Hal itu disampaikan David Yamma, Kasubdit Wawasan Kebangsaan Direktoorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), Kemendagri dalam seminar tentang bela negara yang diselenggarakan Masyarakat Kybernologi Indonesia (MKI) di aula Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jakarta, Selasa (27/11). Dalam seminar yang mengangkat tema "Penguatan Wawasan Kebangsaan Dalam Meningkatkan Semangat Bela Negara" itu David mengaku telah berkeliling ke berbagai daerah di Indonesia guna memantau potensi disintegrasi yang ada.
Namun menurutnya, banyak kepala daerah yang tidak tahu makna wawasan kebangsaan. "Saya keliling daerah, ternyata banyak tokoh, pejabat bahkan kepala daerah yang kolot. Misalnya ada yang melakukan internalisasi nilai keagamaan yang dipaksakan. Ini rawan memicu gesekan," kata David.
Parahnya, lanjut David, Dinas Kesatuan Bangsa dan Politik di daerah sering tidak berperan maksimal karena berada di bawah kontrol kepala daerah. "Masalahnya Kesbangpol yang harusnya menjadi mata dan telinga pusat, ternyata juga diotonomikan," ucapnya.
David menambahkan, karena kurangnya wawasan kebangsaan pula maka banyak pejabat yang tidak memahami Pancasila. Ditegaskannya, Pancasila bukan hanya sekedar pilar kehidupan berbangsa dan bernegara tetapi sudah tapi sudah menjadi konsensus bangsa.
Meski demikian David masih optimis nilai-nilai Pancasila bisa terus disebarluaskan. "Survei BPS 29 Mei 2011 menunjukkan 79 persen masyarakat masih menganggap Pancasila penting untuk dipertahankan," ucapnya. "89 persen sampel dari survei BPS menganggap berbagai persoalan yang muncul di masyarakat karena Pancasila yang tidak dipahami dengan baik," tegasnya.
Sedangkan Ketua MKI, I Nyoman Sumaryadi mengatakan, penyebarluasan wawasan kebangsaan harus terus ditingkatkan demi meminimalkan ancaman disintegrasi. "Ini sebagai upaya mencegah agar ancaman disintegrasi tidak menjadi bola salju. Kami yakin disintegrasi bisa dicegah dengan berbagai penyadaran," cetus Rektor IPDN itu.
Dalam kesempatan sama mantan Kepala Badan Penyelenggara Pelaksanaan Pendidikan Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila (BP7), Profesor Suprapto, mengungkapkan, seiring perkembangan teknologi maka yang muncul bukan hanya sekedar disintegrasi tapi juga negara tanpa batas. Menurutnya, globalisasi memang telah menghilangkan batas-batas kedaulatan sebuah negara-bangsa. "Kita bisa berhubungan langsung dengan orang di negara lain tanpa perlu izin negara," ucapnya.
Meski demikian ditegaskannya, justru di era globalisasi seharusnya Indonesia bisa menunjukkan jatidirinya sebagai negara-bangsa. "Dan Wawasan Kebangsaan ini yang membedakan manusia Indonesia dengan warga dunia lainnya," pungkasnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Adhie Tuding Sutan Punya Mindset Gus Dur Korupsi
Redaktur : Tim Redaksi