Kemendikbudristek Serahkan Beasiswa Kepada Anak Korban Pelanggaran HAM Berat di Aceh

Rabu, 28 Juni 2023 – 09:00 WIB
Presiden Joko Widodo saat meresmikan peluncuran program yang ditujukan bagi 12 lokasi peristiwa pelanggaran HAM berat di Indonesia yang dipusatkan di Kabupaten Pidie, Aceh, Selasa (27/6). Foto: Dokumentasi Kemendikbudristek

jpnn.com, PIDIE - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyerahkan beasiswa pendidikan kepada anak korban pelanggaran HAM berat di Aceh.

Hal ini sesuai mandat Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat di Indonesia dengan menyediakan beasiswa pendidikan bagi korban dan keluarga korban.

BACA JUGA: Ada Surat Kemendikbudristek yang Isinya Bisa Bikin P1 Tanpa Formasi PPPK Senang, tetapi

Presiden Jokowi melakukan peluncuran program yang ditujukan bagi 12 lokasi peristiwa pelanggaran HAM berat di Indonesia yang dipusatkan di Kabupaten Pidie, Aceh, Selasa (27/6).

Presiden Jokowi dalam sambutannya menyampaikan sejak Januari lalu pemerintah memutuskan untuk menempuh penyelesaian non-yudisial yang fokus pada pemulihan hak-hak korban tanpa menegasikan mekanisme yudisial.

BACA JUGA: 2 Hari Lagi Pendaftaran Beasiswa Kuliah di Luar Negeri untuk Mahasiswa Keagamaan Dibuka

Keputusan tersebut tertuang pada Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat.

Dalam Inpres 2/2023 terdapat 19 kementerian dan lembaga yang terlibat.

Khusus Kemendikbudristek berperan untuk menyediakan beasiswa pendidikan bagi korban dan keluarga korban.

“Hari ini kita bersyukur, alhamdulillah, mulai direalisasikan pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM yang berat di 12 peristiwa sekaligus menandai komitmen bersama untuk melakukan upaya-upaya pencegahan agar hal serupa tidak terjadi di masa yang akan datang,” kata Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi mendapat laporan dari Menkopolhukam Mahfud MD bahwa korban dan keluarga korban di Aceh telah mulai mendapatkan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan kerja, jaminan hak untuk kesehatan, jaminan keluarga harapan, dan perbaikan tempat tinggal, dan pembangunan fasilitas lainnya.

Menyikapi amanat presiden khususnya di bidang pendidikan, Kepala Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (PPLP) Kemendikbudristek, Abdul Kahar mengatakan bahwa di tahap awal ini terdapat sembilan anak yang mendapatkan beasiswa pendidikan.

Kesembilan anak tersebut hasil identifikasi dan verifikasi data yang bersumber dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

“Data awalnya ada 77 nama yang kemudian kami lakukan penelusuran melalui Data Pokok Pendidikan (Dapodik)," ungkap Abdul Kahar usai peluncuran program.

Hasilnya, lanjut Kahar, diketahui 53 orang merupakan anak usia sekolah dan 19 diantaranya terdata aktif di Dapodik.

Kemudian ditelusuri kembali dan ternyata tujuh orang sudah masuk dalam Program Indonesia Pintar (PIP), sedangkan sembilan lainnya belum mendapat PIP dan ada di dalam sekolah.

"Sembilan orang itulah yang kami tetapkan untuk mendapat beasiswa di tahap pertama,” terangnya.

Adapun beasiswa dan perangkat sekolah telah diberikan secara langsung kepada 9 anak korban pelanggaran HAM berat sehari sebelum peluncuran, Senin (26/6), di Pendopo Kabupaten Pidie.

Disaksikan Bupati Pidie beserta pemangku kepentingan pendidikan, beasiswa tersebut diterima oleh anak-anak korban dalam bentuk buku tabungan dan perangkat sekolah.

Abdul Kahar menyebutkan tiga tugas pokok bagi Kemendikbudristek dalam penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat di Indonesia.

Pertama, menyediakan beasiswa bagi anak korban.

Kedua, menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan.

Ketiga menyiapkan sarana dan prasarana untuk bidang kebudayaan.

Dalam kasus pelanggaran HAM berat, kata Kahar, tentunya banyak masyarakat yang merasa berhak mendapat perhatian dari pemerintah.

Namun demikian, ada kriteria yang perlu diperhatikan terutama bagi Kemendikbudristek dalam pemberian beasiswa pendidikan.

“Kami terus berkoordinasi dengan dinas pendidikan daerah untuk memastikan anak-anak korban ini mendapatkan haknya di bidang pendidikan,” tegasnya.

Selanjutnya, Kahar juga mengatakan bahwa Kemendikbudristek terus berupaya agar anak-anak korban yang masih berusia sekolah, tetapi tidak bersekolah atau drop out (DO) dapat kembali ke sekolah.

Jika anak tersebut sudah lulus di satu jenjang pendidikan, lanjut Kahar menjelaskan, akan dipastikan untuk bisa meneruskan kembali ke jenjang pendidikan selanjutnya.

“Bagi yang sudah tidak usia sekolah atau tidak mau kembali sekolah, maka yang bisa kami lakukan adalah mengoordinasikannya ke pendidikan nonformal atau bahkan kementerian dan lembaga lain dengan program yang berbeda,” jelasnya.

Dalam program penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat ini terdapat 19 kementerian dan lembaga yang terlibat, yaitu Kemenlu, Kemendagri, Kemenkopolhukam, Kemenko PMK, Kemendikbudristek, Kemenkeu, Kementan, Kemenkes, Kemensos, Kemenag, Kementerian PUPR, Kemnaker, Kemenkumham, Kementerian BUMN, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kejaksaan Agung, TNI, dan Polri. (mrk/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler