jpnn.com, JAKARTA - Petani kerap kali menggunakan pestisida untuk mengendalikan hama penyakit untuk tanamannya.
Namun, petani harus memahami perbedaan pengertian antara pestisida dan residu pestisida. Dengan demikian, petani lebih bijak dalam menggunakan pestisida.
BACA JUGA: Begini Strategi Kementan Mengantisipasi Kenaikan Harga Cabai
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 12 tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman, pestisida adalah zat atau senyawa kimia, zat pengatur dan perangsang tumbuh, bahan lain serta organisme renik atau virus yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman.
Residu pestisida menurut para pakar adalah zat tertentu yang terkandung di dalam produk, baik sebagai akibat langsung maupun tak langsung dari penggunaan pestisida.
BACA JUGA: Dekan Pertanian UGM Dukung Pengembangan Pertanian Modern
Ini mencakup senyawa turunan pestisida serta senyawa hasil konversi, metabolit, senyawa hasil reaksi dan zat pengotor yang dapat memberikan pengaruh toksikologik.
"Residu pestisida pada tanaman tidak dapat dilihat langsung atau diterka kadarnya dengan mata telanjang," ujar Direktur Pupuk dan Pestisida Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Muhrizal Sarwani, Sabtu (13/7).
BACA JUGA: Kementan Siap Memanfaatkan Bonus Demografi Melalui Modernisasi Pertanian
Dijelaskannya, tingkat bahaya residu pestisida pada suatu produk digambarkan dalam Batas Maksimum Residu (BMR) pestisida.
Ini berarti konsentrasi maksimum yang secara hukum diizinkan atau diketahui sebagai konsentrasi yang dapat diterima pada produk hasil pertanian.
"Nilai ini dinyatakan dalam miligram residu pestisida per kilogram hasil pertanian," tambahnya.
Dalam penilaiannya, semakin kecil angka BMR suatu pestisida pada komoditas tertentu, menggambarkan semakin berbahanya pestisida tersebut.
Dengan demikian, apabila hasil pertanian mengandung residu pestisida, bukan berarti tak aman konsumsi. Karena bisa jadi hasil deteksinya masih di bawah BMR.
Kementan selalu mendorong petani agar menerapkan budidaya pertanian yang ramah lingkungan. Yaitu menggunakan lebih banyak pupuk organik, agensia hayati, pestisida nabati, sehingga produk yang dihasilkan lebih aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat, sehat untuk petani dan lingkungan.
"Yang terpenting adalah menurunkan biaya usaha tani sehingga produk lebih berdaya saing dan menambah kesejahteraan petani. Karena itu, gunakan pestisida dalam Enam Tepat, yaitu tepat sasaran, tepat mutu, tepat jenis, tepat waktu, tepat dosis dan konsentrasi serta tepat cara penggunaannya," paparnya.
Ia mengatakan, untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang sehat dan berkualitas, maka harus tersedia pangan secara cukup dan bermutu.
“Sehingga beras yang dikonsumsi harus beras sehat bebas residu bahan kimia, khususnya residu pestisida yang dapat membahayakan kesehatan manusia,” ungkapnya. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengulas Manfaat Alsintan Rice Transplanter untuk Pertanian
Redaktur : Tim Redaksi