Kena Safeguard, Eksporter Terigu Turki Sewot

Aptindo : Etikanya Kalau Tidak Puas Lapor ke WTO

Senin, 03 Desember 2012 – 06:40 WIB
JAKARTA – Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) Ratna Sari Lopies mengingatkan Asosiasi Tepung Terigu Turki agar menggunakan haknya di organsai perdagangan dunia (WTO) guna menyikapi keputusan pemerintah Indonesia yang mengenakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS/ Safeguard) terhadap semua tepung impor.

“Etikanya memang begitu. Bukan marah-marah, menyalahkan pemerintah Indonesia. Pihak Indonesia yang terkena bea masuk anti-dumping di Turki juga tidak marah-marah di Turki. Karena kami tahu etika, semua ada jalurnya,” kata Ratna menanggapi pernyataan Ketua Asosiasi Eksportir, Produk Gandum, Kacang-Kacangan dan Minyak Sayur Turki, Turgay Unlu, di Jakarta Minggu (3/12).

Seperti diketahui, Terigu impor asal Turki akan dikenai pajak safeguard 20 persen oleh pemerintah karena terbukti melakukan dumping (banting harga) yang merugikan produksi dalam negeri. Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) menilai terigu Turki pantas dikenakan pajak safeguard.

Dalam keterangan persnya Minggu (3/12) kemarin, Turgay Unlu mengaku kecewa atas keputusan otoritas Kementerian Keuangan yang telah menyetujui pengenaan safeguard terhadap semua produk gandum Turki. “Penyelidikan yang dilakukan pihak Indonesia telah melanggar peraturan dan keputusan WTO,” kata Unlu.

Ditegaskannya, penyelidikan yang dilakukan melanggar hukum dan hanya akan mendukung sejumlah pemilik bisnis yang berusahan menciptakan monopoli industri. "Tidak ada negara di dunia yang mengenakan atau bahkan memprakarsai anti-dumping atau penyelidikan pengamanan terhadap terigu dari Turki. Indonesia adalah satu-satunya negara di dunia (yang melakukannya-red)," ujar Unlu.
 
Ia menilai Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) dan beberapa produsen lokal memiliki mentalitas bisnis yang mencoba untuk menempatkan hambatan impor yang akan melindungi diri mereka tanpa menghiraukan hukum dan kepentingan masyarakat Indonesia.

Namun menurut Ratna, pernyataan Unlu itu terlalu jauh dan bukan pada tempatnya. Karena seandainya tidak puas dengan keputusan ini, Unli bisa menggunakan haknya ke Dispute Setlement di World Trade Organization (WTO), lembaga internasional yang mengurusi sengketa antar anggaota.

“Bukan malah marah-marah kepada pemerintah Indonesia dan Aptindo. Selama ini Aptindo  sudah menggunakan jalur yang benar, sesuai dengan apa yang diatur WTO, untuk menghadapi kecurangan Turki, ” tegas Ratna.

Ratna mengatakan selama ini Eskportir Terigu Turki memang lebih banyak mengabaikan WTO dan lebih memilih untuk menggunakan lobi-lobi  ke pihak tertentu di Indonesia demi memuluskan perdagangannya. “Mereka tidak sadar kalau apa yang dilakukan telah menabrak aturan-aturan di WTO.”

Ratna juga membantah pernyataan kebijakan safeguard akan memicu monopoli Bogasari. Menurutnya, yang terjadi justru sebaliknya. Dengan kebijakan Safeguard akan menghindari monopoli dari Bogasari. Sebab, kebijakan ini melindungi perusahaan kecil dari praktik-praktik perdagangan curang.

“Jika tidak ada perlindungan dari pemerintah untuk unfair trade, akan memicu monopoli Bogasari secara monopolistik. Karena hanya Bogasari yang mampu menghadapi terigu impor, apalagi dumping. Sementara yang lain bisa dipastikan kolaps,” Ratna menegaskan.

Jadi, lanjut Ratna, pemerintah Indonesia tidak perlu menunggu perusahaan-perusahaan terigu Indonesia di kelas menengah itu tutup hanya karena tidak dibela. “Dalam hal ini, Aptindo justru meminta pemerintah Indonesia mengikuti langkah pemerintah Turki yang mengenakan 98 hs number produk Indonesia di Turki dengan mengenakan bea masuk sementara selama masa investigasi,” ucapnya.

Petisi Safeguard terhadap terigu Turki merupakan perjuangan panjang dari Aptindo. Asosiasi menyatakan petisi mereka untuk anti dumping tidak dikabulkan pemerintah, sejak dimulai penyelidikan Komite Anti Dumping Indonesia pada November 2008. Kemudian dilanjutkan menjadi rekomendasi Menteri Perdagangan pada Desember 2009 sampai dicabut pada April 2012 karena kadaluwarsa. Hal tersebut yang mendasari asosiasi kemudian mencoba menggantikannya dengan petisi safeguard pada Agustus 2012.

Ratna juga menjelaskan  petisi safeguard nantinya berlaku untuk semua impor terigu ke Indonesia dari berbagai negara. "Jadi bukan hanya Turki saja berlakunya," jelas dia.Dia mengungkapkan keberadaan terigu impor Turki menyebabkan produsen nasional rugi. Ada 4 produsen dalam negeri yang  dinilai menderita akibat terigu impor.

Kondisi ini terjadi karena harga terigu asal impor bersifat dumping atau dijual lebih rendah dibandingkan negara asalnya dan membuat keempatnya sulit bersaing dengan harga terigu impor khususnya asal Turki.

Pemerintah Turki dinilai juga memberlakukan aturan sama untuk produk Indonesia lain yang masuk ke negara tersebut. Sebanyak 97 nomor HS produk ekspor Indonesia ke Turki terkena bermacam bea masuk tambahan. "Hampir seluruh tuduhan dikenakan bea masuk sementara selama masa penyelidikan dan ketika sudah menjadi bea masuk tetap dan ekspor Indonesia masih masuk, maka ditambah bea masuk safeguard," tegas Ratna. Sebaliknya Indonesia dinilai baru akan memulai pengenaan 1 nomor HS kepada produk Turki, yakni terigu. (aj/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Target Serap Anggaran 90 Persen

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler