JAKARTA - Proses pembahasan RUU Pemilu Legislatif yang kini tengah berjalan DPR memunculkan perdebatan menarik mengenai persyaratan calon legislatif (caleg). Motornya adalah Partai Demokrat. Mereka ngotot meminta diharuskannya seorang kepala daerah yang maju sebagai caleg untuk mundur terlebih dulu dari jabatannya, bukan sekedar cuti.
"Pemanfaatan kekuatan politik di daerah (oleh caleg yang masih menjabat kepala daerah, Red) bisa melahirkan kompetisi yang tidak fair," kata politisi Partai Demokrat Gede Pasek Suardika dalam rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pemilu bersama pihak pemerintah di gedung DPR, kemarin (25/1).
Ini untuk mengantisipasi banyaknya kepala daerah yang berancang-ancang untuk "menyeberang" ke DPR. Terutama kepala daerah yang sudah hampir habis masa jabatannya pada 2014.
Pandangan Pasek yang juga pimpinan Panja itu mendapat dukungan dari rekan sefraksinya Ramadhan Pohan. Menurut Ramadhan, belajar dari pengalaman pilkada di berbagai daerah, terbukti kalau penyalahgunaan kekuasaan oleh incumbent sangat nyata sekali.
"Pernah terjadi di Partai Demokrat, incumbent menggunakan fasilitas daerah, bukan uang pribadi. Saya sendiri sebagai orang Partai Demokrat gerah," ujarnya. Untuk menghindari penyimpangan serupa dalam pemilu 2014 mendatang, Ramadhan menegaskan kepala daerah yang berniat nyaleg harus mundur dari jabatannya.
"Mengingat bahayanya penggunaan fasilitas daerah secara masif, bagus sekali kalau mereka dihadapkan pada pilihan untuk mundur dari posisi kepala daerah kalau mau maju lagi dalam pemilu," tegas Wasekjen DPP Partai Demokrat, itu.
Hampir semua fraksi sepakat dengan jalan pikiran Partai Demokrat. Tapi, mereka khawatir kalau pasal ini disepakati akan langsung dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK). MK memang telah membatalkan salah satu ketentuan mengenai persyaratan kepala daerah yang diatur UU No.12/2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Sebelumnya diatur incumbent yang hendak maju lagi sebagai kepala daerah harus mundur dari jabatannya. Oleh MK, aturan ini dikembalikan kepada UU No.32/2004, yakni cukup sekedar cuti.
"Kami paham keresahan dari kemungkinan abuse of power. Tapi, antara jabatan yang dipilih dan ditunjuk itu menurut MK beda filosofisnya," kata Agus Purnomo dari FPKS. Kalau PNS, TNI, atau Polri memang harus mundur, karena mereka punya atasan yang menunjuk. Tapi, kalau kepala daerah sebagai jabatan yang bersifat elected, pengunduran diri menjadi tidak relevan. "Menurut MK mundur justru berarti mengkhianati amanat konstituen," ujar Agus.
Ahmad Yani dari FPPP juga tidak mempersoalkan bila pasal itu dicantumkan. "Tapi, siap-siap saja kecewa kalau langsung dibatalkan MK," katanya.
Anggota FPPP Nurul Arifin menimpali pasti nanti akan muncul tuntutan yang sama dalam konteks anggota DPR yang ingin maju sebagai calon kepala daerah. Selama ini yang berlaku anggota DPR yang mau ikut pilkada cukup cuti, tidak perlu sampai mundur. "Karena ini sensitif, sebaiknya tidak diambil keputusan hari ini," ujar Nurul.
Menanggapi itu, Gede Pasek Suardika kembali berargumentasi. Menurut dia, putusan MK itu dalam konteks kepala daerah yang hendak maju lagi sebagai kepala daerah. Sementara UU Pemilu ini mengatur kepala daerah yang menjadi caleg baik untuk DPRD, maupun DPR.
"Tidak masalah kalau dibawa ke MK. Ini case beda, lembaga negaranya juga beda. Biar hakim nanti menemukan nilai -nilai baru demi demokrasi yang lebih bagus," kata Pasek, optimistis. Dia juga menampik kekhawatiran Nurul. Menurut Pasek, anggota DPR yang hendak maju pilkada tidak perlu dipermasalahkan.
"Anggota DPR tidak menguasai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), tidak bisa mengatur camat. Kalau kepala daerah bisa. Tinggal menekan semuanya," tegas Pasek.
Masih terkait dengan syarat caleg, Rapat Panja kemarin menyepakati seorang terpidana dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun atau lebih boleh menjadi caleg dengan sejumlah ketentuan. Di antaranya, sudah menjalani hukuman tersebut dan terdapat jeda 5 tahun, mengumumkannya kepada publik, serta bukan kejahatan yang berulang.
"Kita sudah sepakat itu," kata pimpinan Panja dari Partai Golkar Taufiq Hidayat. Menurut dia, aturan ini mereka adopsi dari putusan MK yang mengabulkan gugatan terhadap dilarangnya terpidana berat untuk maju sebagai caleg. "Empat kondisi yang diputuskan MK itu kita adopsi," tegasnya. (pri)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Timsel KPU Diminta Coret Pencari Kerja
Redaktur : Tim Redaksi