Kenapa Tak Ada Isu Anak dan Perempuan di Debat Pilpres?

Jumat, 11 Januari 2019 – 16:55 WIB
UNDIAN NOMOR: Dua calon presiden (capres) Joko Widodo dan Prabowo Subianto saat penarikan undian nomor urut di KPU, Jumat (21/9) malam. Foto: Ricardo/JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPD Fahira Idris mengatakan dari lima tema besar debat pilpres mendatang, tidak satupun yang tegas membahas persoalan atau isu tentang perempuan dan anak.  

Padahal bagi Indonesia pemberdayaan perempuan dan anak adalah bagian integral atau tidak terpisahkan dari program pembangunan nasional.

BACA JUGA: Muhaimin Minta Debat Capres dan Cawapres Harus Adil

Fahira menyatakan, tidak ada bangsa yang maju tanpa memiliki program pemberdayaan perempuan yang berkemajuan dan sistem perlindungan anak yang komprehensif.

“Untuk itu, isu perempuan dan anak harus ada dalam debat pilpres,” ujar Fahira, Jumat (11/1).

BACA JUGA: Mardani Ungkit Kenakalan Jokowi saat Debat Pilpres 2014

Menurut dia, isu perempuan dan anak bisa disisipkan di semua tema debat. Dalam tema hukum, HAM, korupsi dan terorisme, isu perempuan dan anak bisa dipotret terkait persoalan komitmen kedua paslon atas penyelesaian RUU Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan.

Serta political will paslon dalam menyusun dan mengimplementasikan cetak biru perlindungan anak yang hingga detik ini belum dimiliki Indonesia.

BACA JUGA: Timses Jokowi Bantah Diuntungkan Keputusan KPU

Basis argumennya adalah angka kekerasan terhadap perempuan dan anak yang semakin mengkhawatirkan.

Misalnya sepanjang 2016 ada 259.150 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan.

Artinya, rata-rata setiap hari terjadi 710 kasus kekerasan terhadap perempuan. Setiap satu jam terjadi 30 kasus kekerasan terhadap perempuan.

“Ini kan persoalan besar,” kata aktivis perempuan dan anak, itu.

Isu soal perempuan juga bisa dimasukkan dalam tema energi dan pangan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, dan infrastuktur.

Fahira mengatakan, bisa dilihat sejauh mana komitmen paslon meretas semua hambatan yang menghalangi perempuan terlibat penuh dalam pengelolaan SDA, mulai dari perencananaan, pelaksanaan, hingga dampak dari pengelolaan.

Banyak perempuan terutama di desa yang menggantungkan hidupnya dari SDA. Namun, akibat masifnya penguasaan para investor di sektor kehutanan, perkebunan, terutama pertambangan, para perempuan kehilangan mata pencariannya.

“Karena akses dan kontrol mereka terhadap sumber daya alam hilang begitu saja,” katanya.

Banyak pula isu perempuan dan anak yang bisa dibahas dalam tema pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan serta sosial dan kebudayaan.

Misalnya dalam isu kesehatan, stunting wajib jadi pembahasan debat dan menjadi prioritas siapa pun presiden yang terpilih.

“Karena saat ini sekitar 37 persen atau hampir sembilan juta balita Indonesia mengalami stunting,” katanya.

Tema ketenagakerjaan, selain persoalan TKW, juga patut dibahas kesenjangan tingkat partisipasi angkatan kerja antara laki-laki dan perempuan juga masih terus terjadi hingga saat ini.

Debat tema ideologi, pemerintahan, pertahanan dan keamanan serta hubungan internasional, bisa diulas soal upaya meningkatkan kuantitas dan kualitas keterwakilan politik perempuan.

Tema kelima ekonomi dan kesejahteraan sosial, keuangan dan investasi serta perdagangan dan industri juga demikian.

Pembahasan soal ekonomi dan kesejahteraan sangat banyak relevansi dengan isu perempuan.

Bagi Fahira, presiden ke depan harus paham bahwa perempuan itu adalah kunci keberhasilan pengentasan kemiskinan. Karena itu tema debat pilpres juga harus memberi ruang untuk isu anak dan perempuan.

“Tanpa ada program peningkatan kapasitas perempuan dan kelompok ekonomi perempuan yang konkret dan kemauan politik yang kuat dari presiden untuk membuka akses sumber-sumber ekonomi bagi perempuan, maka selama itu juga pengentasan kemiskinan akan terkendala,” pungkasnya. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Prabowo - Sandi Dimentori SBY, Gimana Jokowi - Maruf?


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler