Kemendikbudristek Terbitkan PPKSP untuk Mewujudkan Lingkungan Pendidikan yang Aman & Nyaman

Minggu, 13 Oktober 2024 – 15:17 WIB
Kemendikbudristek menerbitkan Permendikbudristek Nomor 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP). Foto: Kemendikbudristek

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menerbitkan Permendikbudristek Nomor 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP).

Regulasi itu menjadi landasan penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan inklusif bagi semua.

BACA JUGA: Kemendikbudristek Libatkan 10 Politeknik & SMK di TEI 2024

Salah satu aspek krusial dari Permendikbudristek PPKSP adalah pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di masing-masing satuan pendidikan.

Sejak peluncuran regulasi ini pada 8 Agustus 2023, tercatat saat ini (10/10) sebanyak 404.956 satuan pendidikan (93,71%) telah membentuk TPPK.

BACA JUGA: Kemendikbudristek Luncurkan 2 Buku Panduan Terbaru, Penting untuk Pendidikan Tinggi

Selain itu, pemerintah daerah juga berperan aktif dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) PPKSP, di mana 27 satgas provinsi (71,05%) dan 441 satgas kabupaten/kota (85,79%) telah terbentuk.

"Pembentukan TPPK dan Satgas menjadi langkah awal yang sangat baik dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan," kata dia Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek, Suharti.

BACA JUGA: Kemendikbudristek Bawa 72 Looks Busana pada JMFW 2025

Pembentukan Satgas PPKSP oleh Pemda dan Tim PPKSP oleh satuan pendidikan memastikan adanya respons cepat dalam penanganan insiden kekerasan yang mungkin terjadi.

Peran efektif seluruh ekosistem pendidikan dalam pencegahan dan penanganan kekerasan sangat penting untuk mewujudkan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan inklusif.

Sri Lestari, Kepala Sekolah SMPN 1 Bintan Kepulauan Riau berbagi praktik baik keterlibatan komunikasi sebaya melalui kampanye dan aksi nyata PPKSP.

“Dampaknya besar, yaitu keterbukaan dan keberanian untuk menyampaikan informasi berkaitan kekerasan. Prinsip tutor sebaya dalam menginformasikan suatu pembelajaran mampu memberikan kenyamanan dan pemahaman yang cepat kepada siswa,” ungkapnya.

Namun, pembentukan TPPK dan Satgas PPKSP saja tidak cukup.

Penguatan kapasitas semua pihak yang terlibat menjadi kunci penting dalam implementasi satuan pendidikan yang bebas kekerasan.

Melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM), para pendidik berbagai modul terkait pencegahan kekerasan, termasuk di dalamnya pencegahan perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi telah disediakan dan diakses oleh sekitar 1 juta guru untuk pembelajaran mandiri.

Sejak 2023, Kemendikbudristek melibatkan fasilitator nasional dan fasilitator daerah dari berbagai latar belakang untuk melakukan pelatihan menggunakan modul pencegahan dan penanganan kekerasan.

Pelatihan diselenggarakan bersama dengan Dinas Pendidikan dan berbagai organisasi/komunitas yang berkaitan dengan perlindungan anak.

Selanjutnya, pada 2024 Kemendikbduristek melaksanakan peningkatan kapasitas modul penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan untuk Satuan Tugas dan perwakilan TPPK dari seluruh wilayah di Indonesia dengan melibatkan UPT Kemendikbudristek, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), serta jaringan masyarakat sipil di bidang perlindungan anak dan kebinekaan sebagai fasilitator.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Rante Hattani, menyampaikan bahwa kebijakan PPKSP tidak hanya sekadar membentuk TPPK ataupun satgas, tetapi hingga terlihatnya perubahan paradigma yang nyata di lingkungan Pemda atau sekolah.

“Melihat ke belakang sebelum adanya kebijakan PPKSP, iklim Keamanan Sekolah di Rapor Pendidikan daerah kami memang dalam kategori waspada. Tapi semangat kami terbayar dengan terlaksananya kebijakan PPKSP dan dukungan tata kelola yang baik, dengan terlihatnya perubahan paradigma yang nyata di lingkungan Pemda atau sekolah,” ujar Rante.

