jpnn.com, JAKARTA - Penanganan obat substandar dan palsu terus menjadi perhatian serius dunia. Risiko peredaran obat ilegal, substandar, palsu menjadi semakin meningkat dengan meluasnya perdagangan online.
Hal itu menjadi komitmen Badan POM dengan menghadiri pertemuan Member States Mechanism on Substandard and Falsified Medical Products (MSM-SFMP) ke-8 di Markas Besar WHO di Jenewa-Swiss, Kamis (24/10).
BACA JUGA: AFAF Jual Obat Palsu ke 197 Apotek, Begini Modusnya
Kepala Badan POM Penny K Lukito yang hadir dalam event itu mengatakan, MSM-SFMP merupakan sebuah forum kolaborasi global untuk mengatasi peredaran obat substandar dan palsu yang melibatkan sejumlah negara, dengan membangun sistem yang meliputi upaya pencegahan (prevention), pelaporan deteksi (detection), dan respon cepat (responsive) untuk mengeradikasi peredaran obat substandar dan palsu.
Penny menceritakan pengalaman dan kemajuan yang telah dicapai Badan POM dalam menangani peredaran obat substandar dan palsu untuk memberikan jaminan akses obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu kepada masyarakat.
BACA JUGA: BPOM Ajak Selebritas Berantas Kosmetika Ilegal
"Upaya yang dilakukan Badan POM dalam penanggulangan obat palsu telah sejalan dengan salah satu Program Nawacita yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, produktivitas rakyat dan kesejahteraan masyarakat, yang diwujudkan Badan POM melalui pencanangan Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan Penyalahgunaan Obat (Aksi Nasional POIPO) pada Oktober 2017 lalu," terang Penny K. Lukito dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (26/10).
Penny K. Lukito menambahkan, Aksi Nasional ini dilakukan melalui tiga pendekatan strategis yaitu Strategi Pencegahan, Deteksi/Pengawasan dan Respon/Penindakan.
Strategi yang digunakan ini telah mengacu kepada Strategi Penanggulangan Obat Substandar dan Palsu WHO (Prevention, Detection, and Response).
Badan POM melakukan Strategi Pencegahan melalui Comprehensive Legal Framework dengan menerbitkan peraturan tentang Penerapan 2D Barcode dalam Pengawasan Obat dan menyusun peraturan tentang Pengawasan Peredaran Obat secara Online.
Selain itu, lanjut Penny, Badan POM melakukan multistakeholder engagement melalui Penandatanganan MoU dengan asosiasi ekspedisi, asosiasi e-commerce, market places, dan transportasi online.
"Strategi pencegahan untuk pemahaman, kewaspadan dan pemberdayaan masyarakat terhadap penyalahgunaan obat dilakukan melalui Education and Awareness dengan melibatkan public figure, influencer, dan blogger dalam mengedukasi masyarakat,” imbuhnya.
Pada strategi deteksi, Badan POM memiliki system risk-based inspection and surveillance yang baik, yang dibuktikan pada saat WHO Benchmarking tahun 2018 yang yang menilai kapasitas regulatori Badan POM berkategori matang (mature).
Penny mengungkapkan, kerja sama Badan POM dan WHO dalam Pilot Project Pelaporan Obat Substandar dan Palsu oleh tenaga kesehatan melalui Aplikasi Smartphone pada 2018 lalu mendapat tanggapan positif dari lintas sektor dan memberikan manfaat kepada banyak pihak khususnya dalam pengawasan obat di peredaran.
Dalam periode 6 bulan, pilot project yang melibatkan 129 tenaga kesehatan dari 62 fasilitas kesehatan ini, diperoleh informasi pelaporan sejumlah 17 laporan yang terdiri dari 15 produk (1 produk dilaporkan dua kali dan 1 produk anonim). Dalam hal ini, tidak ditemukan produk palsu dan hanya ditemukan 1 produk substandar, yang selanjutnya telah dilakukan recall.
"Pentingnya mekanisme pelaporan tersebut mendorong Badan POM untuk melanjutkan program tersebut dengan mengembangkan tools pelaporan melalui aplikasi BPOM Mobile, yang diharapkan dapat diimplementasikan pada tahun 2020, dengan menjangkau seluruh provinsi,” tutur Penny.
Tak hanya itu, mengingat permasalahan peredaran obat ilegal, substandar dan/atau palsu tidak mengenal batasan negara (borderless), maka Badan POM aktif membantu membangun kapasitas otoritas pengawas obat negara-negara lain, terutama negara tetangga di perbatasan, melalui program pemerintah Kerja Sama Selatan-Selatan.
"Di bawah kerangka KSS, Badan POM memainkan peran penting dalam mendukung pengembangan kapasitas Otoritas Regulatori Obat, khususnya tentang Praktik Regulasi yang Baik termasuk Praktik Distribusi yang Baik dan pengawasan post-market untuk beberapa negara berkembang yaitu Palestina, Yordania, Republik Timor Leste, dan Papua Nugini," ujarnya.
Sementara itu, Strategi Respons merupakan upaya penegakan hukum terkait dengan pemberantasan obat ilegal dan penyalahgunaan obat, melalui intensifikasi operasi penyelidikan dan penegakan hukum dengan lembaga penegak hukum lainnya.
"Kerja sama yang dilakukan dengan e-commerce, asosiasi ekspedisi dan transportasi online mendukung penelusuran pelaku produksi dan distribusi obat palsu untuk mengungkap aktor utama pemalsuan obat melalui pertukaran data dan informasi," terangnya.
Dia berharap melalui kerja sama dan kolaborasi antar negara anggota WHO dalam forum MSM, diharapkan upaya-upaya penanggulangan obat substandar dan obat palsu dapat menjadi lebih efektif dalam melindungi kesehatan masyarakat serta menjamin akses obat yang aman, bermutu dan berkhasiat bagi masyarakat. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad