jpnn.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS), 17 Juli 2017, merilis profil kemiskinan di Indonesia Maret 2017. Persentase penduduk miskin Maret 2017 mencapai 10,64 persen atau 27,77 juta orang. Berarti bertambah sebanyak 6,90 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2016 yang sebesar 27,76 juta orang (10,70 persen).
Menurut Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional Winarno Tohir, walaupun tingkat kemiskinan stagnasi atau bertambah sedikit, tapi kemiskinan di perdesaan turun sebanyak 181,29 ribu orang yaitu 17,28 juta orang pada September 2016 menjadi 17,10 juta orang pada Maret 2017.
BACA JUGA: Kementan, Bulog, dan TNI Gelar Rakorgab untuk Akselerasi Serap Gabah
“Itu artinya ada perbaikan kemiskinan di perdesaan yang umumnya adalah masyarakat petani,” kata Winarno.
Menurutnya, Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) tahun 2017 juga cendrung naik.
BACA JUGA: Kementan: Program Pemberdayaan Meningkatkan Kesejahteraan Petani
“Bulan Juni 2017 NTP sebesar 100,53. naik dibanding Mei 2017 yang sebesar 100,15. Sedangkan NTUP naik dari 109,15 pada Mei menjadi 109,59 pada Juni 2017,” jelasnya.
Sementara itu, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk di pedesaan yang diukur Gini Ratio pada Maret 2017 sebesar 0,320, turun dibanding Maret 2016 sebesar 0,327. Bila dilihat distribusi pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah di perdesaan angkanya 20,36 persen berarti termasuk kategori ketimpangan rendah.
BACA JUGA: Pertanian Indonesia Bangkit dengan Inovasi dan Teknologi
Selanjutnya BPS merilis upah nominal harian buruh tani nasional Juni 2017 Rp 49.912 perhari naik sebesar 0,26 persen dibanding upah buruh tani Mei 2017 Rp 49.782 per hari.
“Data dan informasi tentang angka kemiskinan di desa, gini rasio yang membaik dan upah buruh tani meningkat ini merupakan informasi bagus dan menunjukkan satu indikator petani lebih sejahtera bila upah buruh tani naik ini kan menggambarkan daya beli buruh tani meningkat pula,” ujar Winarno Tohir.
Lebih lanjut, Winarno mengatakan capaian penurunan kemiskinan ini tentu ada kaitannya dari program-program pemerintah. Programnya selama ini kan tidak hanya diarahkan pada peningkatan produksi guna mencapai swasembada, tapi ada juga program pemberdayaan untuk mensejahterakan petani, ungkapnya.
Menurut Dr. Lutful Hakim, Kepala Bidang Data Sosial Ekonomi, Pusdatin Kementan mengatakan program peningkatan produksi seperti perbaikan jaringan irigasi 3 juta hektar, bantuan alat mesin pertanian 80 ribu unit pertahun, bantuan benih unggul, subsidi pupuk, perluasan areal tanam, pola tanam jajar legowo, dan lainnya telah berdampak pada produksi.
Capaian produksi pangan naik signifikan. Produksi padi 2014-2016 naik 8,3 juta ton GKG atau 11,7 persen. Peningkatan produksi padi ini senilai Rp 38,2 triliun. Produksi jagung naik 4,2 juta ton atau 21,9 persen, peningkatan produksi jagung ini setara Rp 13,2 triliun, ujarnya.
Sementara program-program yang terkait dengan mensejahterakan petani antara lain program pemberdayaan petani melalui pelatihan dan pendampingan, pengembangan kawasan rumah pangan lestari, perlindungan harga petani dengan kebijakan harga atas dan harga bawah, serap gabah petani dan produk pangan strategis lain, kemitraan petani jagung dengan GPMT. Selain itu, kemudahan petani akses Kredit Usaha Rakyat (KUR), asuransi usaha tani padi dan sapi, memperpendek rantai pasok tata niaga pangan, membangun Toko Tani Indonesia, membentuk Satgas Pangan dan lainnya.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Produksi Kopi Arabika Menggiurkan, Ini Langkah Mentan
Redaktur : Tim Redaksi