Kenyataan Pahit Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Terminasi Jadi Opsi Terbaik

Senin, 11 Oktober 2021 – 10:15 WIB
Ekonom Celios Bhima Yudhistira membeberkan kenyataan pahit Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Foto: ANTARA/Raisan Al Farisi

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung berpotensi merugikan APBN baik jangka panjang dan pendek.

Pasalnya, penggunaan APBN menjadi indikasi bahwa secara bisnis pembangunan kereta cepat adalah proyek tidak layak.

BACA JUGA: Pelaksana Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Siap Patuhi Rekomendasi Komnas HAM

"Pembengkakan biaya proyek yang cukup tinggi sebenarnya alarm bagi keberlanjutan Proyek Kereta Cepat," ujar Bhima kepada JPNN.com, Senin (11/10).

Ekonom itu menilai sejak awal pemerintah terlalu percaya diri mengedepankan model B to B (bussiness to bussiness) tanpa uang APBN dalam proyek tersebut.

BACA JUGA: Janji Manis Cukong Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung kepada Dubes RI

"Ya enggak bisa, tanpa pandemi saja, memang pemerintah harus terlibat dalam G to B (Govermen to bussiness)," kata dia.

Bhima melihat dalam jangan pendek Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung bisa menggangu alokasi APBN 2022.

BACA JUGA: Kabar Terbaru Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Garapan Tiongkok, Ada Pak Luhut

Padahal, lanjut dia, pemerintah juga memiliki alokasi untuk perlindungan sosial, belanja rutin, hingga pembayaran bunga utang.

Kemudian, ditelaah dari sisi lain Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk KAI saja menyedot dana Rp 4,1 triliun. Angka itu bahkan baru bentuk PMN belum suntikan dana langsung ke proyeknya.

"Lalu dengan target defisit APBN di bawah tiga persen pada 2023, pertanyaan besarnya dana kereta cepat mau ambil dari pos belanja mana? Pasti ada belanja prioritas yang digeser untuk kereta cepat," ungkap Bhima.

Bhima mengingatkan efek jangka panjangnya subsidi untuk operasional kereta cepat bisa sangat mahal.

Gambarannya sederhana, lanjut Bhima, biaya proyek bengkak, sementara yang memakai kereta cepat kan kalangan menengah atas karena ga mungkin tiket nya murah.

Dia menyebut di situlah titik proyek yang dipaksakan berjalan, akhirnya jadi beban bagi belanja pemerintah dan masyarakat.

Bhima juga mempertanyakan apakah masyarakat yang bayar pajak ke pemerintah rela uangnya digunakan untuk subsidi kereta cepat.

"Opsi terbaik adalah terminasi proyek sebelum tingkat kerugian membengkak," tegas Bhima.

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung menyedot dana yang tak main-main, sekitar Rp 27 triliun. Namun, kini proyek itu bakal disuntik PMN oleh pemerintah melalui APBN.

Sejumlah hal menyebabkan dana mengalir begitu banyak, salah satunya adalah alasan sulitnya cash flow dari PT Wijaya Karya (Persero) Tbk akibat pandemi.

PT Kereta Api Indonesia (KAI) (Persero) pun mengalami hambatan lantaran pembatasan armada angkutan umum dan mobilisasi masyarakat. Selain itu, alasan pandemi membuat program-program PT Jasa Marga (Persero) Tbk terhambat.

"Jadi hal-hal inilah yang membuat kondisi mau tidak mau supaya kereta api cepat tetap dapat berjalan dengan baik, kita harus minta pemerintah untuk ikut dalam memberikan pendanaan," ujar Staf khusus Menteri BUMN Arya Mahendra Sinulingga. (mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler