jpnn.com -
JAKARTA - Kementerian sosial diminta secara aktif berpartisipasi dalam menekan gerakan radikalisme, terorisme, dan ISIS di Indonesia. Pasalnya, banyak program kementerian sosial yang dinilai bersentuhan langsung dengan masyarakat, khususnya masyarakat miskin (people in need).
BACA JUGA: Asyiiik, Urus Perpanjangan SIM Tak Perlu ke Daerah Asal
Selain itu, kementerian sosial memiliki jaringan struktur yang baik sampai ke tingkat kecamatan dan desa, terutama karang taruna dan juga tagana.
"Banyak pandangan yang menyatakan salah satu faktor munculnya gerakan radikalisme, terorisme, dan ISIS adalah persoalan ekonomi. Dari sisi ini, kementerian sosial tentu bisa memainkan peran penting melalui program-program pemberdayaan dan perlindungan sosial," ujar Ketua Komisi VIII DPR, Saleh Partaonan Daulay, Jumat (20/3).
BACA JUGA: Ternyata Israel Ambil Untung dari ISIS
Menurut Daulay, Komisi VIII DPR sudah mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk program pemberdayaan dan perlindungan sosial. Dari alokasi anggaran Rp 8,1 triliun pada tahun 2014, disetujui untuk dinaikkan menjadi sebesar Rp 22,4 triliun.
"Anggaran sebesar itu tentu sangat bermanfaat jika betul-betul dapat diarahkan bagi pembinaan masyarakat miskin yang berpotensi direkrut oleh kelompok-kelompok garis keras," katanya.
BACA JUGA: Yasonna Belum Bisa Sahkan Agung Cs sebagai Pengurus Golkar
Diketahui, Kementerian sosial memiliki program-program perlindungan dan pemberdayaan masyarakat. Antara lain, Program Keluarga Harapan (PKH) di perkotaan dan pedesaan, Kartu Keluarga Sejahtera (KKS)), Kelompok Usaha Bersama (KUBe), Usaha Ekonomi Produktif Karang Taruna, dan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK).
"Menurut laporan kementerian sosial, program-program tersebut menyentuh jutaan orang rakyat miskin. Sekarang, bagaimana agar sasaran dan cakupan program itu bisa menyentuh kelompok-kelompok miskin agar tidak 'digarap' kelompok-kelompok radikal," katanya.
Menurut Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) ini, penanganan radikalisme, terorisme dan ISIS, tidak hanya diserahkan pada instansi tertentu seperti Kepolisian, BNPT, dan Kementerian Agama. Tetapi harus dikerjakan secara bersama-sama dan terpadu dengan seluruh kementerian/lembaga yang ada.
"Karena itu, kalau ada gerakan radikalisme, terorisme, dan ISIS tidak langsung menunjuk kementerian agama. Apalagi, akar-akar gerakan radikalisme, terorisme, dan ISIS itu bukan hanya persoalan pemahaman agama, tetapi juga karena faktor kesenjangan sosial," katanya.
Potensi lain yang dimiliki kementerian sosial yang perlu diberdayakan adalah ribuan orang tenaga pendamping lapangan yang bertugas membimbing masyarakat dalam mengelola bantuan sosial yang diberikan.
Program PKH dan KUBe menurut Daulay, memiliki para pendamping yang menerima honor resmi dari negara. Selain melakukan bimbingan, para pendamping ini tentu bisa diarahkan untuk ikut menyosialisasikan bahaya gerakan radikalisme, terorisme, dan ISIS di tengah masyarakat.
"Dalam hal ini, kementerian sosial tinggal membuat panduan terkait tema itu. Ketika bertemu dengan masyarakat, tentu tema ini bisa disampaikan. Agar lebih formal, kementerian sosial perlu membuat semacam surat edaran terkait tugas tambahan para pendamping tersebut," katanya.
Daulay mengemukakan pandangannya karena radikalisme, terorisme dan sekarang ISIS, merupakan ancaman sosial. Karena itu harus ditanggulangi secara arif. Salah satunya dengan program-program yang dimiliki kementerian sosial.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengisian Jabatan tak Boleh Terburu-buru
Redaktur : Tim Redaksi