jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Perhubungan mendukung maskapai penerbangan low cost carrier atau LCC seperti Lion Air dan Citilink menerapkan kebijakan bagasi berbayar. Hal itu bahkan dianggap sebagai upaya mendisiplinkan masyarakat dalam bepergian secara efisien dan efektif.
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub Hengki Angkasawan mengatakan, pihak maskapai memang diberikan waktu dua minggu sejak 8 Januari untuk menyosialisasikan pemberlakuan pungutan biaya bagasi tersebut.
BACA JUGA: Mulai Hari Ini Citilink Hapus Bagasi Gratis
Tujuannya menurut Hengki, supaya infrastrukturnya di bandara, penumpang, maupun biro perjalanan benar-benar siap dengan sistem itu. Dari segi aturan, kebijakan maskapai yang masuk kategori LCC itu sudah mengacu pada peraturan menteri perhubungan.
Pihak Lion pun menurutnya sudah menyerahkan perubahan standar operasional prosedur (SOP) mereka ke Kemenhub. Perubahannya dari tadinya barang bagasi tercatat itu gratis, sekarang dilakukan pungutan disesuaikan dengan Permenhub.
"Jadi itu diperkenankan di pertaruran menteri. Karena dia LCC, itu bisa. Kalau yang full sama medium kan paket. Di internasional pun itu diberlakukan. Kalau kita ke Singapura naik Air Asia, bagasinya dikenai tarif sama mereka. Itu biasa di dunia penerbangan," kata Hengki menjawab JPNN, Jumat malam (11/01/2019).
Hal itu disampaikan dia sebagai jawaban atas protes masyarakat, termasuk dari YLKI yang curiga pemberlakuan bagasi berbayar sebagai kenaikan ongkos maskapai secara terselubung, bahkan berpotensi melanggar hak konsumen maupun tarif batas atas dan batas bawah.
Dikatakan Hengki, kebijakan bagasi berbayar itu bagi Kemenhub juga mengedukasi masyarakat kalau bepergian itu jangan membawa barang terlalu banyak. Bawaan seberat 7 kg menurutnya cukup untuk perjalanan dalam negeri.
Persoalannya, masyarakat harus mengubah kebiasaan membawa bagasi terlalu banyak. Sebab, untuk maskapai LCC, ha itu membuat pelayanan penerbangan menjadi terhambat. Dampaknya terhadap ontime performance mereka tidak tercapai.
"Jadi bagi kami, pemerintah, itu mendisiplinkan masyarakat juga juga bagian dari bagaimana pelayanan itu dapat dilakukan dengan baik. Kalau tidak mau repot dengan urusan bayar membayar ya secukupnya saja," terangnya.
Hengki berharap masyarakat mulai belajar memahami bahwa dalam transportasi itu sasarannya hanya dua, safety dan kecepatan. Kalau mau membawa barang dalam jumlah banyak, masyarakat bisa memilih moda laut atau darat yang bisa mengangkut barang berkoli-koli.
"Kalau kita bawa barang banyak naik pesawat, itu akan mengorbankan yang lain, kecepatan. Anda kan enggak mau nunggu pintu pesawat tutup karena masih ada over loading barang di bawah. Itu kan mengganggu pelayanan," jelasnya.
Dari sisi pelayanan, kelebihan bagasi tidak hanya membuat lambat, tapi juga maskapai harus menbayar denda atas kelebihan waktu loading-nya di bandara. Belum lagi terjadi delay yang dampaknya berantai ke penerbangan daerah lain.
BACA JUGA: Mulai Hari Ini Citilink Hapus Bagasi Gratis
Hengki memastikan penerapan bagasi berbayar oleh maskapai kategori LCC, tujuannya bukan mencari keuntungan. Sebab, komponen tarif berbeda dengan bagasi berbayar.
"Komponen tarif itu beda dan ada regulasinya. Tarif batas atas batas bawah dia enggak langgar. Kalau pengenaan itu satu untuk mendisplinkan masyarakat. Kedua untuk mempercepat pelayanan mereka, intinya agar efisien efektif," tandasnya, menutup penjelasan terkait polemik bagasi berbayar.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam