JAKARTA - Untuk memperlancar pemasukan negara, sengketa pajak seyogyanya tidak diselesaikan melalui jalur hukum pemidanaanKarena, solusi yang semestinya bisa menjadi adalah tax amnesti dan konversi
BACA JUGA: Gara-gara Koordinasi Amburadul, Investasi Migas Memble
Premis tersebut disampaikan ekonom INDEF Aviliani, di Jakarta, Rabu (30/3)Aviliani yang aktif di Komisi Nasional Ekonomi (KEN) mengatakan, penerapan tax amnesti dan konversi diyakini mampu menyelesaikan permasalahan pajak tanpa berujung ke ranah pidana
BACA JUGA: Harga Tiket Pesawat Naik
Ia sendiri menyatakan, sangat menyesalkan adanya pemidanaan kasus pajak yang dalam undang-undang sendiri ditegaskan sadalah pilihan terakhir dalam persengketaan pajak."Komisi Ekonomi Nasional dalam waktu dekat berencana merekomendasikan penerapan Tax Amnesti dan konversi untuk melancarkan perekonomian Indonesia
BACA JUGA: Pajak Film Impor Belum Berubah
Tujuannya untuk menarik kembali uang Indonesia yang banyak keluar pada tahun 1998," ujar Aviliani, seraya menuturkan perusahaan yang bersengketa pajak seharusnya diajak duduk bersama oleh pemerintah untuk membicarakan titik temu.Ia mengungkapkan, semenjak kasus Gayus bergulir tahun lalu, terjadi stagnan pada pemasukan pajakHal ini dikarenakan aparat pajak khawatir bertemu langsung dengan perusahaan-perusahaan terkait pembayaran pajak"Kelebihan ataupun kekurangan pajak jadi dibiarkan sajaPendapatan pajak jadi menurun," tukasnya.
Hal ini diperparah dengan sikap berjalan sendiri antar institusi terkait seperti Ditjen Pajak dan Kejaksaan Agung dalam menanggapi kasus pajak sehingga mengakibatkan perbedaan pandanganKondisi ini berakibat pada masuknya ranah pidana terhadap sengketa pajak seperti yang dialami Asian Agri di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat saat ini.
Sementara itu, terkait kasus pajak Asian Agri, Aviliani mengatakan, polemik pajak seperti Asian Agri seharusnya dilakukan di ranah perdata karena pemidanaan dapat berimbas pada multi player efek diantaranya suplier yang menjauhi dan berujung pada kurangnya pemasukan negaraBahkan sebelum kasus ini bergulir ke persidangan, Aviliani menegaskan seharusnya terjadi pembicaraan antara perusahaan terkait dengan pemerintah untuk membicarakan titik temu"Itu bukan kejahatanKasus seperti ini seharusnya diselesaikan secara baik," pungkasnya.
Senada dengan Aviliani, Pengamat Perpajakan Darussalam menyebutkan bahwa rancangan pembuatan undang-undang mengenai pajak didesain sedemikian rupa bukan untuk memenjarakan melainkan untuk memberi pemasukan kepada negara.
"Undang-undangnya diarahkan untuk kepentingan negaraUndang-undang pajak bukan untuk memenjarakan orang selama sengketa interpretasiRanah Pidana adalah ultimatum remedium atau langkah terakhir," terang Darussalam secara terpisah"Sengketa pajak selama tidak terjadi pemalsuan, merupakan perdata," tegasnya.
Hal ini menurut Darussalam seiring dengan aparatur pajak pembuat keputusan yang tak dapat dipidanakan selama tidak memperkaya diri atau melakukan korupsi pada negara.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofyan Wanandi, sebelumnya mengatakan, bahwa masalah sengketa pajak yang dibawa ke ranah hukum pidana dinilai akan memukul dunia usaha“Sengketa pajak itu masuk hukum perdataUU-nya lex spesialisBuat dunia usaha ini akan menjadi sentiment negatifPengusaha jadi takut jika salah menghitung pajak bisa dipidanakanIni jelas akan merugikan iklim investasi kita,” tutur Sofyan yang mengkritisi kasus pajak Asian Agri yang dibawa ke ranah pengadilan umum, Kamis (24/3) lalu.
Seperti yang diketahui, Jaksa Penuntut Umun (JPU) mendakwa Suwir Laut, Tax manger Asian Agri telah membuat laporan yang keliru mengenai (SPT) Pajak perusahaan sejak 2002-2005 dan merugikan negara sebesar Rp1,259 MilliarJaksa telah mendakwa Suwir Laut dengan pasal 39 ayat 1 huruf c Undang-undang no16 tahun 2000 tentang pajakAncaman dari jerat pasal itu berupa kurungan penjara 6 tahun dan empat kali dari nilai kerugian yang diderita negara(dms)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Krakatau Steel Bidik Laba Rp 1,3 Triliun
Redaktur : Tim Redaksi