jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR Rieke Diah Pitaloka mengatakan momentum Hari Buruh harus dijadikan pemerintah untuk lebih serius menjalankan Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Sebab, berdasarkan data yang ada, tingkat kepatuhan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan anak usahanya terhadap UU No. 40/2004 tentang SJSN dan UU No. 24/2011 tentang BPJS, justru masih rendah.
BACA JUGA: Biaya Transfer Antarbank BUMN Berpeluang Gratis
Semenjak berlakunya UU SJSN dan UU BPJS, katanya, Indonesia menganut sistem jaminan sosial yang tidak lagi diselenggarakan oleh badan yang menganut "for profit body", tapi dikelola dua badan nirlaba (not for profit), yaitu BPJS Kesehatan (Jaminan Kesehatan) dan BPJS Ketenagakerjaan (Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun dan Jaminan Kematian).
"Hal tersebut sangat relevan dengan situasi saat ini. Di negara mana pun jaminan sosial memiliki peran krusial bagi pekerja untuk mengantisipasi dampak negatif pasar bebas dan globalisasi yang menyebabkan pekerja berapa pada posisi rentan secara sosial dan ekonomi," ujar Rieke, Senin (1/5).
BACA JUGA: Rieke Sarankan Jokowi Fokus di Sektor Industri
Hanya saja pelaksanaan sistem jaminan sosial tersebut belum optimal meski UU BPJS pasal 15 menegaskan setiap perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta BPJS. Pasal 55 menyatakan perusahaan yang tidak membayarkan iuran BPJS yang menjadi tanggungjawabnya mendapatkan sanksi berupa pidana penjara paling lama 8 tahun dan denda hingga 1 Miliar.
Mengacu data BPS tahun 2016, jumlah angkatan kerja 120.647.697 orang. Diperkirakan jumlah pekerja yang terserap sektor formal hanya 42,24% atau setara dengan 48,5 juta orang saja.
BACA JUGA: Di Depan 600 Direksi, Bupati Anas Puji BUMN Ikut Bangun Daerah
Bagaimana dengan angka kepesertaan BPJS? Data per 28 Februari 2017 adalah 10.127.263 orang pekerja. Dengan rincian perusahaan swasta 9.626.631 pekerja dan BUMN baru sebanyak 500.632 pekerja.
Sementara data untuk BPJS Ketenagakerjaan per 31 Desember 2016 tercatat jumlah peserta 22.600.000 orang pekerja. Dengan rincian, pekerja swasta 22.025.246 orang dan BUMN sebanyak 574.574 orang pekerja.
"Dari data di atas terlihat masih minimnya kepesertaan BPJS, termasuk di BUMN. Itu memperlihatkan ketidakpatuhan terutama BUMN yang seharusnya menjadi contoh pertama ketaatan terhadap UU," tegas Rieke.
Data itu juga menunjukkan mayoritas pekerja Indonesia belum mendapatkan lima jamianan sosial. Hal ini sangat berbahaya bagi pekerja dan keluarganya karena masih tingginya resiko kecelakaan kerja hingga kehilangan pekerjaan, serta kondisi tanpa pelindungan saat tanpa Kerja dan pasca kerja.
Masalah lain adalah ketidaksinkronan jumlah peserta di BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Serta, belum maksimalnya kinerja Dewan Jaminan Sosial Nasional, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sebagai penyelenggara, termasuk Dewan Pengawas di kedua BPJS.
Karenanya, mantan anggota Pansus UU BPJS ini merekomendasikan agar pemerintah lebih serius menjalankan UU SJSN dan BPJS. Serta berani memberikan sanksi kepada pemberi kerja yang tidak mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta di kedua BPJS.
"Pemerintah harus mendorong BUMN beserta anak-anak perusahaannya menjadi contoh dalam memenuhi kewajiban terjaminnya Lima Jaminan Sosial bagi seluruh pekerjanya apa pun status kerjanya, sesuai perintah UU," tutur Rieke.
Terakhir, dia mendukung pemerintah untuk segera memperbaiki berbagai regulasi turunan UU BPJS agar watak Jaminan Sosial tidak berubah menjadi jaminan komersial yang bukan melindungi, tetapi malah menambah beban pekerja.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bu Rini..Jangan Pilih Agen Asing Jadi Direksi di BUMN
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam