jpnn.com, JAKARTA - Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes Kartini Rustandi mengatakan pihaknya tengah menyiapkan enam strategi transformasi kesehatan.
Kartini membeberkan transformasi kesehatan itu meliputi, pertama layanan primer yang akan membuat pelayanan bersifat promotif dan preventif.
BACA JUGA: WHO Rekomendasikan Alat Tes Mandiri Covid-19, Begini Kata Kemenkes
Kedua, transformasi layanan sekunder, yaitu rujukan rumah sakit.
Ketiga, terkait aturan dalam pembiayaan kesehatan, mengingat tren dari segi usia semakin berubah dengan meningkatnya usia muda daripada usia lansia.
BACA JUGA: Kemenkes Segera Keluarkan Jurus untuk Skrining TBC Besar-besaran
Lalu, terkait transformasi sumber daya manusia (SDM) yang difokuskan pada peningkatan kualitas dan pemerataan jumlah nakes di daerah.
"Terakhir ialah transformasi teknologi kesehatan yang dibagi menjadi dua yaitu transformasi informasi kesehatan dan transformasi teknologi kesehatan,” kata Kartini saat menjadi penganggap dalam webinar berkonsep Ruang Bincang dengan tema “Peningkatan Kualitas, Inklusivitas, dan Resiliensi Layanan Kesehatan Indonesia, Rabu (23/3).
BACA JUGA: Kemenkes Ungkap Jumlah Kasus Subvarian Omicron BA2 di Indonesia
Di sisi lain, Peneliti Article 33 Indonesia Yusuf Faisal Martak menyoroti mobilitas dan aksesibilitas bagi layanan kesehatan penyandang disabilitas.
Menurutnya, penyandang disabilitas adalah kelompok paling terdampak ketimpangan pelayanan kesehatan saat pandemi Covid-19.
Sebab, kata Yusuf, adanya ketimpangan keberadaan tenaga kesehatan. Di samping itu, belum ada standard operating procedure (SOP) pelayanan kesehatan disabilitas.
"Tidak tersedianya data valid terkait jumlah penyandang disabilitas adalah permasalahan akses dan kualitas pelayanan kesehatan bagi penyandang disabilitas di masa pandemi ini,” ucap Yusuf.
Peneliti Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Universitas Gadjah Mada (PKMK UGM), M. Faozi Kurniawan menyarankan adanya penelitian, kajian, diskusi publik, hingga publikasi jaminan Kesehatan nasional (JKN) dan Sistem Kesehatan yang secara berkala.
Hal itu untuk menjamin kualitas JKN bagi kelompok masyarakat miskin dan marginal, serta mendorong perubahan struktural untuk meningkatkan jangkauan layanan yang lebih inklusif dan merata.
"Perlu dilakukan untuk melakukan kontrol untuk kualitas dan mengukur dampak JKN dan Sistem Kesehatan,” ujar Faozi.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia