jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) mengembangkan food estate di Kalimantan Tengah (Kalteng) pada lahan seluas 164.598 hektar (ha) untuk menjadikan Kalteng sebagai lumbung pangan di masa depan. Konsep pengembangan pangan ini akan mengintegrasikan antara tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan pada lahan yang sudah disediakan.
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Kuntoro Boga Andri menjelaskan program food estate merupakan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mempersiapkan Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) menjadi lumbung pangan dan program tersebut berbeda dengan rice estate.
BACA JUGA: Kementan Garap Hulu Hilir Pertanian
Pengembangan food estate ini melibatkan sinergi tiga kementerian yakni Kementan, Kementerian PURP dan Kementerian Pertahanan.
"Jadi, bicara Food Estate bukan cuma padi dan jagung saja. Kami buat konsep berbasis klaster. Jadi setiap wilayah harus dipetakan, kita klasterkan, ada klaster tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan di lahan yang sama. Jadi berbeda dengan rice estate yang komoditasnya hanya padi saja," ujar Kuntoro di Kantor Pusat Kementan, Jakarta, Kamis (25/6).
BACA JUGA: Kementan: Korporasi Berperan Dalam Pengembangan Food Estate di Kalteng
Pengembangan lahan food estate di Kalteng terdiri dari lahan intensifikasi seluas 85.456 ha dan lahan ekstensifikasi seluas 79.142 ha. Dimulai pada 2020 dengan pengembangan lahan intensifikasi seluas 30 ribu ha sbagai model percontohan food estate modern berbasis korporasi petani.
"Pengembangan ini dilakukan di kabupaten Kapuas seluas 20 ribu hektar dan di kabupaten Pulang Pisau seluas 10 ribu ha," kata Kuntoro.
BACA JUGA: Mentan SYL Berkomitmen Menjaga Target Produksi
Lebih lanjut, Kuntoro menegaskan bahwa pengembangan lahan food estate tersebut bukan membuka kembali lahan eks pengembangan lahan gambut (PLG), tapi mengoptimalkan pemanfaatan lahan exsisting eks PLG dan non eks PLG untuk pangan.
Lahan ini merupakan lahan rawa yang meliputi rawa pasang surut dan lebak dimana lahan tersebut mengandung dominan tanah mineral dibanding tanah gambut. Gambut yang ada umumnya gambut dangkal-sedang (kurang dr 1 m). Dengan pengelolaan lahan ini secara modern, produktivitas padi pada lokasi ini bisa mencapai 4-5 ton/ha.
"Bagian selatan Pulang Pisau dan Kapuas umumnya lahan lahan pasang surut tipe A atau lahan yang selalu tergenang sehingga dengan water manajemen yang tepat lahan ini bisa dimanfaatkan optimal dan tidak mengganggu jadwal tanam," cetusnya.
Terkait sinergi tiga kementerian, Kuntoro menjelaskan Kementan tetap sebagai penanggung jawab penuh pada aspek budidaya dari pra hingga pascapanen dalam rangka peningkatan produksi, baik secara kuantitas maupun kualitas bila perlu hingga bisa diekspor.
Sementara Kementerian PUPR berperan atau mendukung dalam pembangunan irigasi primer dan sekunder, namun irigasi tersier menjadi tugas Kementan.
"Adapun keterlibatan Kementerian Pertahanan berperan dalam mengerahkan personil TNI. Keterlibatan ini sangat penting mengingat Babinsa TNI ada di setiap desa sehingga sangat mebantu dapat percepatan olah tanah, tanam, serapan gabah dan memiliki fungsi pengawasan yang kuat di lapangan," tandasnya.(IKL/JPNN)
Redaktur & Reporter : Yessy