jpnn.com, JAKARTA - Industri manufaktur Indonesia mengalami tren negatif pada tahun lalu.
Industri menurun hingga 4,4 persen. Padahal, pertumbuhan industri manufaktur pada 2015 sempat mencapai 5,5 persen.
BACA JUGA: Permintaan Tinggi, Global Pertama Tambah 50 Kondotel
Kontribusi manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) relatif stagnan, yaitu sekitar 18 persen pada periode 2011–2016.
Menurut Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono, pelemahan sektor manufaktur disebabkan kecilnya peran industri kimia domestik dalam rantai pasokan.
BACA JUGA: GAPKI Keluhkan Regulasi Baru Tentang Gambut
Akibatnya, sebanyak 90 persen bahan kimia untuk industri masih harus diimpor.
”Padahal, rata-rata bahan kimia yang diimpor memiliki nilai tambah yang cukup tinggi,” kata Sigit.
BACA JUGA: Cukai Industri Hasil Tembakau Hanya Rp 6,41 Triliun
Kondisi tersebut mengakibatkan utilitas industri Indonesia turun menjadi 50–60 persen.
Selain itu, sebanyak 55 persen produk Indonesia memiliki daya saing yang lemah jika dibandingkan dengan negara lainnya.
Produk nasional yang mempunyai daya saing tinggi masih terbatas pada komoditas primer.
”Padahal, nilai tambah komoditas primer rendah,” imbuh Sigit.
Karena itu, Kemenperin berupaya memperbaiki rantai industri dari hulu hingga hilir, terutama kualitas produk dan manajemen pemasaran.
”Kami akan memperkuat rantai pasokan agar bisa menjamin ketersediaan bahan baku,” sebut Sigit.
Salah satu upaya yang dilakukan Kemenperin adalah hilirisasi industri berbasis mineral nonlogam di Indonesia.
Produk hilirisasi mineral nonlogam yang saat ini berkembang adalah batuan tektonik yang diolah menjadi bleaching earth, bahan kimia aktif untuk pemurnian minyak kelapa sawit.
”Bleaching earth adalah komoditas yang penting. Sebab, Indonesia adalah produsen dan pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia,” ujarnya.
Kemenperin optimistis pertumbuhan industri akan lebih baik pada 2017.
Investasi di sektor IKTA bahkan ditargetkan mencapai Rp 115 triliun.
Di antaranya, dari PT Chandra Asri Petrochemical dan Lotte yang masing-masing telah menyuntikkan dana USD 5 miliar.
Beberapa industri semen dan serat rayon juga menginvestasikan dana yang cukup besar.
Pada tahun lalu, realisasi investasinya mencapai Rp 89 triliun. Angka tersebut lebih tinggi dari target Kemenperin yang hanya Rp 75 triliun. (pus/c24/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Industri Lesu, Produsen Pelumas Andalkan Otomotif
Redaktur & Reporter : Ragil