jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengajak marketplace untuk ikut memberantas penjualan barang bajakan.
Staf Ahli Menteri Bidang Reformasi Birokrasi dan Regulasi Kemenparekraf Ari Juliano Gema mengatakan, penyelenggara marketplace pada dasarnya bisa membuat sistem penapisan.
BACA JUGA: Dorce Gamalama Ingin Dimakamkan Secara Perempuan, Gus Miftah: Kodratnya Dia Laki-laki
Sehingga dapat menyaring barang yang diperdagangkan dan mencegah penjualan barang bajakan atau pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI), yang diperdagangkan di platform digital.
"Saat ini, Kemenparekraf bersama dengan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) telah melakukan upaya mencegah penjualan buku bajakan di platform digital, dengan mengajak penyelenggara marketplace untuk membuat sistem penapisan agar tidak menimbulkan kerugian bagi konsumen dan penerbit buku," tutur Ari, Selasa (25/1.
BACA JUGA: XL Axiata Caplok Saham Link Net
Kemenparekraf telah memfasilitasi penandatanganan nota kesepahaman antara IKAPI dengan Tokopedia beberapa waktu lalu dalam upaya mencegah penjualan buku bajakan di Tokopedia.
"Pemerintah melalui aparat penegak hukum terus melakukan penindakan terhadap penjualan barang bajakan apabila ada pengaduan dari pemegang HKI," tutur Ari.
BACA JUGA: SiCepat Ekspres Resmikan Program Bina Desa Konservasi Lahan Kritis di Cibiru
Ari juga mengajak seluruh pelaku usaha di dalam negeri untuk melakukan pendaftaran HKI untuk merek, desain industri, dan paten karyanya.
"Ini penting untuk melindungi produk dari peniruan oleh kompetitor, sehingga dapat memberikan nilai tambah kepada produknya," ucapnya.
Senada dengan Kemenparekraf, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) mendukung upaya pemerintah menghentikan peredaran barang palsu dan bajakan yang selama ini beredar di pasaran.
Komitmen tersebut tertuang melalui perjanjian kerja sama dalam mendukung kebijakan perlindungan hukum atas kekayaan intelektual.
Terdapat lima e-commerce yang melakukan kerja sama ini yakni Tokopedia, Bukalapak, Lazada, Blibli.com dan Shopee.
Menurut data yang dilansir Mahkamah Agung, pelanggaran HKI masih marak terjadi di Indonesia. MA mencatat 126.675 kasus sengketa merek pelanggaran terkait HKI sepanjang 2020.
Hal ini membuat Indonesia masih berada dalam Priority Watch List, yang dikeluarkan oleh United States Trade Representative (USTR).
Status ini sangat berdampak secara nasional, bahkan global.
Secara nasional, Indonesia akan mengalami kesulitan dalam mendapatkan investor, serta secara global dampaknya Indonesia akan selalu dicap sebagai tempat peredaran barang palsu.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy