jpnn.com, JAKARTA - Kebijakan pertanahan seperti pemberian Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan masih ditemukan hambatan.
Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Pengembangan dan Standardisasi Kebijakan Agraria, Tata Ruang dan Pertanahan (PPSKATP) Kementerian ATR/BPN Supardy Marbun dalam seminar penelitian dengan pokok bahasan penyelesaian konflik pertanahan di areal perkebunan
BACA JUGA: Hendardi Minta Erick Thohir Segera Bereskan Konflik Lahan PTPN V
"Seperti konflik antara masyarakat dengan perusahaan HGU perkebunan," ujar Supardy melalui keterangan yang diterima Senin (15/11).
Supardy membeberkan persoalan tersebut tidak hanya terjadi di PTPN, tetapi juga di perusahaan swasta, baik perkebunan bekas konsesi, bahkan dari HGU bekas tanah negara.
BACA JUGA: Junimart: Ukur Ulang HGU Solusi Konflik Bibit Unggul Karobiotek dengan Masyarakat
Penelitian dilakukan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Bengkulu, dan Jambi dengan menggunakan konsep kerangka memperJAKARTAjelas konflik agraria struktural yang dikembangkan Rachman pada 2013.
Konsep tersebut dipergunakan untuk menjelaskan akar masalah, sebab-sebab dan akibat lanjutan yang melestarikan konflik perkebunan.
BACA JUGA: Dorong Pemerintah Lakukan Moratorium Izin HGU agar Konflik Lahan Berkurang
Kerangka tersebut kemudian memperlihatkan bagaimana konflik perkebunan bersifat kronis, sistematis, dan meluas.
Direktur Jenderal Penataan Agraria Andi Tenrisau menganggap lokasi penelitian yang dipilih sudah sesuai, namun perlu pengembangan metode analisis.
"Analisis data dengan konsep konflik agraria struktural hanya dapat dipakai untuk menjawab permasalahan, yaitu faktor yang menjadi akar masalah konflik, sebab akibat, dan kondisi yang melestarikan konflik," ujar Andi.
Menurut Andi, permasalahan tipologi konflik dan upaya penyelesaiannya dapat menggunakan analisis yuridis.
Dia juga memberi saran terkait hasil penelitian di empat provinsi yang memperoleh dua tipologi subjek konflik, yakni tipologi konflik komunitas masyarakat dan konflik badan usaha.
"Untuk melengkapi hasil penelitian, sebaiknya ditambahkan tipologi konflik yang terkait dengan konflik yang berada di kawasan hutan dan kawasan areal penggunaan lain yang subjeknya kementerian atau lembaga," papar Andi.
Andi menyampaikan Kementerian ATR/BPN telah mengembangkan konsep dalam hal penyelesaian konflik perkebunan.
"Kami di Direktorat Jenderal Penataan Agraria sudah mengembangkan konsep distribusi manfaat, khususnya untuk aset BUMN, pemerintah pusat, atau daerah," ungkap Andi.
Konsep distribusi yang dikembangkan tersebut menurut Andi menetapkan hak milik tanah, tetapi pengelolaannya dapat dilakukan pihak lain.
"Tanah tersebut tetap kepemilikannya, tetapi pemanfaatannya dapat dilakukan oleh pihak lain, seperti masyarakat dengan diberikan hak atas tanah yang bersifat sementara atau dengan perjanjian sewa," kata Andi. (mcr18/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Tim Redaksi