Kemenkeu Perketat Pengawasan OTA Asing yang Tidak Bayar Pajak

Selasa, 19 Maret 2024 – 00:30 WIB
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti menjelaskan pihaknya telah menunjuk OTA asing yang telah memenuhi kriteria untuk pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Foto dok. Kemenkeu

jpnn.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus melakukan pengawasan terhadap online travel agent (OTA) yang belum membayar pajak. 

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti menjelaskan pihaknya telah menunjuk OTA asing yang memenuhi kriteria untuk pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

BACA JUGA: Kemenkeu Bicara soal Insentif Pajak Kendaraan Listrik, Silakan Disimak Kalimatnya

"Sampai dengan saat ini, DJP telah menunjuk beberapa OTA asing sebagai pemungut PPN PMSE, antara lain Booking.com, Hotels.com dan Travelscape," ungkap dia dalam keterangan resminya, Senin (18/3). 

Dia menjelaskan Permenkeu Nomor 60 Tahun 2022 telah mengatur pelaku usaha yang ditunjuk sebagai pemungut wajib untuk menarik pajak atas produk digital luar negeri yang dijual di Indonesia.

BACA JUGA: Kenaikan Tukin ASN Berlaku Tahun Ini, KemenPAN-RB Sudah Setuju, Surati Kemenkeu

Bukti pemungutan dapat berupa commercial invoice, billing, order receipt atau dokumen lainnya yang menyebutkan pemungutan PPN dan telah dibayar.

"DJP akan terus melakukan pengawasan dan secara berkala menunjuk pelaku usaha ekonomi digital yang sudah memenuhi kriteria sebagai pemungut PPN PMSE," ucapnya. 

BACA JUGA: Puluhan Travel Agent India Bakal Sambangi Batam Usai Lebaran

Sementara, untuk aspek pajak penghasilan (PPh), Dwi menuturkan pihaknya masih menunggu perkembangan dari penerapan Pilar 1 Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

Adapun Pilar 1 OECD merupakan usulan solusi dari OECD/G20 untuk menjamin hak pemajakan dan basis pajak yang lebih adil dalam konteks ekonomi digital.

"Seluruh negara yang berkomitmen terhadap pilar tersebut bersedia untuk menunda penerapan PPh atas penyediaan barang digital dan jasa digital," ucap dia.

Diketahui, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan akan melakukan pemblokiran terhadap 6 OTA asing yang belum mendaftarkan layanannya sebagai PSE.

Dengan tidak terdaftar, mereka tidak membayar pajak atau membebankannya kepada hotel.

Pemerintah pun memberikan waktu 10 hari kerja terhitung Kamis (14/3) kepada 6 OTA tersebut.

Adapun 3 aplikasi telah mendaftar, yaitu Airbnb, Booking.com dan Agoda. Sementara, 3 lainnya masih belum mendaftar, yaitu Klook, Trivago dan Expedia.

"10 hari kerja tidak terdaftar BKPM, saya blokir. Tentu kita blokir dan tidak ada keraguan sedikitpun di Kementerian Kominfo," ungkapnya, Jumat (15/3).

Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) 2024 di Batam,  Ketua PHRI Haryadi Sukamdani pun telah meminta pemerintah menindak tegas OTA asing yang tidak mengikuti aturan perpajakan di Indonesia dan merugikan industri pariwisata tanah air, dengan tujuan untuk melindungi OTA lokal dan konsumen.

"Kalau lokal itu perhitungan pajak PPh sudah langsung dilakukan sinkronisasi, atas pembayaran komisi OTA sudah dimasukkan pajaknya," ujar Ketua PHRI Haryadi Sukamdani di Batam, Kamis (22/2).

Peningkatan penetrasi pasar OTA diproyeksikan mencapai 45 persen di Indonesia dan akan menyentuh angka Rp12 miliar total pasar pariwisata pada 2025. 

Namun, Haryadi menyebutkan jarak antara peningkatan valuasi OTA dengan pemasukan hotel di Tanah Air diperkirakan menghambat target tersebut. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kanomas Dipercaya jadi Travel Agent Saudi Airlines


Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler