jpnn.com, BANJARMASIN - Kementerian Pertanian (Kementan) menyiapkan strategi terkait pupuk bersubsidi tahun 2020. Melalui Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), perwakilan Dinas Pertanian Provinsi seluruh Indonesia dipertemukan dalam Pertemuan Perencanaan Kebutuhan Pupuk Tahun 2020 di Hotel Golden Tulip, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 16-18 September 2019.
Dirjen PSP Sarwo Edhy menjelaskan, tahun 2020 mendatang alokasi turun menjadi 7,9 juta ton dibandingkan tahun 2019 mencapai 8,6 juta ton. Karena itu, dibutuhkan strategi agar tidak terjadi kekurangan pupuk sehingga mempengaruhi produksi.
BACA JUGA: Cara Jitu Basmi Siput Murbai yang Aman dan Alami Versi Kementan
"Dengan adanya program e-RDKK ini nantinya akan keluar angka kebutuhan pupuk subsidi sebenarnya. Bila ternyata ada kekurangan, maka anggaran akan ditambah. Untuk penyalurannya nanti melalui kartu tani," ujar Sarwo Edhy, Selasa (17/9).
Sarwo Edhy mengatakan, mengingat pupuk subsidi yang dialokasikan pemerintah jumlahnya terbatas, petani harus bisa memanfaatkan sebaik mungkin. Selain itu, petani juga bisa memanfaatkan pupuk organik untuk memulihkan kondisi lahan.
BACA JUGA: Kementan Sukses Kenalkan Produk Unggulan Petani di Pasar Amerika Serikat
“Walau ketersediaan pupuk bersubsidi masih kurang, tapi kalau tidak disediakan, petani bisa mengeluh. Sehingga yang kita atur adalah kadar penggunaannya. Porsinya dikurangi namun masih dalam kadar standar sehingga tidak mempengaruhi tanaman," kata Sarwo Edhy.
Sarwo Edhy menjelaskan, penurunan ini tak lepas dari penurunan luas baku lahan pertanian Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pada 2018, alokasi pupuk subsidi mencapai 9,55 juta ton karena menggunakan luas baku lahan pertanian BPN tahun 2013 yang mencapai 8 juta hektare (ha) lebih. Sementara alokasi pupuk subsidi 2019 berdasarkan pada luas baku lahan pertanian BPN tahun 2018 yang mencapai 7,1 juta ha.
BACA JUGA: Pompanisasi Sungai Bengawan Solo Jadi Berkah Petani Tuban
"Sehingga nanti tahun 2020 kami akan prioritaskan untuk lahan-lahan strategis dulu. Strategi lainnya, mengkaji pengurangan atau penambahan kandungan unsur pupuk. Misalnya pada pupuk NPK. Bisa saja kita kurangi unsur P (Pospat) dan K (Kalium) dalam pupuk NPK," sebutnya.
Misalnya, jika komposisi NPK 15-15-15, maka bisa saja dikurangi menjadi NPK 15-10-10. Pengurangan komposisi ini bisa dialihkan untuk menambah volume pupuk subsidi. Sebagai catatan, volume pupuk NPK adalah nomor dua terbesar setelah urea. Tahun ini, dari alokasi pupuk 8,8 juta ton, urea mencapai 3,825 juta ton dan NPK mencapai 2,326 juta ton.
Sarwo Edhy meminta alokasi pupuk bersubsidi tersebut hendaknya dapat dikawal serta dioptimalkan pemanfaatannya oleh Pemerintah Daerah termasuk dalam efisiensi penggunaannya.
"Upaya pengawalan penyaluran pupuk bersubsidi salah satunya melalui pelaksanaan verifikasi dan validasi penyaluran pupuk bersubsidi yang hendaknya dilakukan secara proaktif dengan sebaik-baiknya. Ini sebagai bagian
dari kegiatan pengendalian dan pemantauan oleh Pemerintah Daerah terhadap penyaluran pupuk
bersubsidi di masing-masing wilayahnya," tuturnya.
Menurutnya, Pemerintah Daerah memegang peran yang sangat penting. Baik dari segi perencanaan, regulasi dan tata laksana mulai dari perencanaan
kebutuhan pupuk melalui RDKK, pengalokasian pupuk bersubsidi per masing-masing wilayah Kabupaten/Kota dan Kecamatan, serta pengawasan melalui KPPP.
"Untuk itu, sangat diperlukan komitmen dan peran aktif dari
Pemerintah Daerah. RDKK menjadi kontrol dalam pelaksanaan penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani, untuk itu diharapkan petani yang belum berkelompok agar segera dibantu untuk bergabung dalam kelompok tani sehingga petani tersebut dapat memenuhi haknya untuk menebus pupuk bersubsidi," tambah Sarwo Edhy.
Sarwo Edhy mengungkapkan, ada temuan atau hal-hal yang menjadi perhatian BPK setiap tahunnya. Antara lain RDKK tidak valid dan tidak tepat waktu, penerbitan SK
Kadistan tentang alokasi pupuk tidak tepat waktu, ketidakpatuhan distributor dan kios dalam menyalurkan pupuk bersubsidi baik dari segi administrasi ataupun
ketentuan yang berlaku.
"Untuk itu, kebijakan penyaluran pupuk bersubsidi ke depan diarahkan pada penebusan pupuk bersubsidi berbasis e-RDKK dan selanjutnya menggunakan Kartu
Tani. Sehingga ke depan diharapkan pelaksanaan penyaluran pupuk bersubsdi dapat menjadi lebih baik
dan tepat sasaran," terang Sarwo Edhy.
Untuk informasi, realisasi penyaluran pupuk subsidi per 25 Agustus 2019 sudah mencapai 64,8% dari alokasi setahun sebanyak 8,8 juta ton. Rinciannya, urea sudah terealisasi 2,46 juta ton (64,4%) dari alokasi setahun 3.825.000 ton; SP-36 dari alokasi sebanyak 779.000 ton sudah terserap sebanyak 566,6 ribu ton (72,7%).
Sedangkan untuk pupuk ZA, dari alokasi 996.000 ton sudah tersalurkan 610,6 ribu ton (61,3%); NPK alokasi sebanyak 2.326.000 ton sudah terealisasi sebanyak 1,63 juta ton (70,1%); dan pupuk organik alokasi 948.000 ton sudah tersalurkan 477,7 ribu ton (50,4%).(***)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Nilai Kinerja Mentan Amran Terbaik
Redaktur : Tim Redaksi