Kemitraan Petani dengan Pengusaha Perkuat Daya Saing Industri Sawit

Senin, 31 Agustus 2020 – 21:53 WIB
Kelapa Sawit. foto ilustrasi. Prokal

jpnn.com, JAKARTA - Industri sawit memerlukan hubungan kemitraan perusahaan dan petani supaya daya saing dan keberlangsungan usaha sawit dapat berjalan. Saat ini, model kemitraan sangat beragam dan tak lagi sebatas hubungan memasok buah sawit ke pabrik, tetapi sesuai kondisi dan kebutuhan wilayah perkebunan setempat.  

Kasubdit Pemasaran Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Normansyah Syahrudin mengatakan, pemerintah telah mengatur pola kemitraan perusahan dan petani melalui Permentan Nomor 1 tahun 2018 mengenai Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun.

BACA JUGA: Jokowi Pamerkan Kemandirian Energi Indonesia, Dimulai dari Sawit

Aturan ini telah mengatur definisi pekebun dan kemitraan dalam peraturan sehingga lebih bisa dipahami semua pihak.

“Intinya, aturan Permentan Nomor 1 ini difokuskan kepada pembelian harga TBS (tandan buah segar) sawit sesuai ketetapan tim provinsi tiap bulan. Maka kelembagaan petani harus bermitra dengan pabrik sawit,” ujar Normansyah dalam dialog webinar terkait isu kelapa sawit di Jakarta, Senin (31/8).

BACA JUGA: Pupuk Kaltim Kembangkan PreciPalm, Inovasi Teknologi Untuk Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia

Normansyah pun membantah bahwa permentan ini dinilai hanya ditujukan kepada petani plasma. “Padahal, tidak seperti itu karena bisa dipakai petani swadaya asalkan bekerja sama dengan pabrik. Dengan begitu, akan menerima harga sesuai ketetapan tim harga TBS di masing-masing provinsi,” beber Normansyah.

Normansyah menambahkan, pihaknya juga telah membuat petunjuk teknis kemitraan yaitu perusahaan perkebunan menerima TBS yang dikirimkan lembaga mitra dan lembaga mitra wajib mengirimkan TBS ke PKS mitra. “Dengan jangka waktu kemitraan paling singkat sepuluh tahun untuk menjamin hubungan kemitraan yang berkelanjutan,” imbuh dia.

BACA JUGA: Milenial Wajib Tahu Manfaat Sawit agar Terhindar dari Hoax

Sementara itu, Joko Supriyono selaku Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengatakan, rantai pasok sawit tidak bisa dipisahkan antara perusahaan dan petani. Kesolidan rantai pasok yang akan menentukan seberapa kuat industri sawit dan berdaya saing. Kalau ada hambatan dalam rantai pasok maka industri akan terdampak.

Sebagai contoh, di komoditi lain (karet dan kakao) tidak ada keseimbangan antara petani dan perusahaan maka berdampak kepada daya saing dan ketahanan industri. “Kemitraan inilah yang menjadikan industri sawit mampu bertahan bahkan berkembang sampai sekarang,” kata dia.

Berkaitan rantai pasok industri sawit, Joko mengingatkan bahwa rantai pasok seharusnya menjadi kepentingan bersama. Langkah ini perlu dilakukan sehingga industri sawit harus mampu bersaing di pasar global maka harus kuat dan berdaya saing secara global.

Dalam kesempatan yang sama, Plt Direktur Kemitraan BPDP-KS M.Ferrian menjelaskan, ada kesamaan pandangan antara BPDP-KS dengan petani berkaitan persoalan yang mereka hadapi seperti akses pasar. Keinginan petani dapat dibarengi melalui kemampuan tidak sebatas menjual buah sawit.

Dia menyebut bahwa BPDP-KS mendorong petani mampu membangun pabrik sawit asalkan telah dilakukan studi kelayakan. Studi ini dapat mempertimbangkan pasokan bahan baku, permodalan, pengetahuan dan ketrampilan, fasilitas pengolahan TBS, dan potensi pasar.

“BPDP dapat memberikan dukungan pendanan kepada petani sesuai arahan regulasi. Tetapi supaya dampaknya besar, maka perhatikan seluruh aspek bisnisnya tadi. Pelatihan bisa disediakan begitupula pendanaan sarana prasarana sesuai aturan dari Kementerian Pertanian,” ujar dia. (cuy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler