jpnn.com - Mengisi waktu luang dengan main game memang seru dan menyenangkan. Namun, jika bermain game bukan lagi menjadi pengisi waktu luang semata, melainkan jadi aktivitas utama dan melupakan hal-hal pokok, kebiasaan ini akan menjadi candu yang berdampak buruk. Bahkan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) sudah menetapkan bahwa kecanduan main game merupakan gangguan mental. Lantas, apa lagi fakta di balik fenomena ini?
Dikutip dari Newsweek.com, meski termasuk gangguan mental, WHO menekankan bahwa pada dasarnya, hanya sebagian kecil orang yang mengalami kecanduan game. Sebab, dari 160 juta orang dewasa Amerika yang bermain game online, tidak banyak yang mengalami kecanduan hingga mengubah kesehatan fisik, psikis, dan kemampuan bersosialisasinya.
BACA JUGA: Ini 4 Dampak Video Game pada Kesehatan Mental Anak
Hal itu pun dibenarkan oleh dr. Karin Wiradarma dari KlikDokter. Menurutnya, 80 persen pemain game memang dapat bermain dengan aman tanpa dilanda kecanduan.
Kehilangan fokus dan rusaknya mood
BACA JUGA: Ini 10 Tren Teknologi Edukasi Sepanjang 2019
Meski begitu, orang yang sering bermain game harus tetap waspada terhadap jumlah waktu yang mereka habiskan untuk bermain. Apalagi bila aktivitas itu sampai mengesampingkan kegiatan pokok sehari-hari lainnya, seperti makan dan minum, tidur, serta membersihkan diri.
Bahkan, dr. Karin juga mengatakan, pikiran dari orang yang kecanduan bermain game akan selalu kembali pada game yang dimainkannya. Orang tersebut bahkan rela berbohong atau melakukan apa saja asalkan ia bisa kembali ke “dunianya”. Kalau sudah demikian, tentu mereka tidak dapat berkonsentrasi dan fokus untuk melakukan pekerjaan atau aktivitas lainnya.
BACA JUGA: Rekayasa DNA Mungkinkan Pengidap HIV Punya Bayi Sehat
“Mereka yang terjebak dalam dunia game, umumnya juga mengalami perburukan mood, seperti mudah marah, tersinggung, dan depresi ketika akses game-nya terputus atau sengaja diputus demi kebaikan,” kata dr. Karin.
Tanda lain dari kecanduan bermain game
Untuk mendiagnosis apakah seseorang kecanduan game, Anda bisa menilainya dari beberapa gejala yang ditetapkan American Psychological Association (APA), yaitu:
- Tak bisa bermain sebentar atau tak mau menghentikan game saat gagal menuntaskan misi tertentu.
- Mengorbankan aktivitas lain dan kehilangan minat terhadap aktivitas yang sebelumnya disenangi.
- Internet gaming dilakukan untuk meredakan suasana hati negatif, seperti rasa bersalah atau putus asa.
- Kehidupan pribadi berantakan atau gagal dalam pendidikan di sekolah hanya karena bermain game.
Siapa yang berpotensi?
Menurut sebuah studi yang dilakukan di Hungaria terhadap 4.734 pemain game online, tercatat bahwa 91 persen pemainnya adalah pria yang berusia 15-27 tahun. Selanjutnya, pria remaja hingga dewasa muda yang memiliki kepercayaan diri rendah dan kurang populer dalam pergaulan dunia nyata paling mudah terjerumus ke dalam kecanduan ini.
“Mengapa mereka rentan? Karena ketika mereka berada di dalam dunia virtual, mereka dapat menjadi pria yang gagah, pemberani, dan sukses mendapatkan atau mengalahkan lawannya. Sementara di dunia nyata, mereka merasa bukan siapa-siapa,” ujar dr. Karin.
Itulah sebabnya, kata dr. Karin, cukup sulit menyembuhkan orang yang kecanduan bermain game. “Itu karena mereka lebih menyukai dunia virtual ketimbang realita yang ada,” tutur dr. Karin.
Oleh sebab itu, pencandu video game atau game online mesti cepat dipulihkan sebelum terlambat. Bila usaha dari pihak internal (keluarga) tidak berhasil, dr. Karin merekomendasikan untuk membawanya ke psikolog atau psikiater.
Kecanduan bermain game dapat diobati dengan konsultasi atau psikoterapi. Contoh pemulihan yang bisa dilakukan adalah cognitive behavioral therapy (CBT) yang akan menangani rasa candu secara bertahap. Sebisa mungkin, gantilah aktivitas lain yang lebih bermanfaat dan menyehatkan selain bermain game.(HNS/RVS/klikdokter)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Larang Anak Main Gadget tapi Ortu kok Tergila-gila Medsos
Redaktur & Reporter : Yessy