jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkoinfo) hingga Senin (29/3) pukul 10.00 WIB, menemukan 134 konten yang tidak layak disebarkan di media sosial mengenai peristiwa ledakan bom di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3) kemarin.
Juru Bicara Kemenkominfo Dedy Permadi menyatakan, kementerian melakukan patroli siber untuk menelusuri hal yang terkait dengan peristiwa tersebut.
BACA JUGA: Gus Jazil: Aksi Bom Bunuh Diri Bertentangan dengan Agama dan KemanusiaanÂ
Seperti diketahui, marak beredar konten kekerasan hingga potongan tubuh.
"Dengan rincian sebagai berikut, konten di Facebook 34, di Instagram 21, di Twitter 59, dan di Youtube 20. Total 134 konten," kata dalam keterangan persnya, Senin ini.
BACA JUGA: Aksi Bom Bunuh Diri di Gereja Katedral Makassar, Begini Reaksi SBN, Tegas!
Menurut Dedy, pihaknya telah meminta kepada platform memblokir akses menuju konten tidak layak tentang ledakan bom di Gereja Katedral Makassar.
"Kami kembali menghimbau kepada masyarakat untuk tidak menyebarluaskan konten seperti tersebut di atas (mengandung kekerasan dan potongan tubuh, red) dan bersama-sama menangkal paham radikalisme-terorisme baik di ruang fisik maupun ruang digital," ungkap dia.
Sementara itu, Kepala Divisi Pengawasan, Monitoring, dan Evaluasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra menyoroti informasi yang berseliweran di media sosial terkait pasca-ledakan bom di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan.
Menurut Jasra, sering kali ditemukan unggahan video dan foto terkait peristiwa bom Makassar tidak layak bagi anak.
Dia pun mengingatkan kepada orang tua agar menghindarkan anak dari informasi yang tidak layak. Terlebih, lanjut dia, tren sekarang ini seorang anak memiliki lebih dari satu akun media sosial.
"Untuk itu sejak dini Undang-Undang Perlindungan Anak mengingatkan bahwa dalam situasi seperti ini, anak tidak boleh dibiarkan tanpa perlindungan," ujar Jasra dalam keterangan persnya, Minggu (28/3). (ast/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan