Kementan Dukung Budidaya Organik di Ranah Minang

Senin, 05 November 2018 – 10:35 WIB
Budidaya organik di ranah minang. Foto: Humas Kementan

jpnn.com - Kementerian Pertanian terus mendorong budidaya organik hortikultura. Pertanian organik mampu menjaga kelestarian alam dan menghasilkan komoditas yang sehat. Selain itu budaya ramah lingkungan mampu mendatangkan penghasilan yang menjanjikan.

Sebagai buktinya adalah kelompok tani Sehati asal Nagari Batu Payuang, Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kabupaten Limapuluh Kota Sumatera Barat. Kelompok tani ini telah sukses menggeluti usaha tani organik sejak 2010. Bahkan tercatat sebagai salah satu penggerak para petani organik di Kabupaten Lima puluh kota.

BACA JUGA: Kementerian Pertanian Bangun Kawasan Mandiri Pangan

Keahlian kelompok tani ini tidak lepas dari dukungan penuh Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH), Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Sumatera Barat dan Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP) Bukittinggi dalam penerapan tehnologi budidaya organik.

"Saya sangat mengapresiasi kelompok tani Sehati, atas kesungguhannya dalam menerapkan budidaya organik hortikultura. Saya juga berharap Dinas Pertanian terus mengawal dan mengajak lebih banyak petani untuk menerapkan budidaya ramah lingkungan," ujar Direktur Perlindungan Sri Wijayanti Yusuf.

BACA JUGA: Penjelasan Kementan Tetap Mengimpor Jagung

Lebih lanjut dirinya menekankan bahwa pertanian organik tidak lain bertujuan untuk menghasilkan produk yang sehat, menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan petani.

KT Sehati beranggotakan 20 orang ini menikmati hasil usaha organiknya. Sebagai usaha sampingan, saat ini mereka kewalahan memenuhi permintaan pupuk organik yang mereka pasarkan ke kabupaten sekitarnya bahkan sampai ke Propinsi Riau.

BACA JUGA: Konsolidasi Petani Champion Amankan Pasokan Cabai

“Dengan mengelola 70 ekor sapi, kelompok tani kami mampu memproduksi pupuk organik 50 ton per bulan, bahan dasarnya diperoleh dari kotoran sapi. Tiap hari kotoran sapi mencapai 1,5 ton perhari,” ucap Dewi, sang ketua.

Dari sapi - sapi tersebut mereka dapat mengumpulkan 350 liter urine sapi yang mereka gunakan sebagai bahan pembuatan pupuk organik. Di samping itu seluruh anggota kelompok tani ini telah memiliki sarana pengolahan biogas sederhana untuk mengubah kotoran sapi menjadi biogas, didapur mereka.

Dengan lahan 1.000 m2 yang dimiliki kelompok tani ini, pertanaman cabainya mampu mendapatkan keuntungan yang cukup besar. Mereka menanam cabai varietas Kopay, yang harganya mencapai Rp 50.000 per kg.

"Kami membuat benih sendiri dari seleksi tanaman yang baik. Nilai penjualan cabai dari lahan seluas 1.000 m2 mendapatkan Rp 83 juta, selama 10 bulan masa panen", lanjut Dewi.

Untuk memanfaatkan lahan seoptimal mungkin, mereka juga menanam bawang merah diantara tanaman cabainya secara tumpangsari. Dengan modal benih sebanyak 15 kg, mereka dapat menghasilkan keuntungan bawang merah Rp 14,5 juta dalam dua bulan.

Selain bertanam bawang merah dan cabai, Kelompok tani ini juga menanam sayuran lainnya yang sudah mereka jalani selama 8 tahun. Semua benih mereka buat sendiri dari seleksi tanaman yang terbaik.

Pupuk organik yang mereka butuhkan diproduksi sendiri dari ternak sapi yang mereka miliki. Demikian juga dengan kebutuhan pestisida nabati, mereka memproduksinya secara mandiri dengan meramu MOL (mikroOrganisme Lokal) dan tanaman perdu dan semak yang cukup tersedia di lahan pekarangan dan kebun mereka.

Kepala BPTPH Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Sumatera Barat Suardi menyampaikan kesiapannya dalam mendukung dan mengawal kelompok tani Sehati sampai proses sertifikasi organik yang akan dilakukan pada awal 2019.(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... LTT Padi Meningkat, Kementan Beri Blora Bantuan Hortikultura


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler