KENDARI - Setiap mendekati pelaksanaan ujian nasional (unas), kepala daerah ramai-ramai menarget angka kelulusan 100 persen. Ulah kepala daerah seperti ini, mendapat respon negatif dari pihak perguruan tinggi selaku pengawas unas tingkat SMA dan sederajat.
Diantara perguruan tinggi yang meminta kepala daerah tidak menarget kelulusan unas 100 persen adalah Universitas Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara. Usai peresmian gedung pascasarjana oleh Mendikbud Mohammad Nuh, Pembantu Rektor I Universitas Haluoleo La Sara kemarin (6/4) mengatakan, sikap kepala daerah tadi merupakan wujud dari intervensi politik.
"Kita sudah menyerukan melalui dinas pendidikan, supaya kepala daerah tidak mengumbar target kelulusan unas 100 persen," katanya. Dia menuturkan, banyak sekali dampak negatif dari sikap kepala daerah yang memasang target kelulusan unas 100 persen tadi.
Diantara yang paling beresiko adalah, jajaran di dinas pendidikan kabupaten atau kota menjadi tertekan dari seruan target tadi. Posisi mereka di dinas pendidikan menjadi terancam jika perolehan unas jelek. Sehingga, mereka nekat melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan unas.
Kondisi seperti ini juga dirasakan jajaran kepala sekolah hingga guru. Sara mengatakan, posisi kepala sekolah dan guru rentan di mutasi jika nilai unasnya jeblok. "Mutasinya tidak tanggung-tanggung. Ke dearah sangat terpencil sekali," kata dia.
Menurut dia, mutasi ini jauh dari kesan pembinaan. Sebaliknya, menjadi semacam hukuman karena dinas pendidikan atau sekolah tidak bisa mengejar target kelulusan 100 persen seperti yang dijanjikan kepala daerah.
Karena dihinggapi kecemasan, jajaran di dinas pendidikan, kepala sekolah, hingga guru kompak mengakali kejujuran unas. Mulai dari membocorkan kunci jawaban, hingga menyusun skema sontek massal. Jika kecurangan ini terus terjadi, Sara mengatakan motivasi utama unas untuk pemetaan kualitas pendidikan tidak bisa tercapai.
Menurut Sara, seruan kepala daerah supaya kelulusan siswa di unas 100 persen kental sekali dengan nuansa politik. Dia menghitung, setiap siswa yang mengikuti unas tingkat SMA itu setidaknya memiliki tiga suara aktif dalam pemilu. "Siswanya sendiri, ibu, dan bapak," ucap Sara.
Dengan posisi ini, siswa tingkat SMA menjadi lumbung suara yang potensial bagi kepala daerah. Terutama bagi kepala daerah yang berpeluang untuk maju kembali sebagai incumbent. Unas tingkat SMA dan sederajat dijadwalkan akan digelar pada 16-19 April depan.
Sara mengingatkan, kepala daerah tidak perlu berlebihan dalam mematok target unas para siswa yang belajar di wilayah kekuasannya. "Seruannya bisa meminta menjalankan unas dengan jujur. Itu sudah cukup, tanpa harus memasang target kelulusan seratus persen," katanya. Jika ada jaminan lulus 100 persen, buat apa ada ujian. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jamin RUU PT Berpihak ke Mahasiswa Miskin
Redaktur : Tim Redaksi