Kepemimpinan Kontingensi Gibran Menavigasi Dinamika Tantangan Era Modern

Oleh: Qiqi Romadhon

Jumat, 29 Desember 2023 – 16:58 WIB
Anggota Ikatan Pelajar Muhammadiyah Lamongan Qiqi Romadhon. Foto: dok pribadi for JPNN

jpnn.com - Drucker (1982) dalam buku “The Pratice of Management” secara khusus memandang gaya kepemimpinan adalah kerja.

Seorang pemimpin adalah mereka yang memimpin dengan mengerjakan pekerjaan setiap hari.

BACA JUGA: Jejak Kepemimpinan Gibran di Solo dan Pencalonan Cawapres

Pemimpin terlahir tidak hanya dalam hirarki manajerial ataupun bersifat formal, akan tetapi dapat juga terlahir dalam kelompok kerja non formal.

Kartini Kartono (2009) dalam bukunya “Pemimpin dan Kepemimpinan” menyatakan bahwa fungsi kepemimpinan adalah memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan komunikasi yang baik, memberikan pengawasan yang efisien dan membawa pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju sesuai dengan ketentuan waktu dan rencana yang telah ditetapkan.

BACA JUGA: Kubu Rival Serukan Solo Bukan Gibran, Kaesang: Ya, Memang Bukan

Kepemimpinan yang efektif bukan hanya tentang memiliki kekuatan atau keahlian tertentu, tetapi juga tentang kemampuan untuk menginspirasi dan membimbing orang lain menuju tujuan bersama.

Seorang pemimpin yang baik harus mampu memahami kebutuhan dan harapan timnya, serta memiliki kemampuan mendengarkan dan berkomunikasi dengan baik.

BACA JUGA: Ridwan Sebut Gibran Miliki Pemahaman Mendalam Jawab Tantangan Global

Selain itu, kepemimpinan yang sukses juga melibatkan kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat dalam situasi yang kompleks.

Seorang pemimpin harus mampu mengevaluasi informasi dengan cepat, memahami konsekuensi dari keputusan tersebut, dan bertanggung jawab atas hasilnya.

Kepemimpinan yang inklusif dan adil juga menjadi aspek penting dalam lingkungan kerja. Pemimpin yang dapat menciptakan budaya kerja yang menghargai keberagaman dan memberikan kesempatan yang setara kepada semua anggota tim dapat membantu meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja.

Sementara itu, transparansi dan integritas juga menjadi pilar penting dalam kepemimpinan yang baik. Seorang pemimpin yang jujur dan konsisten dalam tindakan dan komunikasinya dapat membangun kepercayaan dalam timnya.

Namun, penting untuk diingat bahwa tidak ada model kepemimpinan yang satu ukuran cocok untuk semua situasi.

Pemimpin yang sukses adalah mereka yang mampu menyesuaikan gaya kepemimpinan mereka dengan konteks dan kebutuhan spesifik tim atau organisasi. Hal ini dikenal dengan teori kontingensi dalam kepemimpinan.

Teori Kontingensi, yang pertama kali dikembangkan oleh psikolog Fred Fiedler pada tahun 1967, mengusung konsep bahwa keefektifan kepemimpinan dipengaruhi oleh sejauh mana gaya kepemimpinan seseorang sesuai dengan situasi atau konteks tertentu.

Dalam teori ini, kata "kontingensi" menggambarkan keyakinan bahwa tidak ada pendekatan kepemimpinan yang satu ukuran cocok untuk semua situasi.

Sebaliknya, keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sejauh mana gaya kepemimpinan mereka sesuai atau cocok dengan karakteristik situasi lingkungan di mana mereka beroperasi.

Dalam kerangka Teori Kepemimpinan Kontingensi, peran kepemimpinan Gibran Rakabuming Raka dalam pemerintahan Kota Solo mencerminkan kemampuannya untuk beradaptasi dengan berbagai situasi dan faktor yang bersifat kontingensi.

Hubungan yang dibangun oleh Gibran dengan warga Kota Solo mencerminkan pemahaman akan hubungan pemimpin-bawahan, sementara tanggapannya terhadap berbagai tugas dan tanggung jawab terstruktur menunjukkan fleksibilitasnya dalam mengelola kota.

Meskipun demikian, perlu diingat bahwa Teori Kepemimpinan Kontingensi menekankan bahwa tidak ada satu gaya kepemimpinan yang cocok untuk semua situasi.

Oleh karena itu, evaluasi terhadap kepemimpinan Gibran perlu mempertimbangkan sejauh mana pendekatannya dapat disesuaikan dengan faktor-faktor kontingensi yang beragam, mencakup dinamika masyarakat dan tugas-tugas administratif kota.

Sebagai pemimpin muda, kemampuan adaptasi dan responsibilitas terhadap perubahan dalam lingkungan sekitar menjadi aspek penting dalam mengukur efektivitas kepemimpinannya.

Tokoh Pendidikan nasional di Indonesia yakni Ki Hajar Dewantara juga termasuk melahirkan teori kepemimpinan dalam kategori kontigensi.

Ajaran trilokanya yang terdiri dari frase "Ing ngarso sing tulodo, ing madyo mangun karso, tutwuri handayani" mencerminkan nilai-nilai etika dan tugas seorang pemimpin dalam berbagai konteks.

Frase tersebut dapat diartikan sebagai petunjuk bahwa seorang pemimpin harus memiliki keterampilan untuk bertindak sesuai dengan situasi yang dihadapi.

Penulis Adalah Anggota Ikatan Pelajar Muhammadiyah Lamongan

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler