JAYAPURA - Demo penolakan rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak saja dilakukan di kota-kota besar di Jawa maupun daerah lainnya. Sejumlah mahasiswa di Papua juga turut menyuarakan penolakan yang sama.
Hal ini seperti yang dilakukan sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Forum Independen Mahasiswa (FIM) yang Rabu (14/3) menggelar demo menolak rencana kenaikan harga BBM dengan memalang pintu masuk Kampus Uncen Waena dan Kampus Uncen Abepura, yang kemudian siangnya menuju ke Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Papua untuk menyampaikan aspirasi tersebut.
Ketua BEM FISIP Uncen, Musye Weror mengatakan, pemerintahan SBY baik jilid satu dan dua sangat tidak berpihak pada rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Ini dapat dilihat dari kebijakan yang diambil yang hampir setiap tahunnya menaikan harga BBM dan tahun ini rencana kenaikan itu akan ditetapkan mulai 1 April mendatang.
"Kalau Presiden tidak mampu menjalankan roda pemerintahan kami minta dengan hormat untuk melepaskan jabatan terhormat itu, sebab menjadi presiden itu untuk melayani orang banyak, yaitu seluruh rakyat Indonesia bukan melayani diri sendiri atau melayani kroni-kroninya," tegas Weror.
Salah satu pengurus BEM Fakultas Hukum Uncen, Herman Syufi menyatakan, demo ini dilakukan dalam rangka meminta pemerintah pusat untuk segera menarik kembali putusan yang diambil untuk menaikan harga BBM, sebab kebijakan itu akan menyengsarakan masyarakat Indonesia secara keseluruhan dan secara khusus orang Papua yang juga merupakan warga negara Indonesia.
"Stop menipu rakyat Indonesia, sebab dengan menaikan harga BBM akan menambah jumlah penduduk miskin dna pengangguran di Indonesia," ujarnya.
Sementara setelah sempat melakukan pemalangan dan berorasi di Kampus Uncen Waena maupun Abepura, para mahasiswa itu melanjutkan demonya ke kantor DPRP di Jayapura.
"Kami tak mau miskin, kami tak mau menderita dan kami tak mau menangis," koar Yoris koordinator aksi di halaman Kantor DPRP, kemarin.
Mereka mengkritisi pemerintah yang dianggap tak berpihak pada masyarakat kecil. Kenaikan BBM dianggap memberatkan mereka khususnya mahasiswa yang tiap hari menggunakan transportasi taksi. "BBM memegang peran penting dalam proses kehidupan dan roda pembangunan. Nah kalau dinaikkan kami bisa semakin melarat, kami minta pemerintah tidak menaikkan," ucapnya.
Namun diakui proses kenaikan ini tak bisa dihindari dan Papua juga akan merasakan dampak dari kenaikan itu sendiri. Bila itu terjadi, mereka meminta agar DPR Papua bisa 'menolong' dengan mengatur tentang harga atau tarif taksi (angkutan umum) itu sendiri. "Kami meminta agar DPRP bisa ikut membantu dengan mengontrol harga taksi. Kasihan kami yang tiap harinya pakai taksi," imbuh Yoris.
Para mahasiswa ini diterima lima anggota DPRP yaitu Yulianus Rumboirusy, Yan Ayomi, Stef Kaisiepo, Thomas Sondigau dan Zainudin. Mereka memberi apresiasi atas sikap mahasiswa yang mau mengkritisi kebijakan pemerintah itu.
Menurut Yulianus, pihaknya sudah mengetahui tentang rencana kenaikan tersebut jauh-jauh hari dan ini merupakan aspirasi sebagian besar masyarakat Indonesia.
Yulianus melihat pemerintah di Papua belum bisa mengeliminasi kenaikan harga BBM tersebut dengan melakukan satu kiat yang meringankan beban masyarakat. "Sebab BLT jelas bukan jalan keluar, pemerintah perlu lebih kreatif," tegasnya.
Ia juga meluruskan bahwa jika ada yang mengatakan kenaikan ini sengaja dilakukan pemerintah yang tak peduli masyarakat bawah maka pendapat tersebut salah.
"Pemerintah dalam hal ini Presiden dan jajarannya merupakan wakil Tuhan yang ditunjuk untuk memimpin sebuah negara dan pemerintah tak mungkin ingin rakyatnya sengsara. Ini adalah pilihan yang sulit dan harus dikritisi, apa yang dilakukan mahasiswa kali ini sudah benar dan akan kami tindaklanjuti ke dinas terkait soal tarif taksi maupun pemerintah pusat. Hasilnya akan kami sampaikan lewat media," imbuh Yulianus. (ade/ren/cr-179/fud)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mantan Wadir Narkoba Disanksi Ganda
Redaktur : Tim Redaksi