Kemendikbudristek telah menjalin kerja sama implementasi Permendikbudristek PPKSP bersama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Kementerian Sosial (Kemensos), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), serta Komisi Nasional Disabilitas (Komnas Disabilitas).

Sehingga program pencegahan dan penanganan kekerasan dapat dilaksanakan secara komprehensif untuk menciptakan suasana belajar yang inklusif, berkebinekaan, dan aman, demi mendukung pembelajaran yang optimal.

Berkolaborasi dengan UNICEF, Kemendikbduristek menyelenggarakan program anti perundungan “Roots” yang dilaksanakan sejak 2021.

Program yang menyasar guru dan siswa SMP, SMA, dan SMK ini memberikan keterampilan mengidentifikasi, mencegah, dan menangani kekerasan di lingkungan pendidikan.

Hingga 2024, program ini telah menjangkau lebih dari 33.777 satuan pendidikan di 509 kabupaten/kota di 38 provinsi.

Survei situasi perundungan yang berlangsung melalui media U-Report dari UNICEF pada tahun 2022 menunjukkan bahwa 42% peserta didik menyatakan program Roots memberikan perubahan positif bagi lingkungan sekolahnya.

Selain itu, 32% peserta didik merasa bahwa perundungan telah berkurang setelah adanya intervensi program Roots.

Masayu Mutia Maharani Mufti, salah satu siswa yang menjadi Agen Perubahan Roots dari Banten, menceritakan pengalamannya melihat dampak penerapan program ini di sekolahnya.

“Setelah mengikuti program Roots, saya sadar untuk menangani dan mencegah kekerasan di dalam sekolah harus dilakukan bersama dengan teman-teman yang lain. Dengan saling membantu, hasil yang didapatkan akan lebih efektif. Saya juga sadar bahwa murid yang melanggar peraturan sekolah atau menjadi pelaku bullying juga layak diberi arahan untuk menjadi lebih baik lagi,” ujarnya.

Menyadari pentingnya pendidikan yang aman, Kemendikbudristek juga menyediakan jalur pengaduan yang mudah diakses melalui kemdikbud.lapor.go.id.

Kanal ini memungkinkan siswa, orang tua, dan masyarakat untuk melaporkan tindakan kekerasan yang terjadi di sekolah.

Kemendikbudristek juga telah menyediakan Portal PPKSP untuk menyediakan berbagai konten edukasi, termasuk video dan poster pencegahan kekerasan, yang dapat digunakan dalam pembelajaran di kelas.

Kepala Pusat Penguatan Karakter (Kapuspeka), Rusprita Putri Utami, menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam implementasi Program Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP).

Dia menyampaikan bahwa program ini tidak dapat berjalan optimal tanpa dukungan seluruh pihak terkait.

"Dalam upaya ini, kami tentunya tidak bisa bergerak sendiri. Kami selalu berpegang pada filosofi Ki Hajar Dewantara yang menekankan pentingnya Tri Pusat Pendidikan dalam membentuk karakter anak-anak kita," jelas Rusprita.

Lebih lanjut, Kapuspeka menambahkan sekolah, keluarga, dan masyarakat adalah tiga elemen penting yang harus berjalan beriringan.

Oleh karena itu, semua di sini, baik sebagai pendidik, orang tua, maupun anggota masyarakat harus menjalankan peran masing-masing dalam mencegah dan menangani kekerasan di lingkungan satuan pendidikan, jika kita mau memastikan anak-anak kita mendapatkan pendidikan yang aman dan berkualitas.

Melalui berbagai inisiatif ini, Kemendikbudristek berkomitmen untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan mendukung perkembangan siswa secara optimal.

Dengan kolaborasi semua pihak, diharapkan kasus kekerasan di satuan pendidikan dapat diminimalkan, dan setiap siswa dapat belajar dalam suasana yang nyaman dan aman. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bersama Kemendikbudristek & KemenPPPA, Tanoto Foundation Dorong Kemandirian Anak Sejak Dini


Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Dedi Sofian, JPNN.com

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler