jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyosialisasikan prosedur sertifikasi produk pangan.
Tujuannya, menciptakan produk pangan yang mampu bersaing di pasar global.
BACA JUGA: Kementan Buka Vaksin Booster, Mentan SYL: Kami Bantu Negara Putus Penyebaran Omicron
Selain meningkatan produksi dan hilirisasi, upaya ini menjadi salah satu kunci dalam menggenjot ekspor sekaligus menyukseskan Gerakan Tiga Kali Ekspor (Gratieks) komoditas pertanian.
“Arahan Pak Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, ekspor komoditas pertanian harus naik tiga kali lipat,'' ujarnya.
BACA JUGA: Kementan Bakal Latih Sejuta Petani dan Penyuluh Hadapi Perubahan Iklim
Karena itu, dalam menghadapi persaingan perdagangan bebas pasar luar negeri, tidak hanya kuantitas yang dikejar, tetapi juga kualitas produk yang sesuai standar dan syarat tertentu.
Sistem jaminan mutu produk harus dibenahi di antaranya melalui standardisasi, termasuk laboratorium, petugas, quality control, tim online. Semua arahnya digitasi.
BACA JUGA: Odicoff yang Digelar Kementan Berhasil Tingkatkan Ekspor Suplemen Pakan Ternak
''Secara bertahap, ada yang sudah naik kelas produk-produk kami, tapi yang lain masih perlu proses,” kata Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi dalam Webinar Bimbingan Teknis dan Sosialisasi Propaktani berjudul Pentingnya Sertifikasi Produk Pangan Menghadapi Persaingan Pasar pada Rabu (16/2).
Pria jebolan IPB ini menjelaskan, komoditas yang saat ini favorit ekspor salah satunya adalah porang.
Permintaan dari Tiongkok harus ada tracebility untuk ekspor chip, yakni harus menyajikan informasi lokasi kebunnya, kondisi kebunnya, petaninya siapa, lokasinya di mana, pabrik olahan cipnya di mana, sudah disertifikasi belum, dan seterusnya.
“Kementan melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan melakukan registrasi kebun secara online, kemudian Badan Ketahanan Pangan melakukan registrasi packaging house atau rumah kemasan, karantina melalui SPS (sanitary pethouse sanitary),'' ucapnya.
Selanjutnya, bagaimana industri dapat memenuhi syarat tertentu dan bisa diterima pasar luar negeri dengan produk yang aman sehat dan prinsip-prinsip tidak membawa organisme pengganggu tanaman aman,” paparnya.
“Karena itu, saya mengapresiasi kerja sama Kementan dengan Kemenperin dalam penyampaian informasi-informasi kepada publik, terutama para pelaku usaha pertanian. Cukup efektif dilakukan melalui daring di masa pandemi ini untuk menyosialisasikan prosedur sertifikasi produk ke khalayak umum,” tandas Suwandi.
Sementara itu, Anindita dari Kemenperin menjelaskan praktik keamanan pangan yang baik.
Yakni, diperlukan tindakan pada semua tahap rantai pangan untuk melindungi pangan dari kontaminasi fisik, kimia, dan mikrobiologi.
Praktik keamanan pangan yang baik sangat bermanfaat untuk menjaga pangan dari kontaminasi mulai dari pertanian sampai pangan siap dikonsumsi.
“Hal ini tentu diatur dalam Dasar Pre Requisites Programs (PRPs) atau Program Persyaratan Dasar sebagai Dasar Keamanan Pangan, Sistem HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points) sebagai sistem keamanan pangan, dan ISO 22000:2018 sebagai sistem manajemen keamanan pangan,” tutur Anindita.
Aryani Endah Purwati, Fungsionaris AMMI BBSPJIA Kemenperin, menambahkan bahww sertifikasi yang dipersyaratkan negara-negara tujuan ekspor wajib dilakukan.
Sebab, negara tujuan ekspor menuntut tingkat keamanan pangan yang tinggi untuk produk makanan dan olahan pertanian agar memberikan jaminan kepada konsumen bahwa produsen telah menerapkan suatu sistem manajemen keamanan pangan yang baik.
“Dengan demikian, produk pangan Indonesia ekspor memenuhi standar keamanan pangan internasional dan aman untuk dikonsumsi. Alhasil, ekspor pangan kita lancar dan ke depannya meningkat,” terangnya. (mrk/jpnn)
Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi