jpnn.com, JAKARTA - Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah menuturkan para mahasiswa diminta bijak dalam menyikapi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), jenis Pertamax.
Pasalnya, kenaikan harga Pertamax memang tak bisa dihindari, di tengah meroketnya minyak dan gas akibat konflik Rusia-Ukraina.
BACA JUGA: Terlihat tak Pakai Bra, Gisel: Lupa Ini Bulan Puasa, Belum Kebiasaan
Yang perlu ditekankan, sambung Piter, harga Pertamax masih termasuk paling murah di dunia.
“Kenaikan harga Pertamax tak bisa dihindarkan. Sebab, harga minyak dan gas dunia memang melambung, karena perang Rusia-Ukraina. Namun begitu, walau pun naik, sebenarnya harga Pertamax termasuk paling murah di dunia,” tegas Piter.
BACA JUGA: Stok BBM Aman di Semua Provinsi, Dirut Pertamina: Ini Fakta!
Selain itu, publik juga harus paham, bahwa kenaikan harga hanya diberlakukan untuk BBM nonsubsidi.
Dalam hal ini, Pertamax yang mengalami kenaikan harga pun, sebenarnya memang ditujukan untuk masyarakat kelas menengah ke atas.
BACA JUGA: Presiden Jokowi Ingin Tingkatkan Ekspor Biji Pinang, PLN Siap Dukung Lewat Cara ini
Volume penjualan Pertamax juga kecil, hanya 14% dari total penjualan BBM Pertamina.
Sedangkan BBM dan LPG subisidi, termasuk Pertalite, Biosolar, dan gas melon yang notabene ditujukan untuk kalangan menengah ke bawah, hingga saat ini tidak terjadi kenaikan harga.
Bahkan, harga baru Pertamax Rp12.500/liter pun sebenarnya masih jauh di bawah harga keekonomian, yaitu Rp16.000/liter.
Dalam hal ini, Pertamina menyatakan masih merugi dan memberikan subsidi Rp3.500 dalam setiap liter Pertamax yang dibeli masyarakat.
“Dengan segala kondisi ini, bisa dipahami bahwa kebijakan kenaikan harga Pertamax sudah tepat. Makanya, saya pikir tinggal bagaimana Pemerintah bisa mengkomunikasikan dengan baik terkait kondisi yang ada saat ini. Itu tantangannya,” tegas Piter.
Dari data Global Petro Prices, harga BBM di Indonesia memang termasuk paling murah. Untuk kawasan Asia Tenggara misalnya, Pertamax yang dijual Rp 12.500/liter, jauh lebih murah dibandingkan BBM sejenis di Singapura (Rp 30.208/liter), Laos (Rp 24.767/liter), Filipina (Rp 20.828/liter), Kamboja (Rp 20.521/liter), Thailand (Rp 19.767/liter), dan Vietnam (Rp 16.500/liter).
Satu-satunya negara Asia Tenggara yang lebih murah adalah Malaysia, yaitu Rp 6.965/liter. Tetapi harus diingat, di Malaysia, BBM setara Pertamax mendapat subsidi, sehingga harganya lebih rendah. Sedangkan di Indonesia, subsidi diberikan kepada BBM jenis Pertalite.
Sedangkan untuk tingkat global, harga BBM juga jauh di atas BBM keluaran Pertamina. Hong Kong, misalnya, menjual dengan harga Rp 41.346/liter dan Belanda Rp 36.148/liter.
Bahkan, BBM di negara-negara Afrika menjual jauh lebih mahal. BBM di Zimbabwe contohnya, dijual Rp 33.795/liter.
Demikian juga dengan BBM di dalam negeri. Ternyata meski Pertamax naik, harganya masih jauh lebih murah dibandingkan SPBU swasta.
Shell di Jakarta misalnya, menjual Super Shell (RON 92) dengan harga Rp 16.000.
Sedangkan Vivo dan BP AKR, masing-masing menjual produk RON 92 mereka seharga Rp 12.900 dan Rp 12.990.
Begitu juga dengan harga LPG. Brightgas keluaran Pertamina yang dijual Rp 15.725/kg, juga jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara lain.
Sebagai perbandingan, Vietnam menjual seharga Rp 26.927/kg, Filipina Rp 26.989/kg, dan Singapura Rp 29.927/kg.
Malaysia memang lebih rendah, yaitu Rp 6.466/kg. Tetapi, Gas Petronas 12 kg tersebut merupakan produk subsidi dari Pemerintah Malaysia, sehingga bisa dijual lebih murah.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Nikita Mirzani: Sini Cepat Balik ke Indonesia, Pak Polisi Menunggu Tuh
Redaktur & Reporter : Yessy Artada