Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, kepala negara atau presiden selalu didampingi oleh ibu negara dan bapak negara.

Namun meski posisi ibu negara tidaklah resmi dan tidak diatur secara eksplisit dalam UUD 1945, perilaku mereka seringkali menjadi sorotan dan konsumsi publik.

BACA JUGA: Harapan Repnas Seusai KPU Resmi Tetapkan Prabowo-Gibran sebagai Presiden-Wapres Terpilih 2024-2029

Peneliti BRIN Dr Athiqah Nur Alami, akrab disapa Tika, mengatakan perhatian tersebut bahkan melebihi yang diberikan kepada wakil presiden dengan peran yang jelas secara hukum.

"Karena mereka bergaya feminin, gaya berbusana, sehingga mungkin menjadi konsumsi menarik juga untuk media," katanya.

BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Gadis 14 Tahun Dinobatkan sebagai Olahragawan Aksi Terbaik

"Saya pikir persepsi di masyarakat kita bahkan terhadap seorang ibu, adalah makhluk yang paling kuat sedunia, perempuan, karena bisa melakukan banyak hal dalam waktu bersamaan."

Tika mengatakan ibu negara memiliki peran "formal dan signifikan" meski tidak memiliki kantor layaknya pegawai negara.

BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Mahkamah Konstitusi Tolak Permohonan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar

Salah satunya adalah peran simbolis, di mana mereka mendampingi sang presiden, atau suami mereka dalam acara kenegaraan.

Lainnya adalah sebagai representatif atau mewakili suami mereka bila berhalangan hadir dalam kegiatan formal.

"Sehingga mereka memang dalam hal ini bisa membentuk atau mengkonstruksi image [citra] negara juga, negara yang seperti apa," ujar Tika.

Ibu negara menurutnya juga mengemban peran sosial dengan hadir dalam acara non-politik.

"Bukan acara kenegaraan tetapi acara sosial yang melibatkan anak-anak kecil ... soal-soal kemanusiaan," katanya.

"Karena dirasa perempuan mungkin punya sensitivitas, fleksibel, lebih luwes dalam berinteraksi."Tokoh ibu negara yang mencuat

Karena menjadi ibu negara selama hampir 32 tahun, istri Presiden Soeharto Siti Hartinah, atau dikenal sebagai Tien Soeharto dianggap Tika meninggalkan warisan terbanyak.

Salah satunya adalah sebagai inisiator didirikannya Taman Mini Indonesia Indah (TMII) pada tahun 1972 dan juga Taman Buah Mekarsari, serta Yayasan Harapan Kita.

Sementara itu istri ketiga Sukarno dan juga Ibu Negara pertama Indonesia Fatmawati dinobatkan sebagai pahlawan nasional karena jasanya menjahit Bendera Merah Putih.

Istri Mantan Presiden B.J. Habibie, Hasri Ainun Habibie dikenal karena sempat memperjuangkan hak tunanetra dengan mengupayakan fatwa halal donasi mata dari MUI.

Ainun juga menggagas didirikannya Bank Mata dan aktif dalam kegiatan sosial dan mendirikan Yayasan Beasiswa Orbit.

Karena jasanya dalam bidang kesehatan, nama Ainun bahkan diabadikan menjadi nama rumah sakit di Gorontalo.

Sementara itu sosok ibu negara lain yang mencuat menurut sejarawan Bonnie Triyana adalah Ratna Sari Dewi Sukarno.

Ia mengatakan Dewi adalah "teman diskusi atau curhat Bung Karno" meski pengaruhnya tidak sesignifikan Tien.

"Pernah ada beberapa diskusi politik melalui surat-suratnya yang bilang beberapa hal yang dihadapi sama Soekarno terutama di penghujung kekuasannya," katanya.Sosok yang paling kontroversial

Indonesia telah memiliki delapan perempuan yang menjalankan fungsi sebagai ibu negara, termasuk anak Soeharto, Tutut yang sempat menggantikan ibunya.

Namun menurut sejarawan Bonnie, Tien Soeharto merupakan yang paling kontroversial.

Ia memilih Tien menurut ukuran bagaimana sang ibu negara memengaruhi suami hingga menghasilkan kebijakan publik "yang mencerminkan segelintir orang atau orang itu sendiri."

"Dia sangat berpengaruh ke kehidupan Pak Harto, dalam arti bukan hanya bagi ruang privat, tapi juga di ruang publik," katanya.

"Jadi apa saja yang enggak disukai sama Bu Tien ya bisa juga berpengaruh apa yang dilakukan suaminya."

Tien sering dikenal sebagai inisiator pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), yang menurut pernyataannya merupakan proyek miniatur negara yang menjadi warisan dan ikon negara.

Namun inisiatif ini dikritik dengan tuduhan pemborosan anggaran negara.

Tien juga dituduh meminta bayaran 10 persen dari setiap proyek negara yang berkaitan dengan TMII.

"Sampai ada semacam mockery bahwa dia namanya menjadi Mevrouw Tien Procent, dalam bahasa Belanda, [yang berarti] 'Nyonya 10 Persen," ujar Bonnie.

Segala bentuk tuduhan ini namun dibantah Tien, hingga suaminya Soeharto sendiri, mengancam akan menindak tegas pengkritik.

Selain TMII, Bonnie mengatakan Tien juga memprakasai dibangunnya Yayasan Harapan Kita yang mengelola TMII selama 44 tahun.

Pada tanggal 2021, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2021 yang secara resmi mengambil alih pengelolaan TMII dari Keluarga Cendana karena tidak menyetorkan pendapatan ke negara.

Selain Tien, nama istri Presiden Joko Widodo, Iriana juga muncul akibat pemberitaan Tempo.

Ia dituduh terlibat dalam "gerakan bawah tanah" untuk meloloskan pencalonan putranya, Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden dalam Pemilu 2024.Seberapa penting peran Ibu Negara?

Menurut Bonnie, penting atau tidaknya sosok Ibu Negara tidak lepas dari kondisi negara Indonesia.

Ia mengatakan negara demokrasi yang sudah 'settle', peran Ibu Negara tidak lebih dari istri presiden.

"Dia bukan permaisuri dalam arti monarki yang feodalistik, dia juga bukan orang yang secara formal punya peran khusus, kecuali mendampingi presiden," katanya.

"Tapi kalau misalkan di negara yang semakin demokratis, semakin terbuka sistemnya, semakin akuntabel sistem politiknya, sebenarnya ibu negara itu ada batasan perannya juga."

Namun di Indonesia, yang menurutnya merupakan negara demokrasi yang "prosedural" dengan struktur masyarakat semi-feodal, dan pola pikir yang mayoritas tradisional, keberadaan ibu negara "akan sangat berpengaruh."

Tika mengatakan menurut catatan sejarah, keberadaan ibu negara bagaikan "pilar" bagi para presiden yang sempat memimpin Indonesia.

Seperti misalnya Soeharto, yang sejak meninggalnya Tien pada tahun 1996 mulai tergoncang, ditambah dengan adanya krisis moneter.

"Beberapa orang menyebut [ibu negara] berperan signifikan ... dan itu terlihat ketika Ibu Tien berpulang," ujarnya.

"Pak Harto kemudian goyang dari sisi pemerintahan dan yang lain ... itu menunjukkan bahwa ada satu pilar yang mungkin bisa membuatnya goyah."

Contoh lain juga ia lihat pada Mantan Presiden B.J. Habibie dan Susilo Bambang Yudhoyono yang mengalami kesedihan mendalam setelah istri mereka tutup usia.Indonesia tanpa ibu negara

Kemenangan Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024 kembali memunculkan pertanyaan tentang kehadiran Ibu Negara.

Meski sempat menikah dengan putri Mantan Presiden Suharto, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Suharto, keduanya bercerai pada tahun 1998.

Tika mengatakan presiden memerintah tanpa ibu negara tidaklah menjadi soal.

"Tidak ada aturan resmi yang mensyaratkan bahwa presiden harus didampingi Ibu Negara," katanya.

"Yang ada presiden didampingi wakil presiden dan menteri. Jadi kalau dibilang harus ada ya enggak harus."

Namun ia menilai sebagai konsekuensi, akan ada peran sosial ibu negara yang hilang.

"Dalam konteks sosial budaya, artinya sosial kemasyarakatan dalam konteks Indonesia [ibu negara diperlukan] sebagai kekuatan penyeimbang," katanya.

"Biasanya laki-laki dilihat mungkin keras, punya personifikasi yang sulit dan enggak negotiable [bisa diajak bernegosiasi].

"Tapi ketika didampingi ibu negara bisa melembutkan 'hard lines' suami mereka."

Bonnie mengatakan pembicaraan tentang ibu negara dan Prabowo sudah ada sejak Pilpres tahun 2014.

"Masyarakat kan semakin terbuka, tidak mempersoalkan ada atau tidaknya [ibu negara]," kata Bonnie.

"Zaman dan pikiran orang bisa berubah."

Yuk, Simak Juga Video ini!

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bintang Voli Dunia Banyak Main di Indonesia, Proliga 2024 Naik Kelas

Berita Terkait