbitnya SKB yang bakal diteken Mendikbud, Menteri Luar Negeri (Menlu), dan Menteri Keuangan (Menkeu) itu, diharapkan kewajiban membayar fee tadi bisa ditalangi pemerintah.

Kacung lantas mennjelaskan soal sekolah Indonesia yang paling berkembang di luar negeri. Diantaranya adalah di kawasan Yangon, Myanmar. Kacung menjelaskan jika 80 persen siswa di sekolah ini dihuni siswa non-WNI. Seperti anak-anak diplomat dari sejumlah negara sahabat Myanmar.

"Anak WNI di sekolah ini memang sedikit. Karena TKI atau WNI di sana sedikit," kata dia. Di sekolah ini, siswa-siswa yang berkebangsaan non Indonesia itu juga diajari bahasa Indonesia. Rencananya sekolah ini membuka cabang baru. Lokasinya mengikuti rencana pemerintah setempat memindahkan ibukota negara keluar dari Yangon. (wan)




BACA ARTIKEL LAINNYA... Sulap Barang Bekas Jadi Media Pembelajaran

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler